Pagi yang buruk. Bagaimana tidak, pagi ini Seokmin dibangunkan oleh gempa bumi. Dunianya terasa berguncang dengan kekuatan jutaan skala richter. Hingga tidak ada pilihan lain selain membuka mata dan melihat secara langsung apa yang telah terjadi. Nyatanya, dunia memang berguncang hebat. Namun hanya di posisi tidur Seokmin. Pelakunya tidak lain dan tidak bukan adalah anaknya sendiri. Lee Haeun.
Satu kali. Dua kali. Tiga kali. Seokmin terus memanggil nama lengkap anaknya itu. Tapi ia tidak juga berhenti melompat tinggi di atas ranjang sang papa. Dan, guncangan tersebut baru bisa dihentikan begitu Seokmin berhasil menarik paksa tangan anaknya hingga gadis cilik itu terjatuh. Menubruk guling. Tanpa segan Seokmin pun mengekang tubuh kecil Haeun dengan badannya sendiri. Padahal badannya tentu saja jauh lebih besar dibandingkan badan Haeun. Lee kecil itu mengerang kuat minta dilepaskan. Berteriak kencang meminta pertolongan neneknya.
Ah... Seandainya Ibu Seokmin melihat adegan kekerasan ini, sudah pasti wanita paruh baya itu akan mencubiti badan anaknya sampai memerah. Juga dengan bonus pukulan di belakang kepala.
"Papa bau!" teriak Haeun untuk yang kesekian kalinya.
Seokmin tidak peduli. Malah dengan beringas menciumi wajah Haeun yang sudah wangi sabun. Anak itu baru selesai mandi rupanya. "Wah... Anak papa rajin sekali."
"Hari ini aku ada ulangan harian."
Seketika pelukan mereka terlepas. "Benarkah? Berapa target nilaimu kali ini?"
"Seratus!" Haeun bersemangat menjawab. Turun dari ranjang Seokmin. "Makanya papa harus cepat-cepat bangun. Antar aku ke sekolah lebih pagi. Supaya aku bisa mengulang pelajaran sebentar di kelas, sebelum ulangan dimulai."
Seokmin menghormat ke hadapan anaknya. Meninggalkan tempat tidurnya begitu saja. Membiarkan putri semata wayangnya itu membuka korden jendela lebar-lebar dan sedikit merapikan selimut Seokmin yang sempat tergulung tak beraturan.
Pagi yang sangat cocok untuk menyantap roti bakar selai nanas. Bersama secangkir susu cokelat yang mereka berdua beli sepulang sekolah kemarin. Haeun bilang, ia mendapat rekomendasi dari teman-temannya. Seokmin sempat tertawa begitu tahu susu cokelat apa yang direkomendasikan tersebut. Susu tinggi kalsium. Alias susu yang memiliki klaim agar cepat menambah tinggi badan. Alhasil, Seokmin membeli susu lain untuk dirinya sendiri. Namun juga yang berperasa cokelat. Saat sarapan, Seokmin memasang kacamata bulatnya lalu mengambil kesempatan untuk mengirimkan pesan kepada Jisoo. Bertanya apakah hendak berangkat bersama.
"Papa, boleh aku pulang terlambat?"
Alis Seokmin terangkat. Meletakkan ponsel genggamnya ke samping gelas susu. "Mau ke mana kamu anak kecil?"
"Ke rumah teman. Ada tugas kelompok."
Seokmin menimbang sejenak. Mendengar suara notifikasi ponsel, sesegera mungkin Seokmin memeriksanya. Berharap balasan dari Jisoo. Nihil. Yang mengirimkannya pesan malah Kwon Soonyoung. Mengingatkan jadwal rapat hari ini. Seokmin menyingkirkannya lagi. "Bagaimana kalau tetap Papa jemput seperti biasa, lalu kalian Papa antar ke rumah temanmu itu? Supaya Papa tahu harus menjemput bidadari Papa ini di mana."
Sebenarnya merepotkan, kata Haeun. Tapi Haeun tahu betul bahwa keputusan papanya itu sama sekali tidak bisa dibantah. Seperti yang sudah-sudah. Percuma saja kalau ia mengajukan protes. Yang ada hanya akan buang-buang waktu dan juga tenaga. Maka dari itu, Haeun pasrah saja. Tidak mengatakan banyak hal lagi hingga mereka berdua sampai di depan gerbang sekolah. Ditambah lagi, Haeun mendapati papanya terus mengecek ponsel yang entah menunggu apa. Telepon, atau mungkin pesan. Lalu dari siapa.
"Papa menunggu siapa?" Haeun gagal keluar dari mobil. Malah berusaha mengintip apa yang ada di layar ponsel papanya. Nama Jisoo tertera di sana.
"Mmm? Tidak... Bukan apa-apa, Sayang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh! My Mama (✔️)
Fanfiction[SEOKSOO GS Fanfiction] Lee Seokmin, kepala divisi marketing S.Jet Express, mengemban misi khusus yakni menemui seorang desainer grafis. Namun yang anehnya, bukan hanya laporan keuangan S.Jet Express yang berubah begitu iklan dipasang. Tapi juga keh...