Don't Make Me Let You Go - Chapter Five

24.9K 1K 20
                                    

Don't Make Me Let You Go - Chapter Five

Tiba-tiba aku teringat akan kejadian 5 tahun yang lalu setelah Drake gagal memaksaku untuk mencium bangkai katak. Ia tidak menyerah, pria itu memang selalu memiliki ribuan cara kreatif untuk memastikan hidupku harus selalu tersiksa. Ide barunya untuk mempermainkanku juga semakin mengerikan setelah ia tahu akan kebencianku pada katak. Esok harinya, wabah katak langsung menjangkitiku jauh lebih parah dari wabah katak di Mesir.

Katak ada dimana-mana. Drake menyembunyikan binatang bermata besar itu di segala tempat yang biasanya kutuju; di kamarku, loker sekolahku, di dalam tasku, dan di segala tempat yang bisa terjangkau mataku. Aku benar-benar membenci katak, tapi bodohnya aku tidak pernah tega untuk menyakiti mereka. Memancing katak untuk masuk ke ember dan melemparkannya ke luar jendela? Tidak. aku lebih memilih untuk menangkap makhluk menjijikan itu dengan tanganku sendiri. Membawanya keluar pada tengah malam, dan membebaskannya ke taman rumahku.

Apa yang kulakukan memang konyol dan tidak rasional, mungkin bisa diartikan sebagai tanda-tanda kelainan mental. Kecenderunganku untuk menyelamatkan makhluk yang kubenci selalu menjerumuskanku ke dalam masalah besar yang sesungguhnya tidak perlu kupikirkan. Dan mungkin akan ada banyak orang yang mengangap cara berpikirku munafik, tapi mereka tidak pernah tahu kalau aku memiliki kesulitan untuk berpura-pura. Sulit untukku berbohong dan berkata kalau aku tidak peduli dengan ucapan orang lain. Aku terlalu peduli. Dan sifat alamiku membuat kebencianku pada diri sendiri semakin bertambah hingga menurunkan kepercayaan diriku yang sudah berada di titik terendah.

Aku melepas kacamataku untuk menyeka wajahku yang basah dengan punggung tangan sambil memaksa kakiku untuk terus berjalan menjauhi kamar Drake. Hatiku masih berdenyut perih saat mengingat apa yang dikatakan Drake tadi. Hanya ada kata kenapa di otakku sekarang. Kenapa Drake membenciku? Apa salahku padanya?

Pertanyaan tak terjawab itu membuat mataku ikut terasa perih.

Lemah, aku benar-benar lemah. Cengeng, tidak berguna, tidak diinginkan, dan apa kata Drake tadi? Perempuan jalang.

Aku memakai kacamataku lagi sambil berusaha untuk menelan semua air mataku karena hinaan Drake yang sangat menyakitkan. Berbelok ke sudut, aku memasuki koridor yang dindingnya penuh dengan lukisan. Untuk sampai ke kamarku, setiap hari aku harus terus selalu melewati koridor yang dipenuhi dengan lukisan Charlotte Hunter, mendiang ibu Drake. Seorang pelukis terkenal yang karyanya pernah masuk ke buku sejarah yang pernah kubaca.

Aku tidak memiliki kepandaian khusus di bidang seni, tapi entah kenapa aku dapat menebak sifat ibu Drake dari lukisan realis dan juga surealis yang berjejer rapi di sepanjang koridor. Hal itu cukup mudah karena aku pernah membaca buku tentang psikologi warna. Dan melihat hampir semua lukisan Charlotte yang mengambil warna terang dan berani, yang pasti kaku dan tertutup bukan salah satunya sifatnya. Tebakanku sifat Charlotte pasti sangat ceria seperti warna yang selalu dipilihnya; kuning dan juga oranye.

Kebanyakan lukisan Charlotte sangat eksplisit. Menggambarkan pria dan wanita tak berbusana dan juga fantasi liarnya yang diwujudkan dalam bentuk gambar di atas kanvas. Charlotte pasti bukan wanita pemalu, ia mungkin adalah wanita dengan gairah besar seperti yang selalu ia lukiskan. Tentu saja aku tidak bisa begitu yakin, siapa yang tahu kalau rupanya Charlotte berbeda dengan apa yang kubayangkan?

Tapi dari semua lukisan Charlotte, yang paling menarik perhatianku adalah lukisan yang berada di sebelah tirai beledu merah tua yang menutupi jendela tinggi. Lukisan itu adalah satu-satunya di antara seluruh lukisan yang ada di rumah ini yang memiliki warna pastel yang lembut; menggambarkan seorang wanita cantik berambut keemasan yang sedang menggendong bayinya.

Don't Make Me Let You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang