Berkunjung

8K 820 26
                                    

Daffin tengah menikmati pemandangan di dalam handphone, ia bosan jika harus terus memandangi jalanan yang ramai jadi ia memutuskan untuk bermain game, karena itulah fokus Daffin bukan pada jalanan kota yang padat melainkan pada grafik gambar game yang sedang ia mainkan. Sementara di samping kanan terdapat Saga yang sama sibuknya dengan sebuah iPad di genggaman.

Sesekali Daffin memperhatikan Saga yang begitu fokus pada layar di hadapannya, sungguh bahkan ekspresi wajahnya menggambarkan dengan jelas jika Saga tidak bisa di ganggu, bahkan mungkin menolak untuk di ganggu.

Dimana Sean? Ia mengatakan akan menyusul setelah urusan nya selesai, entahlah memang ada keperluan atau hanya banyak alasan. Daffin sebenarnya cukup senang begitu Sean tidak satu kendaraan dengannya, tapi entah mengapa sekarang ia ingin Sean di sampingnya mengajaknya ribut atau membahas hal berbelit yang tidak dapat di tampung otak kecil Daffin.

"Ngapain si malah mikirin tu orang atu," gumam Daffin.

"Siapa dek?" tanya Saga yang masih sibuk dengan iPad nya.

"Eh? Ini orang yang lagi main game sama Daffin Dad, tiba-tiba nongol padahal Daffin ga suka sama dia," jelas Daffin.

"Jangan main game terus, nanti mata kamu sakit dek."

"Tanggung Dad bentar lagi mau menang."

Daffin yang kembali bosan setelah bermain game kini malah sibuk mengamati mimik wajah Saga meski kebanyakan yang terlihat hanya wajah datar yang tidak menjelaskan apa pun meski sesekali ada kerutan yang muncul di keningnya.

Dalam hati Daffin bertanya-tanya benarkah jika pria tersebut adalah ayah kandungnya? Ingin sekali Daffin bertanya seperti itu sekali lagi pada Saga, tapi ia tidak mampu. Ada rasa aman dan nyaman berada di samping Saga seolah Daffin sudah mengenal pria itu sejak lama, apa itu yang dinamakan ikatan batin? Semoga saja begitu.

"Kenapa dek?"

Daffin sedikit terkejut karena Saga menatapnya tiba-tiba seolah sadar jika dirinya tengah di perhatikan, "Eh em, nggak Dad. Cuma boring aja."

"Segitu bosen nya sampai liatin Daddy dari tadi."

"Apa si Dad jangan geer deh," elaknya sembari memalingkan wajah dan menatap jalanan di luar sana. Saga terkekeh melihat reaksi anak bungsunya tersebut, ia amat sangat menyadari jika Daffin tengah memperhatikannya dengan wajah polos. Persis seperti anak kecil.

Karena itulah ia mulai kehilangan fokus pada layar di genggaman tangannya dan malah menyibukkan diri melihat wajah polos Daffin lewat ekor matanya. Saga benar-benar tidak bisa menahan gemas melihat Daffin yang seperti itu.

Hingga mereka mulai memasuki kawasan pemakaman membuat jantung Daffin berdegup cukup kencang, secepat kilat ia menatap ke arah Saga.

"Kenapa kesini?" Namun Saga hanya diam. Diamnya Saga menghantarkan Daffin pada bayangan mengerikan yang mungkin akan mencengkram lehernya, seperti film horor yang tidak bisa Daffin tonton. Keringat dingin langsung membanjiri tubuhnya.

"D-dad?"

"Ini tempat peristirahatan terakhir Zella, Mommy kamu."

Nafas Daffin tercekat di tenggorokan. Huft, syukurlah jika begitu, setidaknya Daffin tidak sedang berada di dalam cerita bergenre horor. Tapi tunggu apa kata Daddy nya?

"K-kenapa gak kasih tau kalo mau kesini dulu?" Daffin memang sempat mengatasi ingin mengunjungi tempat peristirahatan Mommy, tapi ia tidak pernah mengira jika hari inilah ia akan bertemu ibu kandungnya.

Daffin tidak pernah berharap jika Mommy benar-benar sudah tidak ada, tentu Daffin merasa sesak ketika mengetahui hal tersebut. Namun mau bagaimana lagi ia tidak bisa berbuat apa-apa.

DaffinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang