Don't Make Me Let You Go - Chapter Ten
“Bisakah kau jelaskan padaku kenapa kau mengendap-endap seperti itu?”
Aku berbalik, anehnya tidak merasa terkejut saat melihat sosok besar Lionel di bawah cahaya lampu. Ia berjalan mendekatiku sambil membawa dua gelas cangkir mengepul di kedua tangannya. Matanya menatapku lekat-lekat dari balik kaca matanya yang berbingkai persegi.
Aku menutup pintu menggunakan punggung. Setelah itu memandang hampa ujung sepatu kets-ku. Anehnya meskipun sudah tertangkap basah, aku tidak bisa merasa bersalah. Bahkan takut atau ngeri pun tidak. Lagipula Lionel berhak curiga, mengingat pintu di belakangku adalah pintu yang biasanya digunakan untuk jalan masuk para pelayan.
Ujung sepatu Lionel menyentuh ujung sepatuku. “Caitlyn?” panggilnya, tegas dan menuntut jawaban.
Aku menelan ludah ke tenggorokan yang terasa pedih. Aroma kopi yang tajam membuatku menaikkan kepala dengan perlahan. Selama tiga detik aku menatap cangkir yang dipegang Lionel sebelum menatap mata peraknya yang balas menatapku dengan terkejut. Ada garis-garis kekhawatiran di sekitar matanya saat ia berkata, “Kopi?”
Aku mengangguk canggung sementara Lionel menyerahkan cangkir yang ia pegang di tangan kanan padaku. “Terima kasih,” ucapku, suaraku terdengar pecah bahkan untuk telingaku sendiri.
“Wajahmu sangat pucat. Ada apa?” tanya Lionel lugas.
“Aku tidak enak badan,” gumamku sambil memandang bayanganku dari atas genangan kopi. Ekspresi apa yang kutampilkan saat ini? Mendesah pelan, aku menaikkan cangkir ke bibir dan mencoba untuk menyesapnya sekali.
Dan langsung tersedak.
“Astaga, Caitlyn?” Lionel mengambil cangkir kopi dari tanganku sementara aku menggeleng sambil mengernyit jijik.
“Pahit!” Astaga, kopi itu jauh lebih pahit dari teh hitam yang tadi pagi kuminum!
“Ah,” Lionel mengerjap, “aku pasti memberikan kopi milik Drake.”
“Drake?” Aku menggigit lidahku yang meremang. Kopi pahit dan Drake. Oh, well, aku mengerti.
Lionel memiringkan kepalanya. “Apa kau baik-baik saja?”
“Aku tidak—“
Kata-kataku langsung terputus saat tiba-tiba mendengar suara rendah dan kasar yang familier.
“Dad, apa kau masih di sini?“
Sial. Aku mengutuk kesialanku saat melihat sosok Drake yang berbalut celana jins dan kaos hitam dari balik bahu Lionel. Hebat, tampaknya usaha kesialan untuk menyiksaku habis-habisan berhasil dengan sukses.
Lionel berbalik menatap anaknya. “Ada masalah apa?”
“Sepertinya ada kesalahan perhitungan pada laporan audit yang kau berikan padaku.”
Lionel mengangguk. “Aku mengerti. Aku akan memeriksanya sekali lagi, tapi—“
Tiba-tiba Drake menatapku tajam. Tatapannya seakan tidak melewatkan apa pun yang bisa ia lihat. “Aku akan mengantarkannya kembali ke kamar.”
Lionel memindahkan tatapannya ke arahku. “Apa kau membutuhkan dokter, Caitlyn?” tanyanya lembut.
Aku langsung menggeleng. “Tidak, sungguh. Mungkin aku hanya kedinginan karena berjalan-jalan di taman pada tengah malam.”
“Apa yang kau lakukan di sana malam-malam?”
“A-aku—“
“Sepertinya dia baru melihat bunga tuberose, Dad,” sela Drake mengejutkanku. “Bunga itu baru ditanam oleh tukang kebun dan hanya mekar di malam hari. Wangi dan bentuknya sangat eksotis, aku akan menunjukkannya padamu kapan-kapan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Make Me Let You Go
Teen FictionCaitlyn Hunter sudah tahu perasaannya pada Conrad Shelton, sahabatnya sendiri tidak akan pernah terbalas. Ia sudah tahu, namun harapan selalu menjadi iblis yang menjadi teman baiknya. Membuatnya berangan-angan suatu hari, suatu saat, dan entah kapan...