Don't Make Me Let You Go - Chapter Twelve
--------------------------------------------------------
Selalu.
Tiba-tiba Drake melepas pegangan tangannya dan kembali berjalan. Aku masih terdiam. Mendengar bunyi degup jantungku yang mengencang. Kejadian tadi malam mulai terbayang di benakku. Memang masih samar, namun tetap berhasil membuat sekujur tubuhku memanas.
Sebenarnya apa saja yang telah kulakukan kemarin malam?
“Gerakkan kakimu, lamban!”
Aku tersentak. Baru menyadari kalau Drake sudah berada jauh di depanku. Wajahnya tampak kesal. Sama sekali bukan pertanda bagus. Aku menelan ludah dan dengan berat hati mulai kembali berjalan. Dalam hati aku berdoa kejadian semalam hanya mimpi buruk atau khayalan semata. Mungkin aku terlalu melebih-lebihkan, namun apa yang Drake lakukan padaku selama bertahun-tahun membuatku tidak bisa berhenti untuk selalu merasa pesimis.
“Drake?” panggilku tidak yakin. Pria itu kembali berjalan di depanku sementara aku menarik jarak lebar di antara kami berdua seperti sebelumnya.
Drake tidak berbalik ataupun menjawab. Langkahnya yang lebar membuatku harus berlari-lari kecil agar dapat mengimbanginya. Suara percikan air mengiringi tiap langkah cepat yang kuambil. “Drake!” panggilku lagi setelah beberapa lama.
Akhirnya Drake memperlambat langkahnya. Ia menatapku yang akhirnya bisa berjalan di sampingnya. “Apa?” hardiknya.
“Kemarin…” aku harus mengatur napasku dengan susah payah sebelum melanjutkan dengan gugup, “Kemarin malam aku…ah, maafkan aku. Aku…” aku berhenti. Wajahku memanas. Aku menunduk menatap genangan air yang pasti disebabkan oleh hujan kemarin malam. Tercium bau jejak hujan yang sudah samar-samar. Bulu kudukku meremang karena tiba-tiba aku kembali teringat akan alasan kebencianku pada hujan.
“Terima kasih,” bisikku. Tidak tahu lagi harus berkata apa. Aku kembali mendongak untuk menatap wajah Drake. Ada sorot terkejut di matanya sebelum akhirnya kembali seperti semula setelah ia mengerjap.
“Apa kau ingat apa yang terjadi semalam?” tanyanya datar.
“Tidak,” jawabku sambil menggeleng. Tanpa sadar kami berdua sudah sampai di depan rumah. Aku mendongak. Menatap nanar gerbang tinggi di hadapanku itu.
“Apa kau akan berterima kasih padaku kalau aku berkata bahwa kita berhubungan seks semalam?”
Kurasakan jantungku mendingin. Aku kembali menatap Drake dengan napas tertahan. “Kita tidak melakukannya.”
“Memang tidak. Tapi sebaiknya kau tidak berterima kasih pada seseorang sebelum kau tahu apa yang dilakukan orang itu padamu,” ujar Drake datar. Ia berjalan melewati gerbang depan yang sudah terbuka secara otomatis dan kembali berjalan mendahuluiku.
Aku terdiam memperhatikan punggungnya dari belakang. Entah kenapa ada sesuatu di dalam diriku yang bergetar. Namun apapun itu, aku memilih untuk tidak mencari tahu.
“Cat!”
Aku mengangkat kepalaku. Dahiku mengerut saat melihat sosok perempuan dari kejauhan. Belle. Gadis itu sedang berlari menghampiri kami berdua. Ia mengepang rambut ikal pirangnya ke belakang dan masih tampak mengagumkan meski hanya mengenakan tank top putih dan celana jins pudar.
Belle berhenti di depan Drake yang sekarang sedang melipat lengannya di bawah dada. “D, terima kasih karena sudah membawanya pulang,” kata Belle, ia tampak tidak kesulitan mengatur napasnya setelah berlari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Make Me Let You Go
Teen FictionCaitlyn Hunter sudah tahu perasaannya pada Conrad Shelton, sahabatnya sendiri tidak akan pernah terbalas. Ia sudah tahu, namun harapan selalu menjadi iblis yang menjadi teman baiknya. Membuatnya berangan-angan suatu hari, suatu saat, dan entah kapan...