📖 Main, Yuk 📖

272 56 79
                                    

Assalamualaikum...
Halooo, jumpa lagi👋
Angger kali ini akan menemani Ramadan kalian dengan cerita Your Work My Work (yang sempet dipublish sebagai cerpen) dalam event #Ramadanseries2021 bersama Moccachino Publisher!
Hope you like it, hope you support me!><
Selamat membaca dan menikmati ceritanya~
Tandai jika ada tipo(͡° ͜ʖ ͡°)
❤Terima kasih❤

Halooo, jumpa lagi👋Angger kali ini akan menemani Ramadan kalian dengan cerita Your Work My Work (yang sempet dipublish sebagai cerpen) dalam event #Ramadanseries2021 bersama Moccachino Publisher! Hope you like it, hope you support me!><Selamat me...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Rindu itu berat, kayak semen tiga roda."

•••

    Kamar yang didominasi warna biru dan gambar Doraemon itu tampak rapi. Tidak ada benda yang tidak pada tempatnya. Lampu tumbler yang menghiasi dinding dimatikan, padahal biasanya menyala sepanjang hari. Ada dua lemari besar penuh buku yang akan mengambil atensi orang saat  pertama kali memasuki kamar itu.

     Seorang gadis yang baru saja mandi keluar dari kamar mandi. Dia berjalan ringan menuju lemari sambil bersenandung. Setelah mengambil dalaman dan celana, dia segera mengenakannya.

     "Kak, jemurannya!"

     Teriakan Ibu membuat Anggi yang sedang memakai baju mempercepat gerakannya. Gadis yang mengenakan kaus oblong bergambar Doraemon itu berlari terpontang-panting dari kamarnya menuju lantai dua—tempat jemuran pakaian.

     "Kak!"

     "Iya, Bu! Ini lagi Kakak ungsiin!" jawab Anggi keras supaya sang Ibu mendengarnya.

     "Bagusss. Ibu ke rumah Bu RT dulu, ya, ada arisan! Pokoknya diangkatin semua, jangan sampai ada yang kehujanan!"

      "Iya! Hati-hati!" Anggi mulai memindahkan pakaian setengah basah itu ke tempat yang aman agar tak terkena hujan. Sedikit kesulitan, karena di mana-mana ada kabel listrik. Maklum, kawasannya merupakan kawasan padat penduduk. Jika tidak berhati-hati, Anggi bisa saja kesetrum.

    Jangan sampai.

    "Fyuh." Anggi bernapas lega. Dengan sempoyongan, gadis berambut panjang itu berjalan ke dapur untuk mengambil minum. Di tengah jalan, saku celananya bergetar—tanda ada panggilan telepon. Buru-buru Anggi mengangkatnya.

     "Hallo."

     "Hallo, Nggra!" Anggi senang bukan kepalang. Akhirnya, setelah seharian tak ada kabar, Anggra meneleponnya.

    "Maaf, ya, baru bisa ngabarin."

     "Nggak apa," Anggi mengapit ponsel dengan telinga dan bahu, sedangkan tangannya digunakan untuk menuang air ke dalam gelas, "aku tahu kok kalau kamu lagi sibuk futsal."

      Pacar Anggi—Anggra—tertawa di seberang. "Emang, ya. Kamu itu pacar yang pengertian."

      Anggi menegak airnya sampai tandas. Mendengar ucapan Anggra pipinya bersemu kemerah-merahan. Anggra selalu tahu cara memujinya dengan mulus tanpa akal bulus. "Gimana tadi futsalnya?" tanyanya mengalihkan perhatian.

     "Kalah poin. Gila, sih, tadi si Wildan mainnya. Brutal banget kayak ayam nggak dikasih makan sebulan."

      Anggi tertawa. "Ayamnya mati, dong?"

     Anggra tertawa juga. "Sekarang lagi di mana?"

      Anggi menatap sekitar, mengernyit sekilas. "Dapur."

      "Berarti di rumah, 'kan?"

     "Iya. Kenapa?"

     "Lagi sibuk nggak?"

      Anggi berpikir sejenak. Jika dibilang sibuk, tidak. Namun, Anggi punya setumpuk tugas sekolah plus pekerjaan rumah seperti menyetrika segunung baju dan mencuci piring yang belum diselesaikan. "Eng ... enggak, sih."

      "Serius?" tanya Anggra skeptis.

      Anggi mengangguk mantap. "Ya, serius. Kenapa?"

      Anggi yakin Anggra sedang tersenyum di seberang sana. "Main, yuk."

      Anggi terdiam. Terakhir kali dia main dengan Anggra itu seminggu yang lalu. Pacarnya itu sedang sibuk-sibuknya latihan futsal, makanya dia jadi ditelantarkan. Mumpung ada kesempatan emas, mumpung Anggra sedang tidak sibuk, Anggi pun menjawab dengan semangat yang membara, "Hayuk!"

Your Work My Work (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang