Don't Make Me Let You Go - Chapter Eleven

27.3K 1.1K 67
                                    

Don't Make Me Let You Go - Chapter Eleven


Langit sama seperti kita. Terkadang ia menangis.

Perkataan ayahku dulu tiba-tiba terngiang di telingaku ketika samar aku mendengar suara hujan. Tes, tes, tes. Diawali dari tetesan sebelum berganti menjadi derasan. Begitu deras hingga aku bisa merasakan airnya membanjir di pelupuk mataku. Tidak, tidak, tidak. Jangan lagi, aku tidak ingin kau menangis lagi. Suara tangisanmu menyakitiku. Menakutiku. Ya, aku takut, Papa. Gantikan suara hujan dengan suaramu lagi. Suara lembutmu yang hanya bisa kudengar lagi di dalam memoriku.

Te quiero mucho, Papa.

Aku menyayangimu, Papa. Aku mengatakannya padamu dan kau membalas perasaanku dengan tawa yang mengalir keluar seperti madu. “Yo también te quiero, mi princessa.”  Papa tersenyum. Senyum lebar yang hampir mencapai mata cokelat gelapnya. Ia menatapku sekilas sebelum kembali menatap jalanan yang basah ditumpahi air dari langit.

“Sebesar apa, Papa?” tanyaku polos. Suara deras hujan yang mengentak-entak atap mobil membuatku harus meninggikan nada suaraku beberapa oktaf.

“Sebesar apa?” ia mengulang pertanyaanku dengan kening berkerut dalam. “Kau terlalu banyak menonton film drama.”

“Mom menyukainya.”

“Aku membencinya.”

“Cowok dalam film selalu menyukai apapun yang wanitanya sukai.” Tentu saja aku yang masih berusia sembilan tahun tidak pernah mengerti kenapa.  

“Itu penipuan secara tidak langsung. Tidak ada pria di dunia ini yang menyukai drama,” sanggahnya yakin. Setelah itu ia meracau dalam bahasa Spanyol yang bisa disimpulkan kalau ia akan melarang Mom untuk mengajakku menonton film untuk kebaikan otakku yang harus diasah dengan realita dunia.

Aku memutar bola mataku dengan bosan.

“Nah, mengenai pertanyaanmu, Querida, aku menyayangimu sekecil ini.” Tiba-tiba ayahku mengganti topik secepat kilat. Ia melepas tangan kanannya yang memegang stir, mendekatkan telunjuk dan ibu jarinya hingga hampir saling menyentuh. Tangannya yang lain masih mengendalikan laju mobil.

“Kecil?” tanyaku bingung.

Papa tersenyum geli, tangan kanannya mengelus panjang rambutku sebelum kembali memegang stir. “Aku bukan peniru kalimat dalam film dan novel roman picisan yang mengatakan bahwa cinta sejati berukuran setinggi langit dan sedalam samudera. Tidak Mi querida—sayangku, aku percaya sesuatu yang besar bisa banyak terbagi dan terlalu berat untuk kau genggam.”

Aku memiringkan kepalaku, menatapnya tidak mengerti. Usiaku masih terlalu muda saat itu, tapi entah kenapa aku merasa bisa mengingat apa yang dikatakan Papa saat ini untuk bertahun-tahun kedepan. Mom sering berkata bahwa ayahku adalah pria yang bijaksana, terlampau cerdas untuk kebaikannya sendiri. Tapi di sisi lain, ia memiliki selera humor yang tinggi. Kontradisiksinya terkadang membuat Mom salah tingkah.

Tiba-tiba Papa menjulurkan tangannya, menyentuh bagian tengah dahiku dengan jari telunjuk kanannya. “Gadis kecil, jangan terlalu sering mengerutkan dahimu.” Ia tersenyum. Senyum brilian yang mungkin bisa mencairkan bongkahan es dengan mudah. Setelah itu ia kembali menatap jalanan yang berkabut setelah memberi elusan lembut terakhir di rambutku.

Ya, yang terakhir.

“Caitlyn!”

Aku terkesiap kaget. Kilasan cahaya putih memenuhi mataku. Sangat terang. Memenuhi pandanganku. Menyakitiku. Aku mendengar suara jeritan dan kusadari itu adalah suaraku sendiri.

Don't Make Me Let You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang