Epilog 2

1K 174 34
                                    

Jisoo bangun sedikit lebih pagi dari biasanya. Dan aktivitas pagi kali ini pun sedikit berbeda dari pagi di hari-hari biasanya. Biasanya, begitu membuka mata, hal pertama yang Jisoo lakukan adalah mencium pipi suaminya sambil mengucapkan selamat pagi. Membuka korden jendela meskipun matahari masih terkesan malu-malu untuk menampakkan dirinya. Sebenernya, tanpa harus dirincikan lagi, kalian pasti sudah bisa menebak apa alasan dibalik perubahan-perubahan kecil yang terjadi di pagi hari ini. Tapi tolong biarkan Jisoo untuk menjelaskannya. Anggap sebagai curhat colongan.

Jisoo menarik nafas panjang sebelum menyingkirkan selimut dan mencoba bangkit dari posisi tidurnya. Tarikan nafas kedua, Jisoo menoleh ke sisi kanan ranjang. Kosong tanpa penghuni.

Pagi ini, Jisoo terbangun sebelum alarm di ponsel genggamnya membangunkan. Yang itu artinya, belum menyentuh jam enam pagi. Dan tebakan tersebut memang benar adanya. Masih ada waktu lebih dari dua puluh menit sebelum jam enam pagi. Dan kenyataan yang lebih menyebalkannya adalah, di pagi kali ini Jisoo tidak dapat mencium pipi suaminya lalu mengucapkan selamat pagi.

Entah apa tujuan utama Seokmin di balik kalimat "kita tidur terpisah". Sejujurnya Jisoo pun sangat ingin mengajukan protes begitu mendengarnya. Bagi Jisoo, bukannya segera menyelesaikan masalah, acara tidur terpisah hanya akan membuat pertengkaran mereka berlangsung semakin lama. Semakin lama terjadi, sama artinya dengan akan semakin lama pula Haeun tidak pulang ke rumah mereka. Mengingat syarat yang diajukan ibu Seokmin untuk menjemput Haeun adalah mereka harus berdamai terlebih dahulu.

Dengan langkah yang lunglai Jisoo turun dari ranjangnya. Tanpa berminat menghampiri jendela. Bahkan sekadar mendekatinya. Merasa belum perlu membuka korden jendela. Langsung saja ia mendatangi kamar mandi untuk mencuci muka. Kalau bisa, cuci otak saja sekalian. Agar pikirannya sedikit lebih jernih. Tadi malam Jisoo sangat sulit untuk tidur. Terlalu mengkhawatirkan Haeun. Ditambah Seokmin sama sekali tidak bisa diajak kerjasama. Rencananya untuk langsung berdamai dan menjemput Haeun malam itu juga terpaksa pupus hanya dengan tatapan mata Seokmin. Tatapan mata yang mengisyaratkan bahwa keputusannya untuk tidur secara terpisah tidak bisa diganggu gugat.

Basuhan pertama di wajah, terasa sangat menyegarkan. Basuhan kedua, jauh lebih menyegarkan. Basuhan ketiga, Jisoo menargetkan beberapa sisi wajahnya yang mungkin menyimpan lebih banyak minyak wajah seperti kedua sisi hidung. Basuhan keempat, tangan Jisoo terhenti. Pintu kamar mandi berdecit pelan. Jisoo mendadak merinding. Setan, kah?

Basuhan kelima, ada yang memegang tangan Jisoo. Jisoo panik. Menepis. Menyimbur sosok itu dengan air yang masih mengalir di keran. "Setan!" teriaknya.

"Oh, kamu menikah dengan setan?"

Tunggu. Jisoo sangat hafal dengan suara itu. Buru-buru Jisoo menghapus sisa air di wajahnya. "Oh astaga, Lee Seokmin! Kenapa kamu mengagetkanku?"

Bukannya menjawab, Seokmin malah menghela nafas. Sedikit mendorong tubuh Jisoo agar mundur. Juga ingin cuci muka, rupanya. Bagus. Rasanya tangan Jisoo sangat gatal hendak mendorong kepala Seokmin agar ikut basah. Sekalian saja cuci otaknya. Tapi tidak. Biar bagaimanapun juga, biar bagaimanapun menyebalkannya pria Lee itu, tetap saja statusnya adalah suami Jisoo sendiri. Daripada membuat jengkel sendiri, Jisoo memutuskan untuk pergi.

Namun, satu kali kaki Jisoo melangkah, Seokmin sudah lebih dulu bersuara. "Tunggu di situ."

Sebagai istri yang baik, bukankah Jisoo harus menurut? Jisoo masih coba mengalah. Dengan perasaan yang masih jengkel, ia menyenderkan bahu ke dinding kamar mandi. Sadar dengan keadaan wajahnya yang masih basah, Jisoo meraih handuk yang tergantung tepat di samping wastafel. Selesai mengeringkan wajah, Seokmin malah sudah berdiri tepat di depannya. Tangan terlipat di depan dada. Sudah seperti seorang guru yang hendak memarahi salah satu muridnya.

Oh! My Mama (✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang