Permintaan

8.2K 898 32
                                    

Daffin kembali ke dalam kamar nya setelah lelah berdebat soal peraturan yang akan mengikatnya nanti, dari sekian banyak aturan hanya satu yang bisa Daffin ubah yaitu permasalahan bodyguard yang akan terus mengawal Daffin kemana pun Daffin pergi dengan alasan ia akan belajar bela diri.

Hah, Daffin tidak tahu perasaan seperti apa yang sedang ia rasakan, bukankah harusnya sekarang ia sedang di mabuk asmara sama seperti sahabatnya, namun mengapa permasalahan keluarga yang tidak dapat Daffin mengerti yang harus ia hadapi.

Ia bertanya-tanya bagaiman jika keluarga yang selama ini merawat dan membesarkan dirinya tahu semua ini, mungkin mereka memang tahu jika Daffin bukan bagian dari mereka. Bahkan Daffin pun seringkali mengira jika ia bukan bagian dari mereka, tapi tetap saja Daffin tidak bisa menghilangkan sesak di dadanya.

Dan saat ini Daffin merasa takut, esok hari dirinya akan bertatapan dengan mereka. Yah itu adalah permintaan Daffin, setidaknya ia harus minta maaf dan berterimakasih secara langsung, karena bagaimanapun peran mereka sangat besar di hidup Daffin.

Daffin berbaring di atas tempat tidur, kembali menatap langit-langit kamar nya. Tunggu! Daffin merasa ada sesuatu yang ia lupakan. Ia bangkit mendudukkan tubuhnya di tepian kasur.

"Hp," gumam Daffin.

"Hp gua kemana anjir? Kenapa baru kepikiran sekarang?"

Daffin kembali keluar dari dalam kamarnya, berjalan melewati anak tangga hingga lantai satu.

"Mau kemana dek?"

Daffin mendongak ke atas, "Hp Daffin mana Dad?"

Daffin memutar arah niatnya yang ingin ke ruang keluarga berbalik menuju Saga yang berada di lantai dua, sepertinya baru saja keluar dari dalam kamarnya

"Handphone adek ada di bang Sean," ujar Saga.

"Ish males bet dah ketemu itu orang lagi," gumam Daffin. "Dimana orangnya Dad?" tanya Daffin.

"Siapa?"

"Bang Sean."

"Di kamarnya, adek udah minum susu?"

"Belum, Daffin ke kamar bang Sean dulu." Daffin berjalan melewati Saga dan masuk kedalam kamar Sean.

Daffin masuk begitu saja tanpa permisi atau mengetuk pintu, begitu ia masuk penglihatannya langsung di sambut dengan suasana kamar yang elegan dengan suasana yang sedikit gelap namun terkesan nyaman sangat berbeda dengan kamar Daffin namun untuk ukuran luas sepertinya hampir sama dengan luas kamar Daffin.

Kedua manik Daffin menelisik setiap bagian kamar tersebut, hingga pandangannya terhenti pada sebuah jendela yang tertutup garden yang sedikit bergerak diterpa angin malam karena jendelanya sedikit terbuka.

Daffin berjalan hingga di depan jendela tersebut, ia menyibak garden tersebut. Ish, Daffin kira hanya jendela biasa ternyata jendela tersebut adalah sebuah pintu kaca penghubung balkon. Apa kamarnya juga punya balkon ya?

Daffin menggeser pintu tersebut lalu menyembulkan kepalanya, ia kira jika Sean akan berdiri di tepian balkon sembari menatap langit malam, namun tidak ada siapa-siapa di luar sana.

"Lagi apa?"

Daffin terkejut dan segera berbalik, "Astaghfirullah, ngapain si tiba-tiba nongol?"

Dahi Sean tampak mengkerut, "Kamu yang sembarangan masuk kamar orang, kenapa abang yang di salahin?"

"Yaa, tapi bisa kali ga nongol tiba-tiba, macem setan aja," Daffin menepuk keningnya, "abang kan emang setan, maaf bang Daffin lupa. Semoga abang ga tersinggung ya?"

DaffinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang