Don't Make Me Let You Go - Chapter Eight
------------------------------------------
Teh hitam.
Aku merengut saat mencoba untuk menyeruputnya sekali. Pahit. Sangat pahit. Tapi rasanya kepahitan yang amat sangat diperlukan untuk membuat kepahitanku saat bertemu dengan Drake tadi hilang dari ingatan.
Saat bekas itu menghilang, aku akan membuatnya lagi.
Menegaknya sampai habis, aku membiarkan rasa pahit dan panas yang menyengat terasa membakar di lidah, tenggorokan, dan mengalir hingga mengusir perasaan menggelanyar di perut.
Ya Tuhan, ini semua benar-benar konyol.
“Jadi, apa saja yang kau lakukan di Dublin?” Aku mendengar Mom bertanya pada Conrad.
Dari atas cangkir teh, aku menatap Conrad yang duduk di bangku seberang. Ia duduk dengan menumpukan kakinya di atas lutut, tampak nyaman dengan posisinya. “Tidak banyak,” jawabnya santai. Ia mengulurkan tangan untuk mengambil biskuit dari piring di atas meja sebelum melanjutkan dengan suara pelan, “Dublin sudah banyak berubah.”
“Tentu saja,” sahut Mom dengan seulas senyum tipis. “Tidak ada hal yang abadi di dunia ini.”
Aku meletakkan cangkirku kembali ke atas tatakan keramik cina di atas meja. Diam-diam menyetujui pernyataan itu.
“Tentu saja ada.” Conrad menyanggah sambil mengunyah biskuitnya. “Ikatan darah contohnya. Ah, hmm, siapa yang membuat apa yang kumakan sekarang? Sepertinya aku bisa bertahan hidup hanya dengan memakan ini—“ ia mengulurkan tangannya untuk mengambil sepotong biskuit mentega lagi.
“Mom yang membuatnya,” jawabku spontan, ikut mengambil biskuit dan menggigit ujungnya yang teksturnya seperti melumer di lidah.
“Ah, berbakat.”
“Kau, sir, sungguh pintar bicara,” kata Mom pada Conrad sambil tersenyum riang. Wajahnya berseri-seri. “Aku tahu Rosie jauh lebih pintar dariku.”
Conrad tersenyum genit dan mengedipkan sebelah matanya pada ibuku. “Aku suka rasa yang berbeda dari apa yang dibuat oleh tangan wanita.”
Aku langsung tersedak biskuit.
“Astaga!” Mom terkesiap. Ia menatapku yang duduk di seberangnya dengan wajah pura-pura syok. “Tolong katakan padaku kalau bocah ini sedang tidak menggodaku!” serunya sambil tertawa cekikikan.
Aku menyipitkan mataku pada Conrad yang membalas tatapanku dengan senyuman yang terlalu dibuat-buat. Mendengus, kulipat tanganku di bawah dada dan menaikkan daguku tinggi-tinggi.“Kau, sir, memang selalu penuh tipu muslihat.”
Conrad mengernyit. “Kau melukai perasaanku,” katanya. Ia memegang dadanya dan mengelusnya sambil memasang raut wajah menderita.
Melihatnya, aku tidak bisa lagi menahan tawaku yang segera menyembur keluar. Setelah itu kami bertiga tertawa bersama dan kembali bercakap-cakap mengenai berbagai topik. Sejak dulu Conrad memang seorang pembicara yang baik. Menyenangkan dengan selera humor yang sedikit nakal namun cerdas. Dan dari caranya menunjukkan minat besar pada percakapan di sekitarnya, pria itu tampak jelas tidak pernah memandang serius dirinya sendiri. Dia adalah jenis pria yang selalu tampak cocok dalam situasi apa pun meskipun sikap santainya terkadang menjengkelkan.
Dan sungguh, aku benar-benar merindukan keadaan seperti sekarang ini. Rasanya seperti kembali ke masa lalu, saat Conrad yang selalu datang tanpa peringatan ke rumah dan membawa serta anjingnya (malah terkadang anjing-anjingnya). Anak yang kurang ajar dan benar-benar nakal, begitu kata Mom saat melihat Conrad untuk pertama kalinya 5 tahun yang lalu. Tentu saja dengan nada bercanda, aku tahu kalau Mom sangat menyukai Conrad meski pun ibuku alergi dengan bulu anjing. Bahkan saat pria itu membawa 3 ekor anjingnya ke rumah, Mom hanya memberitahuku sambil bersin-bersin untuk menyuruh kawanan anjingnya dibawa keluar ke halaman depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Make Me Let You Go
Teen FictionCaitlyn Hunter sudah tahu perasaannya pada Conrad Shelton, sahabatnya sendiri tidak akan pernah terbalas. Ia sudah tahu, namun harapan selalu menjadi iblis yang menjadi teman baiknya. Membuatnya berangan-angan suatu hari, suatu saat, dan entah kapan...