📖 Aku Suka Sama Kamu 📖

93 13 22
                                    

•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kita nggak harus bersama sebagai sepasang kekasih. Teman aja udah lebih dari cukup."

•••


   Seperti kesepakatan keduanya, Ical menjemput Anggi pukul setengah delapan malam alias sehabis Isya. Lelaki itu meminta izin pada Ani terlebih dahulu sebelum membawa Anggi bersamanya menuju pasar malam yang terletak di lapangan dekat pendopo.

   Pasar malam yang selalu dibuka setiap sebulan sekali di akhir minggu itu tidak pernah sepi. Seperti sekarang contohnya, Anggi harus berdesak-desakan dengan ratusan pengunjung yang mengantre tiket bebas naik wahana.

    "Awas." Ical menarik Anggi, merangkulkan tangannya pada bahu temannya itu, sebab ada seorang pria berbadan kekar yang hampir menginjak kaki Anggi.

   Anggi merapat pada Ical, alisnya menyatu mengamati lelaki tadi yang tampak mencurigakan. "Gelagatnya aneh nggak, sih?"

   "Hm?"

   Anggi mendongak. Dia sedikit menjauh ketika sadar jaraknya dengan Ical tidak terlalu jauh. "Coba kamu perhatiin, deh. Dia kayak ngincer tas Mbak-Mbak yang pakai pakaian serba merah." Mengabaikan apa yang barusan membuat jantungnya berdentuman, Anggi menyuarakan kata hatinya.

   Apa yang Anggi katakan membuat Ical mengamati gerak-gerik pria tadi. Alisnya terangkat tinggi saat merasa apa yang dikatakan Anggi benar. "Coba kamu bilang Mbak-nya suruh bawa tasnya ke depan. Jangan di belakang gitu bahaya," usulnya.

   Anggi mengangguk mantap. Di tempat ramai seperti ini kita memang harus waspada. Mengingat kasus kriminalitas di Indonesia sangatlah tinggi.

    Gadis itu memisahkan diri dari Ical. Kaki panjangnya melangkah, membawa badannya berjejalan dengan beberapa orang sampai berhasil berdiri di belakang Mbak-Mbak tadi. Otomatis, Anggi sekarang berdiri juga di samping pria mencurigakan.

   "Mbak." Anggi menepuk bahu si wanita.

   Wanita yang pakaian serba merah dengan serenteng gelang emas di tangannya itu menoleh. Anggi bisa melihat pria di sebelahnya pucat pasi. "Eh, iya, Dek?" tanyanya.

   Anggi tersenyum. "Maaf sebelumnya, Mbak. Saya cuma mau mengingatkan, tasnya lebih baik digendong ke depan. Perhiasannya juga diamankan. Di tempat umum kayak gini nggak menutup kemungkinan seseorang untuk berbuat jahat. Malah bisa jadi banyak yang ngincer perhiasan Embak."

   Entah peka atau bagaimana Anggi tidak tahu, wanita di hadapannya itu melirik pria di samping Anggi, bahkan ketika Anggi tidak mengatakan apa pun soal itu. "Oh, iya, Dek. Makasih ya udah diingetin."

   Anggi tersenyum kecil, mengangguk. "Ya, sama-sama."

   Pria di sampingnya mendesis, pergi jauh dari sana. Anggi berharap, semoga tidak ada korban lain yang benar-benar kejambretan jika pria itu memang seorang kriminal.

Your Work My Work (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang