Sebelas

647 36 3
                                    

Pria itu berjalan tegap lurus seakan dia tidak peduli dengan tatapan heran disekelilingnya. Lagipula siapa yang akan menatap lama dirinya? Hal seperti itu sama dengan menyerahkan diri untuk dibunuh secara sukarela. Semua orang yang ada di sana menunduk patuh kala Azael melangkah tenang memasuki lorong utama. Tak lupa gadis yang tertutup jubah hitam digendongnya. Azura hanya menatap kedatangan Azael dengan ekspresi wajah geram yang ditunjukkan oleh Kakaknya itu. Sepertinya ia tahu apa yang barusan terjadi, meskipun penasaran ia tidak ingin melakukan hal yang sama. " Berurusan dengan manusia ternyata sangat merepotkan " gumamnya dalam hati yang disambut tatapan datar langsung dari Azael.

" Aku benar bukan? " Azura mengangkat setengah kedua tangannya. Ia tidak ingin memancing keributan, namun fakta justru sebaliknya. Meskipun tidak sengaja Azura selalu saja bisa memancing emosi Azael meski dalam hal kecil sekalipun. "Dua hari lagi aku akan kembali ke dunia manusia. " Ucap Azael menjauhi Azura, suara tapak sepatu terdengar nyaring memenuhi sepanjang lorong hingga ia berhenti di depan sebuah kamar. Sepasang pintu besar terbuka bersamaan memperlihatkan kamar besar nan luas. Tidak begitu banyak barang penghias namun letak keseluruhan furniture terpasang rapi di setiap sudut ruangan maupun di tengah. Azael merebahkan tubuh Verizha dan melepas jubah yang menutup hampir seluruh tubuhnya.

" Bukankah sudah ku katakan kau itu milikku? Semuanya, tanpa terkecuali. " Azael mengusap rambut panjang Verizha dan berhenti tepat dimana Leviathan meninggalkan bekas. Ya tepat dimana tanda kontrak itu tercetak. Bukan hal yang sulit jika iblis ingin mengambil atau merebut sesuatu dari iblis lainnya. Bahkan dengan sedikit tipuan dan rayuan mereka manusia dengan mudahnya berpindah ke lain tangan. Azael menajamkan kuku jari telunjuknya dan menusuk tepat ditengah tanda kontrak tersebut. Darah yang mengalir akan menjadi pengampunan dosa gadis itu dari kesalahannya. Verizha menggeliat merasakan sakit dan panas sepertinya terbakar di pundaknya, kedua matanya terbuka menatap sekeliling yang nampak aneh dan asing.

" wow! seharusnya aku membawa kamera kesini." ucapnya saat sadar kalau dia berada di tempat yang bukan rumahnya. Terlalu besar kalau disamakan dengan rumah rumah di dunia manusia. Ia tidak melupakan terakhir kejadian sebelum ia berpindah ke ruangan besar ini, pundaknya juga masih nyeri saat digerakkan ataupun ia sentuh. Sepertinya ia tidak menyadari rasa sakit di pundaknya, mungkin sesuatu telah terjadi adanya saat dia pingsan, langkah kecilnya kini menelusuri ruangan klasik yang terlihat megah. Matanya kini tertuju pada pemandangan di balkon depan ruanganya sekarang. Sebagian besar komplek istana ini dapat ia lihat dan juga pemandangan jauh ke depan.

"Pemandangannya sama seperti dunia manusia, atau ini hanya ilusi? hiih bukan bukan disini semuanya tidak normal!" ucapnya bermonolog sambil membayangkan semua makhluk hidup yang ada di tempat ini. Semuanya mengerikan, ia lebih suka bertemu ulat di dunia manusia yang tidak mengerikan seperti di tempat ini. Suara pintu di buka mengalihkan perhatiannya, suara tapak sepatu berjalan angkuh mendekati dirinya. Dia tau siapa pemilik suara dan juga aura itu namun ia tidak berani berbalik atau memang sengaja menghindari.

"menghindariku eh?" suara dingin dan datar itu memecah keheningan. Tangan besarnya memeluk sebagian tubuhnya dan juga lehernya. Verizha terengah saat oksigen mulai menipis dari paru-parunya. Cekikkan tangan Takashiro terlalu kuat dileher kecilnya, bahkan dengan posisi seperti itu dia dapat dengan mudah mematahkan leher Veriza ataupun membunuhnya secara cepat. " Ta..kashiro aku tidak bisa bernapas!" cicit Verizha saat merasakan oksigen semakin menipis. Kepalanya terasa berat dan juga pening, Takashiro melepaskan tangannya sebelum gads itu benar benar mati dan membiarkannya terbatuk-batuk dilantai. Pria itu hanya menatap datar tanpa berniat menolong atau mengucapkan satu kata.

"Lady.. bukankah sudah kukatakan semua yang kau miliki itu mlikku? Kenapa kau membiarkan orang lain menyentunya? " Takashiro berjongkok lalu mencengkram rahang Verizha.

" aku tidak- "

" sstt.. tidak ada bantahan. You're mine. Urusi gadis kumuh ini agar terlihat seperti ternak pada umumnya. " Takashiro melepaskan cengkraman tangannya lalu pergi setelah memberi perintah kepada 4 orang dibelakangnya. Mereka hanya menunduk patuh kecuali satu orang pelayan tua yang hanya menggeleng heran.

"kalian dengar? segera siapkan seluruhnya sekarang. lakukan dengan bersih jika kalian masih ingin berada di tempat ini" ucap wanita tua itu memberi perintah lalu mendekati Verizha yang masih terduduk lemas dibalkon. Belum sembuh nyeri dipunggungnya sekarang ditambah lagi luka di sudut bibirnya yang sedikit sobek. " cih! dasar iblis! " ucapnya mengumpat sembari menyeka sedikit darah di bibrnya.

" Kami semua memang iblis nona. Dan perlu anda tahu setiap manusia yang datang kesini hanya akan di jadkan makanan oleh bangsa kami. " wanita tua itu berjongkok lalu mengulurkan sebuah obat diwadah kecil. Verizha hanya menatap obat dan wanita tua itu bergantian. " tenang saja, ini hanya salep untuk mengobati luka di sudut bibir anda. Tuan besar meminta saya mengurusi anda jadi saya tidak akan membiarkan luka sekecil apapun ada di tubuh anda. " sambung wanita tua itu menjelaskan. Verizha mengangguk dan mengambil salep tersebut dan mengoleskannya tipis di sudut bibir dan juga pundaknya. Sedikit ringisan menjadi tanda bahwa obat tersebut memang bekerja dengan baik.

" sudah saatnya anda mandi, setelah itu makan dan kembali beristirahat. " Wanita tua itu bangkit dan mulai memasuki ruangan disusul Verizha mngekor dibelakangnya.

" maaf aku tidak tau nama mu jadi bagaimana caraku memanggilmu?" Tanya Verizha hati-hati. ia tidak ingin melakukan kesalahan yang sama. siapa tahu wanita tua di depannya ini sama galaknya dengan majikannya. Terlebih perkataan sebelumnya dimana manusia hanya dijadikan makanan. Tidak terima namun faktanya demikian.

" Claudia. Panggil saja seperti itu nona tanpa embel-embel lainnya. Saya sudah lama tinggal bersama kedua pangeran itu jadi saya paham kenapa anda dibawa keruangannya dan bukan ke penjara dimana semua manusia sesat berkumpul untuk di santap. " Wanita tua bernama Claudia itu mendorong Verizha untuk mandi lalu menutup pintunya.

Tugas selesai,selanjutnya ia harus memilih beberapa potong pakaian untuk dipakai. Beberapa pelayan sempat berbisk tidak suka, kenapa manusia ada di tempat yang tidak seharusnya. Bagi mereka masuk kedalam ruangan ini merupakan suatu anugrah yang tidak bisa sembarang orang masuki kecuali Claudia. Claudia hanya menggeleng heran mendengar celoteh para pelayan yang merasa iri. " Jangan berpikir macam-macam atau bertindak sesuatu pada gadis itu." sahutnya memberhentikan gosip para gadis pelayan.

" tapi nyonya, kenapa harus manusia yang tuan besar bawa? "

" bahkan raja tidak berkomentar apapun. bukankah raja sangat selektif bagi siapa saja yang masuk ke dalam istana ini? "

" kalian tidak berhak mengatur! ingat siapa kalian! jika bukan karena mereka kalian hanya akan menjadi budak. Sudah sana lanjutkan pekerjaan lain. kali ini saya hanya butuh Lena disini, sisanya kembali ke perkerjaan sebelumnya. " Ucap Claudia memberi perintah. Gadis pelayan tersebut menunduk lalu mulai meninggalkan ruangan.

" maaf menyela nyonya, mereka ada benarnya. ini sedikit mengejutkan terlebih tuan besar memiliki-"

" cukup Lana, jangan di teruskan. itu bukan urusan kita lagipula kita memiliki banyak pekerjaan disini "

Verizha mendengarnya. Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan Takashiro dan juga wanita bernama Claudia itu. Acara mandi dan juga perawatan lainnya telah selesai, kini ia terlihat cantik dengan gaun panjang berwarna hitam tidak lupa dengan aksesoris rambut berbentuk mahkota kecil menghiasi kepalanya. " bukankah seharusnya aku memakai pakaian lebih lusuh dari sebelumnya? apa ini yang dimaksud dengan hewan ternak? " tanya Verizha sesaat setelah selesai dirias oleh Claudia dan juga Lana.

Kedua wanita itu hanya tersenyum lalu keluar ruangan meninggalkan Verizha dengan pertanyaan tanpa jawaban. Mereka tidak bisa menjawab semua pertanyaan, lebih tepatnya itu bukanlah ranah mereka untuk menjawab meskipun mereka mengetahui jawabannya.

To be continue...

Everything On You Are MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang