"Gazelle Daffino Nalendra!"
Daffin tersentak, dia diam tak bergeming, pandangan matanya menggulir pada sumber suara. Tampak sosok Sean tengah berdiri, matanya kelam seperti dalamnya lautan bahkan tubuhnya tampak di selimuti kabut hitam. Mungkin kah ini akhir hidup Daffin, tamat sudah kisahnya.
Sean berjalan mendekat dengan mantap, langkahnya tampak menggema memenuhi ruangan itu yang hening tiba-tiba.
"Daffin," panggil Sean lagi.
Dengan gugup Daffin menatap manik Sean, "A-apa?"
Pake acara gagap segala anjim.
Jarak di antara Daffin dan Sean semakin mengikis, Daffin tampak melirik sekilas pada Sega yang hanya diam menikmati tontonan nya. Dengan sedikit menghembuskan nafas kasar kembali menatap Sean dengan pandangan tajam.
Apakah sudah saatnya bagi Daffin untuk mengeluarkan sisi buasnya? Iya, sekarang lah saatnya. Setelah meyakinkan diri sendiri, semua rasa takut lenyap begitu saja di pundak Daffin.
Tangan Sean terangkat mendorong kening Daffin pelan dengan dua jari, kemudian menangkup pipi Daffin yang mulai berisi, "Abang gak suka kamu bicara begitu, jangan di ulang ngerti? Masuk kamar istirahat jangan gadang besok kamu sekolah!"
Daffin menatap bingung pada Sean, hampir saja Daffin membayangkan dirinya yang di tampar keras oleh Sean. Keberuntungan kembali berpihak pada dirinya, entah setan apa yang memasuki tubuh Sean.
Sean tersenyum tipis kemudian mengusak surai Daffin, "Dengarkan apa yang tadi abang bilang?" tuturnya dengan penuh kelembutan.
"Emm," gumam Daffin.
"Jawab yang benar Daffin."
"Iya abang, tapi bentar abang sakit ya?" tanya Daffin sembari menyentuh kening Sean dengan telapak tangannya kemudian bergumam, "aneh, gak panas."
"Abang sehat dek, kamu doa in abang sakit?"
"Kagak! Ya aneh aja, tiba-tiba baik sama Daffin biasanya kan marah-marah terus sensi di senggol dikit langsung bacok."
"Aslinya abang baik dek, kamu nya saja yang sering bikin abang marah."
"Dih, baik mah baik aja kali," cibir Daffin sembari melangkahkan tungkainya menuju anak tangga, namun kembali berbalik. Sepertinya Daffin melupakan sesuatu yang sangat penting.
Luna
"Bang, kan abang katanya baik nih, coba buktiin soalnya Daffin punya satu permintaan. Bawa Luna kesini, dan besok pagi harus udah ada di garasi, mau di bawa ke kamar Daffin juga gapapa, oke bang?"
"Tidak." Bukan, bukan Sean menjawab tapi Saga.
Daffin langsung menatap sinis pada Saga sekilas kemudian menatap Sean dengan pandangan memohon.
"Abang kan baik gak kaya Dady, kalau gak mau berarti cuma ngomong doang, hilih kang ghosting."
"Luna?" tanya Sean heran.
"My motor."
Sean mengeluarkan sebuah gantungan kunci, "Tapi ada syaratnya, kamu harus nurut sama abang." Daffin mengangguk patuh.
"Besok abang kasih, sekarang adek tidur."
Daffin melompat kegirangan, "LOVE U abang, HATE U BAPAK SAGA," ujar Daffin penuh penekanan.
Daffin melangkahkan kakinya dengan semangat menaiki anak tangga bahkan senyum nya tak pernah luntur sedari tadi.
Kenapa gak dari dulu Sean berada di pihak Daffin, pasti dirinya akan merasa bahagia karena memiliki sosok abang yang bisa di andalkan. Yah hari ini mungkin baru Sean, tunggu beberapa hari lagi seluruh keluarga Nalendra akan bertekuk lutut di tangan Daffin Ha Ha Ha (ketawa jahat).
KAMU SEDANG MEMBACA
Daffin
Teen Fiction"Sebelah sini tuan." "Dobrak pintunya." . . . "Kenapa pintu kosan gua jadi kaya gini, anjir?" °°°°°°°°°° [No Copying !] ᕙ(⇀‸↼‶)ᕗ Hargai karya seseorangʕ·ᴥ·ʔ 📌Sorry for typo 📌Bahasa semi-baku 📌Terdapat kata-kata kasar Tindakan dan ucapan yang ka...