.
.
.
"Kak Juyeon beneran mau ngasih ini ke kita?" Tanya Jeno sedikit tak enak hati menerima buku bersampul merah itu.Juyeon mengangguk kecil, "gua udah baca isinya dan Hwa menuliskan, Whoever keeps this, please give it to the 513 Club, gua ga punya hak buat nyimpen ini lagi walaupun gua pingin. Ini hak kalian."
"Isinya apa, kak?" Tanya Eric.
Juyeon mengembangkan senyumannya, "kalau keajaiban waktu itu beneran ada, maka ini buktinya. Dia menulis peringatan untuk kita yang hidup hari ini—peringatan untuk orang biasa kayak gua dan kasus terakhir untuk kalian Klub 513."
"Kayaknya gua sering banget denger kalimat kasus terakhir tapi buktinya belom ada tuh, yang bener bener wujud kasus terakhir. Terus kayaknya gua krisis identitas, kak." Ucap Eric menekuk alisnya, "Klub 513 udah bubar, sekarang gua pengangguran."
Juyeon tertawa, "kalian anggota Klub terakhir. Kan, ga mungkin gua kasihin ini ke polisi, ntar yang ada malah diketawain gua."
Keduanya tampak masih enggan, Juyeon menghela nafas panjang. Memang, mereka udah ngalamin banyak banget tragedi sejak awal memutuskan menyelamatkan Klub 513 dari pembubaran, tapi mereka udah sejauh ini, kasus terakhir itu udah ada di depan mereka. Kan, kesannya kayak sayang benget kalo ga dilanjutkan—Padahal dalam hati, Juyeon malah kesel karena dia udah jauh jauh ke Rusia buat ngasih buku itu.
"Kalian inget klien pertama kalian?" Tanya Juyeon.
Keduanya mengangguk, "adik kelas kami, Minjoo."
Juyeon mengangguk paham, "kalo begitu, jadiin gua klien terakhir kalian. Tolong banget, selesaikan ini untuk terakhir kalinya. Penghormatan terakhir buat Seonghwa Zahuwirya ataupun Seonghwa Moran karena tanpa dongengnya, kalian gabakal jadi Klub 513—atau mungkin mantan anggota Klub 513."
Eric sebenarnya mau banget nerima itu. Tapi dia ga enak hati ama Jeno. Secara, dia yang bubarin Klubnya, masa dia juga yang merengek biar Jeno mau mengambil kasus itu? Namun, secara mengejutkan, Jeno meraih buku merah itu.
"Ga bisa janji bakal kebaca secepatnya." Ucap Jeno.
Juyeon tersenyum lega lalu mengangguk, "gua gabisa nolak itu. Makasih banyak buat kalian berdua. Gua bakal di Rusia untuk beberapa hari kedepan. Kalo kalian butuh sesuatu, nomor hp gua selalu online."
"Iya, kak." Ucap Eric girang.
"Ngomong ngomong, boleh gua minta sesuatu?" Tanya Juyeon.
"Boleh, kak.. Apa?" Tanya Eric.
"Ketika kalian membaca buku itu, membalik lembarannya, gua mohon, lakukan dengan lembut, karena cuma itu yang Seonghwa sisahkan buat Zahuwirya. Kisah lintas waktu di negeri Katulistiwa, kisah kecilnya yang indah dan dipenuhi corak sajak masa lalu dan masa kini. Jagalah dengan baik."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Musim gugur,
Jerman, 5 November 1945
Ini hari yang dingin, aku kembali mengingat tahun tahun dimana aku hanya bisa mendengar suara ombak yang tergulung dan kicauan burung yang terbang di atas tiang layar, tempat dimana aku selalu bisa melihat matahari terbit dan tenggelam di cakrawala dari atas sana.Untuk sesaat saja, aku merasa memiliki segalanya.. Bahu untuk menangis, dekapan hangat untuk berlindung, jemari untuk digenggam, telinga untuk berkeluh kesah, tawa untuk bahagia, punggung untuk bersandar dan yang paling penting adalah rumah untuk pulang. Aku mendapatkan segala yang dulu tak mungkin aku miliki.
"Awasi cakrawala dan arah angin maka kita akan baik baik saja. Tuhan akan menunjukkan jalan lewat hembusan angin dan air pasang di laut lepas."
Dulu aku sangat menyukai lautan, bau air asinnya seakan telah menjadi separuh dari kehidupanku. Namun, ketika pada akhirnya dia mati di pelukanku, meninggalkan kami dengan utopia tanpa nama, aku memiliki trauma pada lautan.Aku mulai menjaga apa yang dia tinggalkan karena aku telah berhutang budi dan mengucap janji untuk setia padanya.. walau pada akhirnya, aku gagal melakukannya. Tapi, aku tak akan membicarakan itu disini, kisah itu adalah rahasia, biarlah setiap tetes air di samudra yang menyimpannya atas izin Tuhan.
Tahun ini akan menjadi musim gugur terakhirku. Aku telah menyelesaikan buku ini tepat waktu untuk kalian yang hidup di masa depan. Besok aku akan menghabiskan seluruh waktuku di Haven van Rotterdam.. mengenang segala tentangnya yang telah Tuhan ambil dariku. Aku berdoa agar Tuhan tak melaknat ku karena tak bisa menjaga titipan itu dengan baik.Kemudian pada 7 November 1945, aku akan berangkat memenuhi panggilan eksekusi mati. Aku tak ketakutan.. aku merasa damai mendengarnya, aku akan segera menyusulnya setelah hidup dalam rasa bersalah.
Aku sangat suka menulis syair dan puisi, aku telah menghabiskan waktu dan lembaran buku untuk menulis banyak sekali cerita. Dia bilang, "The dead people tell no story, but You will."Jujur, aku tak suka menulis surat untuk orang yang bahkan belum tentu aku temui. Rafe dan istrinya telah memintaku untuk menulis segalanya di buku ini. Gadis itu bahkan menangis setiap hari, memohon agar aku mau menulisnya, bahkan dia berjanji akan memastikan buku ini sampai di tangan Klub 513.
Awalnya aku tak mendengarkan mereka, hingga suatu hari di musim panas, rancangan yang aku kerjakan selama dua tahun itu hilang. Ada yang memfitnahku, mengatakan jika aku adalah pengkhianat, bahwa aku memberikan rancangan itu pada Sekutu untuk mengalahkan Nazi Jerman.
Aku melarikan diri dan bersembunyi, dalam persembunyian itu, aku menulis buku ini. Bukan hanya karena desakan Rafe dan istrinya, namun juga karena aku sadar jika orang yang memfitnahku itulah pengkhianat yang sebenarnya, dia mencuri rancangan itu untuk dirinya sendiri, namun aku tak tau apa yang dia rencanakan dengan itu.
Aku sadar tentang apa yang aku buat akan disalah gunakan pada suatu kondisi di masa depan, mungkin kondisi di hari kau membaca ini. Sebelum aku mati, aku harus memperingatkan umat manusia lewat buku ini.
Mereka menemukanku tiga bulan setelahnya. Aku dijatuhi hukuman mati dan denda yang akan dibayar dengan seluruh organ dalamku. Aku memohon pada mereka agar aku dieksekusi pada tanggal 7 November karena itu adalah tanggal yang sama ketika dia meninggalkanku untuk selamanya.
Aku juga telah membuat mereka berjanji agar membuang mayatku ke laut, aku ingin selamanya mengarungi lautan bersama dengannya—dia yang menunjukkan Utopia tanpa nama itu padaku.
Siapapun yang menemukan buku ini. Dimanapun kau menemukannya. Jika kau anggota Klub 513, kumohon hentikan semua ini secepatnya. Jikalau bukan, siapapun yang menyimpan ini, kumohon berikan pada Klub 513.Jikalau bencana itu belum terjadi pada sepanjang sejarah peradaban manusia hingga hari dimana kalian membaca ini. Bisa jadi, tahun itulah hal mengerikan itu akan terjadi, kepunahan manusia di muka bumi.
Seonghwa Moran.
Klub 513 | Universe | Ep.1 : Ajisaka
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Klub 513 | Universe | Ep.1 : Ajisaka
FanfictionJeno : "Sumpah Eric, sampai kapan kita harus ada di posisi sialan kayak gini?" Eric : "SAMPAI MATI!!" * Setelah pindah ke Rusia, Jeno dan Eric sangat yakin jika hidup mereka akan kembali damai. Tanpa kegiatan yang mengancam nyawa dari Klub 513 a...