Enam

191 70 11
                                    

Ryu mengerjap kaget ketika menarik diri. Haru tidak menatapnya saat mendorongnya sekuat tenaga tapi Ryu sempat melihat sorot mata Haru yang penuh dengan rasa panik. Sinar matanya berkelebat dalam berbagai arti dan yang paling besar di antaranya adalah ketakutan. Tapi kenapa?

Ryu meragu sejenak sebelum akhirnya bergumam, "Aku hanya berniat membantu."

Haru masih memeluk dirinya sendiri ketika menjawab, "A-aku tahu. Maafkan aku. Aku tidak bermaksud..."

Jeda sejenak. Hanya terdengar bunyi jangkrik malam yang beradu dengan suara kendaraan umum selama beberapa saat yang lama sebelum akhirnya Haru melanjutkan, "Apartemenku sudah dekat. Kau boleh pulang."

Namun Ryu menggeleng cepat. "Tugasku adalah mengantarmu sampai ke depan apartemen. Jadi aku akan memastikanmu masuk ke dalam sebelum pergi. Ayo."

Ryu memimpin langkah, tak menunggu Haru untuk bereaksi. Akhirnya Haru mengikuti Ryu dari belakang dengan kepala tertunduk. Begitu sampai di lapangan parkir gedung apartemennya, Ryu mengulurkan tas pakaian milik Haru sambil menyeletuk, "Ogawa, apa aku terlihat menakutkan bagimu?"

Haru menerima tasnya sambil mengerjap bingung. "Apa?"

"Maksudku, setelah bertahun-tahun tidak bertemu, apakah aku sudah berubah menakutkan di matamu?" tanya Ryu.

Haru menggeleng. "Tidak. Kau tidak menakutkan."

Ryu tersenyum pahit. "Baguslah kalau begitu. Aku hanya ingin memastikan."

Haru tahu apa yang sedang dipastikan oleh Ryu dan karena itu ia menambahkan, "Bukan kau, tapi aku. Ada banyak hal yang tidak bisa kujelaskan."

"Dan sampai kau bisa melakukannya, aku akan berada di sini." Ryu tersenyum lalu melanjutkan, "Aku akan menunggu untuk mendengarkannya. Selamat malam, Ogawa."

Haru tak sempat mengucapkan selamat malam saat Ryu berjalan meninggalkannya. Ia hanya bisa berdiri di sana, memandang punggung Ryu yang menjauh dengan perasaan bersalah.

***

Keesokan harinya, ada dua bayi baru yang lahir di rumah sakit. Haru dan Ai sudah terbiasa dengan rutinitas mereka yang sibuk ketika menerima bayi baru di ruang bayi. Mereka bergantian memberi bayi susu, mengganti popok serta menidurkan bayi-bayi. Dan saat bayi-bayi tertidur, Haru dan Ai harus memperbarui laporan harian keadaan bayi di komputer. Untuk melakukan itu, Haru dan Ai menggunakan ruang tunggu kecil bagi para perawat di sebelah ruang bayi.

Ai melirik Haru yang baru saja menutup pintu ruang karyawan. Lalu ketika temannya itu duduk di sampingnya, Ai menyeletuk, "Kau tampak tidak fokus hari ini."

"Tidak bisa tidur," jawab Haru, tak bersemangat saat ia membuka buku laporan bayi.

"Ada yang terjadi semalam?" tanya Ai.

Isi pikiran Haru langsung tertarik pada kejadian semalam yang membuatnya resah. Dan tentu saja Haru tidak bisa menyembunyikannya dari Ai. Ai tahu segalanya tentang dirinya, termasuk rahasia terdalam dan mimpi-mimpi buruk yang ia pendam dalam-dalam. Dan juga kejadian yang tak ingin ia ingat itu... Ai mengetahui semua hal yang bahkan tidak diketahui ibunya sendiri. Dan karena itu, Haru tak punya alasan untuk tidak menceritakan apa yang terjadi semalam.

Haru mulai bercerita. Ceritanya tidak panjang, karena apa yang terjadi semalam begitu singkat namun cukup meresahkan. Dan ketika Haru selesai bicara, Ai langsung bertanya, "Kenapa kau merasa bersalah?"

Haru tertegun sejenak. "Entahlah. Karena... aku mendorongnya? Padahal dia berusaha membantuku."

"Kau tidak pernah merasa bersalah pada para pengawal sewaanmu. Kali ini terdengar berbeda."

Spring Breeze - 春のそよ風Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang