Dissapointed (3)

1.1K 55 6
                                    

Jangan lupa teken bintangnya 🥺

Hey i' am back 😆
Udah lama gak nulis, jadi amburadul. Maaf yaa.

____________

"Rapat selesai," Suara tegas keluar dari mulut Cici, menandakan bahwa rapat selesai saat itu juga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Rapat selesai," Suara tegas keluar dari mulut Cici, menandakan bahwa rapat selesai saat itu juga. Tak sampai lima menit, ruang rapat kosong melompong, menyisakan Cici yang termenung di tempatnya.

Suara helaan napas berat darinya reflek keluar begitu saja. Suara Yayah melintas di pikirannya.

"Aku udah cape Ci berharap. Tidak ada lagi harapan di rumah tangga aku. Batas kesabaran aku sudah mencapai batasnya. Mungkin ini adalah pilihan terbaik yang kupunya."

Cici memejamkan mata sebentar, suara Grace pun ikut menimpali di pikirannya.

"Cisandra, aku masih menunggu sampai kamu siap."

Setitik keraguan pun muncul di diri Cici. Telapak tangan tadinya tercengkram kini menangkup wajah cemasnya. "Ya tuhan. Aku harus bagaimana?"

"Cisandra?" Suara lain mengkagetkannya.

"Huwwaaaa," sentaknya. Ia berbalik. Kerutan wajah Ghalil lah yang menghias netranya. Anehnya ia anggap sangatlah tampan. Secuil ingatan terakhir bersama Ghalil membuatnya membeku di tempat.

Shit. Ia memaki dalam hati.

"Akhirnya kamu sadar juga saya panggilin." Ghalil sedikit terkekeh.

"Hah?" Cici kebingungan. Memangnya udah berapa kali Ghalil memanggilnya.

Menangkap kebingungan Cici, "ini ke-10 kalinya saya manggil kamu."

Mulut Cici sedikit terbuka, mengerti ucapan Ghalil. "Maaf, aku lagi banyak pikiran."

Raut wajah Ghalil berubah sesaat. "Emangnya kamu lagi mikirin apa?"

"Kepo," Jawab Cici cepat dan dijawab oleh kekehan Ghalil. "Gak capek duduk? Gak mau minum kopi gitu." Komentar Ghalil, sambil menaikkan tentengannya, "di ruangan kamu?" Lanjutnya

Senyum merekah terbit di bibir Cici, membuat Ghalil ikut tersenyum pula. "Boleh." Cici sampai berdiri sangking senangnya, "tau gak itu saran yang paling sempurna disituasi ini."

.

Slurpp. "Hmm enak."

Secangkir kopi itu kini ia dekatkan ke wajah dan menghirupnya pelan. "Baunya juga enak."

Sekilas Ghalil tersenyum mendengar hal tersebut. "Syukurlah kalau kamu suka."

Cici mengangguk riang. "Enak, buat pikiran jadi tenang."

"Emang apa yang membuat pikiran kamu tidak tenang tadi?"

Seruputan Cici terhenti. Pandangannya lurus ke Ghalil, wajah penuh tanya menghias wajah lelaki itu. Setelah menaruh cangkirnya diatas meja ia terdiam sesaat lalu menjawab, "perasaan aku."

Baby with meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang