📖 Biar Kita Bisa Jalan 📖

224 54 76
                                    

•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Coba lihat. Ada yang pura-pura nggak tahu, padahal udah sadar kalau disia-sia."

•••

     Anggi pikir Anggra akan membawanya keliling kota sambil menjajah tiap jajanan di pinggir jalan seperti kencan ketiga mereka—sekitar delapan bulan yang lalu.

    Jalan-jalan berdua di sore hari sambil motoran dengan orang tercinta adalah sebuah kenikmatan yang hakiki bagi Anggi.

     Nyatanya, Anggra malah memberhentikan motor bebeknya di pelataran rumahnya. Anggi jelas bingung. "Loh, kok ke rumah kamu?"

      Anggra melepas helm, lelaki itu mengisyaratkan agar Anggi turun dari motor. Anggi menurut, matanya terus mengamati sang pacar.

     "Aku lupa kemarin ada PR. Dikumpul besok lagi. Kalau malem mana mungkin aku bisa konsen. Jadi tolong bantu aku, ya, Nggi. Baru kita jalan," Anggra memelas.

      Anggi mendengus.

Ngerjain PR?

      "Ya?" pinta Anggra setelah lelaki itu turun dari motor dan berdiri di sampingnya.

      Anggi tersenyum masam. "Hm."

     "Jangan ngambek." Anggra menoel pipi Anggi.

     "Enggak," jawab Anggi cepat.

Enggak bisa enggak.

     "Senyum dong." Anggra menarik kedua sudut bibir Anggi ke atas dengan tawa geli.

      Anggi memaksakan senyuman lebar. "Senyummm."

       Anggra tertawa. Lelaki itu meraih tangan Anggi untuk digenggam dan menuntunnya memasuki rumah. "Di rumah cuma ada Ical," katanya memberi tahu. Ical itu sepupu Anggra dari pihak ayahnya. Mereka sangat dekat, sampai Ical yang sering ditinggal keluar kota oleh kedua orang tuanya memilih tinggal di rumah Anggra.

      "Ayah sama Ibu ke mana?" Anggi mendudukkan dirinya di sofa bulu milik Anggra.

       "Lagi ke rumah Bude. Bentar, ya. Aku ambil bukunya."

       Anggi mengangguk. Gadis itu mengamati Anggra yang berjalan menuju kamarnya yang terletak di depan kamar Ical. Lelaki itu membuka sebuah pintu bercat cokelat dan masuk ke dalam sana.

      Beberapa saat kemuadian Anggra muncul—membawa setumpuk buku tulis di tangan kanan dan sebuah buku paket di tangan kiri.

Your Work My Work (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang