Don't Make Me Let You Go - Chapter Six

25.2K 1.1K 32
                                    

Don't Make Me Let You Go - Chapter Six

“Bagaimana kalau kau tinggal bersama Drake di Boston, Caitlyn?”

Aku harus diam selama beberapa detik untuk bisa mencerna apa yang dikatakan Lionel.

Apa?

“Jangan bercanda!”

Saat mendengar seruan marah Drake, pandanganku langsung tertuju padanya. Wajahnya terlihat sengit dan tidak setuju. Ia membuka mulutnya lagi. “Aku tidak—“

“Diam, Drake. Aku tidak minta pendapatmu untuk masalah ini,” sela Lionel tegas. Ia menyesap anggur dari gelas berkaki panjang yang ia pegang. Lalu tatapannya kembali lagi padaku. “Bagaimana, Caitlyn? Setelah semester ini selesai, tahun depan adalah tahun terakhirmu di sekolah dan kau sudah harus masuk universitas. Apa kau sudah merencanakan bagaimana masa depan yang kau inginkan?”

Aku berkedip.

Masa depan?

“Aku bertaruh dia belum pernah memikirkannya,” gerutu Drake sambil memotong makanannya dengan tidak sabar.

Aku terdiam. Menunduk untuk melihat piring berisi daging ayam saos mentega yang belum sempat kusentuh. Tiba-tiba selera makanku langsung menghilang saat akhirnya berhasil mencerna apa yang baru saja dikatakan Lionel.

Tinggal bersama Drake? Tinggal…bersama…

“Caitlyn?”

Aku kembali menatap Lionel yang duduk di ujung meja. Wajahku sepertinya memucat. “Ti-tidak, menurutku itu…ide buruk.” Sangat buruk. Ya Tuhan, tinggal bersama Drake rasanya hampir mirip artinya dengan mencelupkan diri sendiri ke dalam lubang neraka.

Lionel tersenyum penuh pengertian. Tapi ia tetap mencoba, “Kenapa? Kau bisa mencoba tes masuk di Harvard. Kalau kau mau masuk universitas itu, aku bisa mengaturnya.”

Aku menggeleng pelan. “Harvard terlalu bergengsi untukku.”

“Benarkah?” gumam Lionel. Ia tetap tersenyum. “Apa yang ingin kau lakukan di masa depan nanti, Caitlyn?”

Mom yang daritadi diam tiba-tiba saja berkata pada Lionel. “Jangan mendesaknya. Lagipula masih ada waktu untuk memikirkan tentang hal ini.”

Terima kasih, Mom.

Lionel masih menatapku seperti sedang memikirkan sesuatu. Aku menunggu dengan gelisah apa yang akan dikatakan Lionel selanjutnya. Tapi untungnya setelah beberapa saat, ia mengangguk setuju dan kembali menyesap anggurnya lagi.

Aku menghela napas lega. Lalu mulai menyantap makan malamku. Rasanya lidahku mati rasa saat memikirkan apa yang ingin kulakukan di masa depan nantinya. Apa yang dikatakan Drake anehnya benar; Selama ini aku selalu hidup dengan mengikuti arus, tak pernah sekalipun aku terpikir untuk membuat rencana yang matang untuk apa yang ingin kulakukan di masa depan.

Diam-diam aku menatap Drake yang duduk di seberang meja. Lecet-lecet di wajahnya sudah mulai memudar dan dia baru saja dinyatakan sudah sembuh total. Cepat memang, tapi kalau dipikir-pikir sudah dua minggu berlalu sejak kecelakaan yang menimpanya.

Selama Drake belum dinyatakan sembuh, ia dipaksa untuk selalu berada di rumah. Tentu saja gerutuannya tiada akhir. Meskipun begitu kelihatannya ia tidak pernah mencoba untuk melanggar apa yang dilarang oleh ayahnya.

Saat aku kembali fokus untuk memotong makananku, tanpa sadar aku mulai merenungkan akan perubahan perlakuan Drake padaku. Entah sejak kapan, ia tidak pernah terlihat mencoba untuk mengerjaiku habis-habisan. Padahal saat kecil dulu ia selalu memojokkanku dengan berbagai macam cara kejam. Bahkan dulu ia tega mengunciku di lemari selama berjam-jam. Bukannya aku mengeluh karena hampir selalu dianggap tidak ada oleh Drake, hanya saja aku mulai mengerti apa yang lebih buruk dari kebencian.

Don't Make Me Let You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang