3. Belum Mengenal

1.1K 198 37
                                    

Di salah satu sudut pusat kota, berdiri sebuah kafe yang ukurannya tergolong besar untuk hanya sebuah kafe. Dapat menampung sekitar tiga ratus orang dengan puluhan meja ragam kapasitas. Hanya dua orang, hingga belasan orang dengan meja memanjang. Mungkin terdiri dari tiga atau empat buah meja yang sengaja diletakkan sejajar lalu ditutupi dengan sebuah kain berwarna pastel. Memang hanya sebuah kafe. Namun tidak jarang Kafe Heaven ini disewa sepenuhnya selama hitungan jam sampai berhari-hari. Dijadikan sebagai lokasi perayaan ulangtahun, pernikahan, juga shooting sebuah drama, reality show, dan music video sebuah idol grup.

Biasanya kafe tersebut cukup ramai meskipun berkapasitas besar. Entah memang seperti itu setiap hari, atau hanya di saat akhir pekan. Seokmin tidak tahu. Ia hanya pernah mampir ke kafe ini di saat akhir pekan, mengajak keluarganya menikmati Hari Minggu yang terik dengan secangkir minuman dingin perperasa manis. Dan hari ini, Seokmin mengunjunginya lagi bersama kliennya. Suasana berbeda ia dapatkan. Tidak jauh berbeda dengan kafe lainnya, Kafe Heaven pun sedikit sepi jika di hari kerja.

Sekarang, Seokmin tertinggal sendirian di sana. Sendirian yang dalam artian sungguh-sungguh sendirian. Jam kerja baru saja kembali dimulai. Satu per satu pengunjung menuruni anak tangga demi menjemput sedikit Won. Namun Seokmin malah terlalu malas untuk kembali ke pekerjaannya. Dasar bapak tua. Tolong biarkan Seokmin menikmati umurnya sebelum benar-benar dikatakan tua.

Untuk menghapus sunyi, berulang kali Seokmin memeriksa notifikasi. Terhitung sudah lima belas menit berlalu sejak pesan terakhirnya terkirim dan dibaca oleh Jisoo. Pasti gadis itu sudah tidak jauh dari sana.

Insting Seokmin bekerja dengan sangat baik hari ini. Gadis itu meneleponnya.

"Sebelah mana?" tanya Jisoo.

"Lantai dua. Langsung naik saja. Nanti kupanggil. Di sini sepi. Tidak akan mengganggu siapa-siapa walaupun berteriak."

"Tapi aku berani bertaruh suaramu akan terdengar sampai ke lantai pertama."

"Wow. Sepertinya kita sudah saling mengenal satu sama lain. Oh, aku bisa melihatmu. Di sebelah kanan."

Jisoo langsung memutuskan sambungan telepon mereka. Mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi sebagai sapaan awal. Senyum pun tidak lupa menghiasi wajah Jisoo yang selalu cantik meskipun tidak mengenakan riasan. Mempercepat langkah kedua kakinya. Di sana sudah ada Seokmin bersama dua buah cangkir minuman dingin. "Sudah lama di sini?"

"Sekitar... Tiga jam, mungkin?"

"Ah, apakah ini minuman pesananmu yang kedua?"

"Yang ketiga lebih tepatnya," kata Seokmin. Tergelak menahan tawa. "Yang ini baru sekitar tiga menit lalu datang. Minumlah. Sengaja kupesankan untukmu. Kesukaanmu jus melon, kan?"

Jisoo mengangguk tanpa ragu. Melepas mantelnya. Juga melepas ikatan rambut yang sudah tersimpul cantik sejak awal ia memasuki bus. Terpejam menikmati rasa manis bercampur sensasi dingin. "Sepertinya ucapanmu tadi benar. Kita sudah saling mengenal satu sama lain. Ini benar-benar seleraku. Jus dengan sedikit susu."

Sudah saling mengenal satu sama lain. Kalimat sederhana namun memiliki makna yang mendalam. Mungkin tidak bagi sebagian orang. Namun bagi keduanya, Seokmin dan Jisoo, sebagai dua insan berumur dewasa dan pemikiran matang, ini sangat amat penting. Terutama bagi Lee Seokmin sendiri. Berkat beberapa alasan, saling mengenal adalah hal terpenting sebelum memulai suatu hal yang baru. Itu sebabnya ia terkesan menjadi seseorang yang pemilih. Meskipun tidak jarang bukan sosok yang dipilih.

Dan, berkat kalimat itu pula, keduanya merasa malu sendiri. Bukan sesuatu yang asing, sejujurnya. Namun bedanya, kali ini jauh lebih mendalam. Itu sebabnya mereka merasa wajib berhati-hati dalam mengambil keputusan. Entah itu bagi Jisoo yang tak memiliki pengalaman apa-apa, atau bahkan bagi Seokmin yang sudah hidup lama terlebih dulu hingga jutaan makna hidup sudah ia lalui dengan kesan sulit dilupakan.

Oh! My Mama (✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang