Salah Orang

14.5K 1.3K 103
                                    

Permasalah nya tempo hari yang lalu, kini sudah usai dan Daffin kembali di sibukkan oleh aktivitas sekolahnya dan juga pesanan online yang selalu ada setiap harinya.

Dan untuk pekerjaan sampingan, itu bukan pekerjaan yang di lakukan di luar sekolah. Jadi, tentu saja masih bisa Daffin lakukan apa lagi jika bukan menjadi pelayan atau tukang cuci piring di kantin sekolahnya. Karena hal itulah Daffin harus merelakan jam istirahatnya.

Tidak ada seorang pun yang tahu kecuali teman-teman satu sekolah Daffin jika ia memiliki pekerjaan di kantin, itu artinya Bagas, Indra dan Bara tidak tahu menahu. Entah apa yang akan terjadi jika mereka tahu mengenai hal ini.

Beruntunglah Daffin tidak satu sekolah dengan Bagas, jadi ia bisa bebas melakukan apapun sesuka hatinya. Jika kalian bertanya dimana sahabat Daffin selain Bagas? Jawabannya tidak ada, Daffin bukan anak yang sulit untuk bergaul tapi ia menutup dirinya untuk memiliki sahabat di sekolah. Lagi pula mana ada orang yang mau berteman dengan Daffin, biarkan saja Daffin tidak perduli.

Duduk sendirian di bangku barisan paling belakang, memandang lurus dan sesekali mencatat pelajaran yang tengah di sampaikan oleh seorang guru. Daffin sadar otaknya tidak secerdas dan sepintar itu untuk membolos dan melewatkan jam pelajaran. Beruntung jika ia bisa bertanya pada temannya yang lain, karena nyatanya tidak ada yang melihat atensi Daffin di kelas itu. Kecuali satu orang berandalan yang sering kali membuat keributan, hampir sama berandalan nya dengan Daffin.

Dia yang duduk di bangku ujung paling dekat dengan jendela dan sekarang tengah tertidur dengan tumpukan buku yang di jadikan sebagai bantalan, tepat di samping kanan Daffin. Hanya ia yang sering kali mengajak Daffin bicara, hm lebih tepatnya yang sering bertanya.

Yuda namanya, berandalan sekolah yang selalu masuk ruang bk dengan berbagai alasan. Tidak ada seorang pun yang mau berbicara dengan Yuda, namun entah karena apa tiba-tiba saja Daffin di lemparkan pertanyaan tapi tidak pernah bertanya siapa namanya, tinggal di mana atau apa pun itu untuk berbasa-basi.

Dan sekarang Yuda terbangun begitu guru yang mengajar pamit undur diri karena berganti jam pelajaran.

"Heh! menurut lu lebih enak makan mangga langsung dari pohonnya atau beli di warung?"

Terkadang Daffin menyahuti, kadang juga tidak. Tapi anehnya siswa lelaki itu tidak tersinggung atau pun marah jika Daffin mengabaikannya.

"Hm, lu tau gak kenapa kalo gelap gak keliatan?"

Daffin menoleh, merasa aneh dengan pertanyaan yang baru saja terlontar, tapi ia juga penasaran kira-kira apa yang di pikirkan lelaki di sampingnya hingga memikirkan hal random yang terkadang menguras pikiran Daffin.

"Gua kadang sering lupa kalo gua punya nama, lu tau gak kenapa?"

Daffin masih diam memperhatikan Yuda yang tengah bersandar pada kursi dan menatap ke luar jendela kelas.

"Menurut lu lebih asik nonjok orang yang gak tau apa-apa atau orang yang serba tau?"

Daffin menarik kursinya dan melangkahkan kakinya menghampiri meja Yuda lalu menepuk pundaknya. Yuda berbalik dan mendongak menatap Daffin.

"Kalo bisa dua-duanya kenapa harus pilih salah satu?" ujar Daffin sembari tersenyum lalu melangkahkan kakinya keluar dari kelas dan di susul oleh Yuda setelahnya.

.
.
.
.
.
.

"Jangan mengelak, jika ingin keluarga mu selamat. Cukup katakan di mana kau meninggalkan Gazel?" ucap seorang pria paruh baya.

"Anda kira saya peduli dengan mereka?" ucap seseorang yang kini terikat di sebuah pilar ruang bawah tanah yang di terangi oleh cahaya lampu yang temaram.

DaffinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang