Epilog 3

1.1K 172 25
                                    

"Bukankah sudah diurus Soonyoung?"

"Sudah... Tapi belum selesai semua."

"Kenapa tidak minta Soonyoung saja untuk menyelesaikannya?"

"Sebenarnya siapa yang jadi bos di sini?"

"Choi Seungcheol," kata Seokmin. Penuh penekanan di sana-sini. Mengubah posisi rebahannya. Ke sisi kanan, karena khawatir obrolannya dengan Seungcheol malam ini malah membangunkan Jisoo. "Tapi tolong tugasku diringankan sedikit. Lagipula Soonyoung itu wakilku. Sudah seharusnya dia menggantikan tugasku jika dalam keadaan mendesak."

"Mendesak seperti apa?"

Haruskah Seokmin menceritakan masalahnya secara detail? Ya... Memangnya kenapa tidak? Seharusnya tidak masalah. Anggap saja sebagai acara curhat dadakan agar Seokmin tidak merasa pusing sendiri. Dan sebagai orang yang lebih berpengalaman, mungkin Seungcheol memiliki solusi terbaik.

Tapi di lain sisi, Seokmin khawatir keluh kesahnya ini akan terdengar oleh Jisoo. Tidak. Itu dia masalahnya. Situasi sekarang pasti akan menjadi lebih buruk. Seokmin tidak mau Jisoo merasa dirinya telah membebankan sang suami. Maka dari itu, dengan penuh kehati-hatian, Seokmin berusaha bangkit dari ranjang mereka. Dengan tidak kalah hati-hatinya pula Seokmin membuka pintu dan keluar dari kamar. Duduk di sofa ruang tengah. Menyalakan televisi dengan volume yang sangat kecil. Mulai bercerita. "Aku tidak mengerti. Jisoo menjadi sedikit lebih sensitif akhir-akhir ini."

"Sensitif?" Seungcheol mengulang salah satu kata yang terlalu ambigu di telinganya.

Seokmin menganggukkan kepala. Mengangkat kaki ke atas sofa. Siap menjelaskan lebih detail. "Semua masalah berawal dari weekend kemarin. Jisoo hampir muntah begitu memasuki restoran ayam. Katanya restoran itu bau. Padahal aku dan Haeun tidak mencium aroma yang membuat mual sama sekali. Hanya aroma ayam goreng yang sangat lezat. Akhirnya kami makan di restoran yang memiliki menu lengkap. Supaya Haeun tetap bisa makan ayam, dan Jisoo memesan menu yang lain. Kami juga harus duduk di rooftop supaya aroma yang Jisoo keluhkan tidak begitu tercium."

"Hanya itu?"

Lagi. Seokmin menggelengkan kepala. Ia belum menyelesaikan ceritanya. "Besoknya aku pulang bekerja seperti biasanya. Tapi tiba-tiba Jisoo melempariku dengan bantal dan mengatakan badanku sangat bau. Padahal sebelum kejadian di restoran ayam itu, kami sering langsung melakukannya begitu aku pulang bekerja dan dia tidak pernah mengeluhkan bau badanku. Sudah tiga hari kami tidur terpisah. Dia lebih memilih tidur di kamar Haeun dibandingkan tidur denganku. Dia bilang badanku bau, padahal aku sudah mandi. Bisa kamu bayangkan betapa stresnya aku tidak mendapat jatah selama lima hari? Akhirnya malam ini dia mau tidur denganku, setelah aku mandi tiga kali. Tapi tetap tidak mau diajak bermain. Tidur membelakangiku. Kami... Cheol? Choi Seungcheol? Kamu masih di situ?"

Tidak ada jawaban beberapa saat, akhirnya suara tawa lelaki seumuran Seokmin itu menggelegar. Selain membuat kesal, juga membuat telinga pengang. "Ini bukan pertama kalinya kamu menikah, Seok."

Kening Seokmin mengerut. "Apa maksudmu?"

"Memangnya almarhum istrimu dulu tidak bertingkah seperti itu?"

Kini giliran Seokmin yang terdiam sejenak. Berpikir. Berusaha mengingat kejadian lama. "Dulu... Kurasa tidak?" jawab Seokmin dengan ragu. "Apa istrimu tingkahnya seperti Jisoo?"

"Ah... Ya. Kupikir tingkah wanita hamil akan seragam. Ternyata tidak, ya? Jadi almarhum istrimu dulu seperti apa?"

"Dia... Hanya mual? Juga sering sakit-sakitan. Tapi dia juga... Eh, tunggu dulu," Seokmin baru sadar dengan pernyataan sekaligus pertanyaan Seungcheol tadi. "Hamil? Apa maksudmu?"

Oh! My Mama (✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang