Don't Make Me Let You Go - Chapter Thirteen
--------------------------------------------------
“Pagi sekali, Cat.”
Aku mengangkat kepala dari tugas bahasa inggris yang sedang kukerjakan. Tersenyum ketika melihat sosok semampai Belle yang berdiri di ambang pintu masuk kelas. Ia mengenakan sweater krem dan celana kargo yang melekat dengan sempurna di kaki jenjangnya. Wajahnya sehangat musim semi di pagi yang terasa dingin.
“Hai, Bells. Kau juga.” Aku melambaikan tangan kiriku yang sedang tidak memegang pena dan memberi isyarat agar ia mendekat.
“Aku ingin memberitahumu sesuatu,” kata Belle. Ia berjalan menghampiriku dengan langkah panjang dan terburu-buru.
Aku mengangkat kedua alisku saat melihat senyum lebar yang tersungging di wajah cantik Belle. “Rasanya aku bisa menebak apa,” ujarku geli. Dan ketika Belle berhenti dan mengerutkan alisnya, tawaku langsung terlepas. “Apa Gary sudah mengatakannya?”
“Iya!” pekik Belle girang. Ia melakukan lompatan kecil yang membuatku tersenyum. “Cat, seharusnya kau datang ke pesta ulang tahun Reynolds kemarin malam!”
“Kau tahu aku tidak suka pesta dan tempat yang ramai,” kataku jujur. Aku menatap Belle yang mengambil tempat duduk di sebelahku. “Kau belum menceritakan padaku bagaimana cara Gary menembakmu.”
“Oh,” Belle terkesiap. Rona merah menjalar di tulang pipinya. “Dia…dia sangat sempurna. Aku tidak bisa menemukan kata yang tepat untuk menjabarkannya.”
“Kalau begitu cari kata yang mudah untukku.” Aku meletakkan pena dan menutup buku teksku agar dapat mendengarkan cerita Belle lebih jauh lagi. “Apakah ada bunga atau ciuman?” tanyaku jahil.
Belle menggigit bibir bawahnya, tampak ragu. “Tidak ada bunga,” jawabnya setelah beberapa detik. “Maaf, aku tarik kembali perkataanku tadi, Cat. Sebaiknya kau memang tidak datang ke pesta kemarin malam. Awalnya memang menyenangkan, namun lewat tengah malam keadaan menjadi semakin liar, tak terkontrol. Untunglah aku masih sadar ketika tiba-tiba ada empat orang pria mabuk berjalan mendekatiku…”
“Katakan kau tidak sendirian,” selaku cepat. Tubuhku menegang, ngeri dengan bayangan apa yang dihadapi Belle.
Belle menelan ludah. “Aku sendirian,” katanya pelan. “Aku terpisah dari Gary dan saat itu aku tidak punya tenaga untuk melawan. Terlebih lagi suara musik yang terlalu keras membuatku sadar suara teriakanku tidak akan terdengar. Kupikir aku akan hancur saat tangan-tangan mereka menjangkauku…”
Aku mengulurkan tanganku dan meraih tangan Belle. Menggenggamnya sambil berharap dapat memberikannya sedikit ketenangan. “Dan Gary menyelamatkanmu,” tebakku lembut.
Belle menggeleng. “Tidak sebelum…”
Suara dering ponsel tiba-tiba memotong apa yang dikatakan Belle setelahnya.
“Milikku.” Belle tersenyum meminta maaf. Ia melepaskan tangannya dari genggamanku dan merogoh ke dalam tas ranselnya. Setelah menemukan apa yang ia cari, ia tersenyum. “Gary,” desah Belle.
Aku mengangkat kedua tanganku ke depan dada. “Aku mengerti.”
Belle mengetik sesuatu di ponselnya. Setelah itu ia kembali menatapku. Binar di mata birunya entah kenapa membuat mataku menyipit. “Aku berjanji akan menceritakan padamu segalanya nanti. Aku harus pergi sekarang. Gary mengajakku bertemu sebelum bel jam pelajaran pertama berbunyi.” Belle berdiri, dengan buru-buru memasukkan tas ranselnya ke dalam laci meja. “Well, sampai nanti. Ngomong-ngomong kau terlihat sangat cantik dengan potongan rambut barumu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Make Me Let You Go
Teen FictionCaitlyn Hunter sudah tahu perasaannya pada Conrad Shelton, sahabatnya sendiri tidak akan pernah terbalas. Ia sudah tahu, namun harapan selalu menjadi iblis yang menjadi teman baiknya. Membuatnya berangan-angan suatu hari, suatu saat, dan entah kapan...