Don't Make Me Let You Go - Chapter Seven
------------------------------------------------
Mimpi buruk itu meninggalkan bekas.
Aku menelan jeritanku kuat-kuat saat menatap cermin dan mendapati adanya bekas gigitan berwarna merah-keunguan di leherku. Benar-benar tidak bisa dipercaya, apa aku digigit serangga?
Setelah meyakini diri sendiri berkali-kali kalau semua yang terjadi tadi malam hanya mimpi (mengingat fakta kalau aku terbangun di atas tempat tidurku), aku mengambil sisir dan mulai menyisir rambutku, sedikit terkejut saat menyadari kalau rambutku sudah bisa diikat. Dulu rambutku selalu dipotong pendek, aku tidak pernah berpikir untuk memanjangkannya karena selalu terasa berat dan mengganggu. Setelah selesai menyisirnya, aku mengikat rambutku menjadi ekor kuda.
Untuk pertama kalinya entah kenapa aku tertarik mencoba memakai lensa kontak yang sebenarnya sudah diberikan oleh Mom dari 2 bulan yang lalu. Aku selalu tidak pernah tertarik untuk memakainya karena sudah terbiasa dengan kacamata, tapi kupikir tidak ada salahnya mencoba melihat dunia dengan tidak melalui lensa.
Mengingat hari ini akhir minggu, mungkin aku bisa mengurung diri sendiri di kamar meski aku harus tetap keluar untuk sarapan. Mom tidak suka kalau aku melewatkan sarapan dan pasti akan memberikan ceramah lengkap tentang larangan menjalani diet keras. Andai saja Mom tahu, kalau sebenarnya tidak ada yang kuinginkan selain menambahkan lemak di dalam tubuhku. Payudaraku kecil dan tubuhku nyaris seperti tiang listrik. Tidak ada bagian tubuh yang kusukai apalagi yang bisa kubanggakan, karena itu aku selalu menutupi tubuhku dengan berpakaian nyaris seperti suster di biara.
“Sialan, kenapa kau tidak memakai baju?!”
Jantungku berhenti. Benar-benar terasa berhenti selama dua detik sampai akhirnya berfungsi lagi dengan tidak normal saking cepatnya. Berbalik dari depan meja rias, aku melihat sosok Drake yang berdiri terpaku di depan pintu dengan raut wajah yang seakan tak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya.
Ikut tidak percaya, aku menundukkan kepalaku dengan tololnya untuk melihat apa yang dilihat Drake.
Demi neraka.
Aku tidak memakai apa-apa.
Sepertinya ini waktu yang tempat untuk menjerit.
“APA YANG KAU LAKUKAN DI SINI?!” jeritku keras-keras. Aku berdiri dan langsung berlari ke arah tempat tidur, menyambar handuk yang teronggok di atasnya. Setelah membalut tubuhku dengan handuk, aku menyadari kalau Drake masih berdiri di depan pintu.
Dan bagian terburuk adalah ia sudah menutupnya.
“Demi Tuhan, Drake! Pergi dari sini!”
Drake kelihatan tidak mendengarku. Ia malah mulai berjalan maju ke depan sementara matanya menyusuri tubuhku dari kepala sampai kaki. Tubuhku menggigil. Aku mulai merasa benar-benar aneh. Rasanya seperti waktu di mimpi itu, saat Drake menciumku. Tenggorokanku tiba-tiba terasa tercekik, telapak tanganku amat panas. Dan tubuhku—well, tidak ada yang bisa menggambarkan rasa tegang menggelanyar yang mencengkram perutku. Secara naluriah, dan mungkin untuk mempertahankan diri, aku melangkah mundur ke belakang.
Tiba-tiba Drake berhenti. Wajahnya memucat dan ia juga ikut melangkah mundur sampai punggungnya menekan dinding. Tubuhnya membeku dan terlihat sulit untuk bernapas. Aku hampir ingin mendekatinya untuk memeriksa apa ada yang salah dengannya, tapi untunglah tiba-tiba dengan perlahan ia mulai bergerak. “Pakai bajumu!” bentaknya. Setelah itu ia berbalik dan keluar dari kamarku dengan diiringi suara pintu yang ditutup dengan keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Make Me Let You Go
Teen FictionCaitlyn Hunter sudah tahu perasaannya pada Conrad Shelton, sahabatnya sendiri tidak akan pernah terbalas. Ia sudah tahu, namun harapan selalu menjadi iblis yang menjadi teman baiknya. Membuatnya berangan-angan suatu hari, suatu saat, dan entah kapan...