Delapan Belas

79 12 6
                                    

Mereka semua terkejut terkecuali Azrael yang hanya menampakkan senyum tipis merendahkan. Schweta dan Azura menaikkan alis mereka. Suara teriakan tersebut berhasil membuat heboh satu ruangan.

" Kau! Apa kau sengaja melakukannya?! " Teriak sang putri tidak terima. Sementara Verizha menatapnya datar lalu mengambil serbet dan menghapus sisa teh di tangannya.

Lady Harl yang menjadi tutor hari itu hanya diam mengamati keributan bodoh yang dibuat oleh putri walikota Utara Princess Katherine. Kesal karena diabaikan Katherine mengayunkan tangannya menampar Verizha di depan semua orang.

" Hentikan sikapmu tuan putri Katherine. Tindakan yang kau lakukan akan semakin membuatmu terlihat murahan. " Sekali lagi Verizha menahan tangan Katherine. Matanya menatap dalam dan tajam, dia memang tidak memiliki bakat mengintimidasi tetapi dia sedikit meniru bagaimana cara Azrael memarahinya.

" Apa maksudmu!? " Balas Katherine menyelak.

" Hm.. aku khawatir apa yang akan ku katakan ini akan membuat malu kehormatan mu. " Verizha tersenyum sinis.

" Pertama, kau berniat sengaja menumpahkan teh yang kau pegang. Kedua, kau kehilangan kendali atasmu dan mencoba melukaiku. " Sambung Verizha lalu menghempaskan tangan Katherine. Beberapa diantaranya mulai berbisik-bisik hal itu membuat Katherine menatap benci Verizha yang telah memperlakukannya dan membuat gaunnya kotor.

" Lady Harl, sepertinya saya tidak bisa mengikuti pelatihan selanjutnya. "

" Tidak masalah yang Mulia, hari ini kegiatan cukup sampai disini. Semoga kejadian memalukan hari ini tidak membuat harimu buruk. " Kata Lady Harl. Verizha mengangguk kemudian meninggalkan ruangan tersebut. Sementara itu Katherine yang kesal hanya bisa menahan emosinya namun tersenyum tipis seperti puas akan sesuatu yang akan terjadi selanjutnya.

Di lantai atas Schweta menatap calon suaminya dan Azura hanya mengangguk. " Dia akan baik-baik saja, lihatlah ekspresi wajah nya. Senyuman yang jarang terlihat di wajah dinginnya itu " kata Azura memberikan telepati sambil menunjuk sang kakak lewat matanya.

Setelah keluar dari kelas Verizha melangkahkan kakinya menuju paviliun Utara yang letaknya cukup jauh dari tempat dia berdiri sekarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Setelah keluar dari kelas Verizha melangkahkan kakinya menuju paviliun Utara yang letaknya cukup jauh dari tempat dia berdiri sekarang. Jantungnya berdetak tidak karuan sembari memegangi tangan yang terkena air panas karena insiden sebelumnya.

Sesekali ia meringis ketika luka bakar ditangannya tidak sengaja menyentuh gaunnya. Panas yang menjalari tangannya membuatnya ingin menangis. Dari sekian banyak tempat di kerajaan besar milik Azura ia memilih menetap diam di paviliun Utara.

Setelah tiba Verizha memposisikan badannya duduk bersandar di kursi yang memang tersedia disana untuknya. Semilir angin berhembus membuatnya nyaman dan mencoba memejamkan mata sejenak melupakan rasa perih ditangannya.

" Ah sshh.. kenapa malah semakin sakit. " Gumamnya merasakan sakit, luka bakar yang semula merah berangsur menghitam seiring berjalannya waktu. Matanya membulat terkejut ketika menatap luka di tangannya yang mulai menghitam. Dia yakin sekali kalau tadi hanya terkena sedikit cipratan air panas.

Everything On You Are MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang