.
.
.Sampai di alamat itu, keduanya termenung ragu apakah ini benar alamatnya. Ya, kan siapa tau mereka dapet alamat palsu. Belajar dari pengalaman, segala tentang Seonghwa itu perlu diwaspadai.
Bangunan itu berarsitektur Eropa kuno, tampak telah begitu lama berdiri di antara rumah yang kini berarsitektur modern. Cat putihnya telah mulai mengelupas namun lingkungan rumah itu masih terbilang sangatlah terawat.
Setelah memberanikan diri, Jeno mengetuk pintu rumah itu. Tak ada respon dari dalam rumah. Jeno kembali mengetuk pintu untuk kedua kalinya, kali ini cukup keras. Barulah seorang anak gadis membukakan pintu.
"Siapa?" Tanyanya dalam bahasa Inggris.
"Klub 513." Ucap Jeno tanpa ragu. Gadis itu melotot lalu menarik tangan kedua saudara itu untuk masuk ke dalam.
"Nenek! Mereka datang! Mereka datang!" Teriak gadis itu.
Seisi rumah itu keluar dari kamar mereka, menatap keduanya dengan tatapan senang. Menyambut mereka dengan ramah. Dari salah satu ruangan, muncul seorang wanita tua yang berjalan pelan dengan bantuan tongkat. Dia menatap kedua pemuda itu lalu tersenyum.
"Selamat datang." Ucapnya sambil menyalami mereka. "Senang sekali bisa bertemu kalian, aku sudah menunggu hampir seumur hidup untuk ini."
"Um.. nama saya Eric, ini saudara saya Jeno." Eric memperkenalkan diri.
Dia mengangguk, "apa yang kalian butuhkan?"
"Sebenarnya kami tak begitu tau. Seonghwa meminta kami pergi kemari, tapi sesungguhnya kami tak tau apa yang kami cari." Jawab Eric jujur.
"Dia orang yang sangat merepotkan, ya? Dia tak pernah berubah. Rasanya baru kemarin Seonghwa kemari bersama Tuan Rafe beserta istrinya yang sedang mengandung. Aku ingat sekali raut wajah lelahnya padahal aku masih berumur tujuh tahun kala itu. Tuan Rafe itu cukup keras sedangkan istrinya sangat lemah lembut, ketika aku bertanya apakah Seonghwa tak memiliki rencana untuk menikah, dia menjawab bahwa telah kehilangan cinta hidupnya untuk selamanya."
"Sebelumnya dia sering bermain denganku dan teman temanku, namun setelah dia merancang apa yang dipaksakan Nazi padanya, dia jadi seorang penyendiri dan pemurung. Kebiasaan kecilnya yang berjalan di sepanjang bibir pantai seakan menunggu seseorang bukan lagi rahasia. Entahlah, nak.. Tak ada yang bisa menebak apa yang ada di dalam kepalanya." Ucap nenek itu.
"Apakah mereka tinggal di München? Seonghwa, kawan Jerman-nya bersama istrinya?" Tanya Jeno.
Nenek itu menggeleng, "Tuan Rafe dan istrinya tinggal di Regensburg, sementara Seonghwa kala itu tinggal sendirian. Tuan Rafe membeli bangunan ini untuk menyembunyikan kami dari pembantaian kaum Yahudi oleh Nazi kala itu. Setelah Seonghwa menjadi buronan tentara Nazi, dia bersembunyi di tempat ini dan sempat pergi ke Semenanjung Balkan untuk pengasingan."
"Seonghwa bilang jika dia menitipkan pesan padamu, apakah itu benar?" Tanya Eric setelahnya.
Sambil mengerutkan kening nenek itu mengangguk, "aku yakin Seonghwa pernah menitipkan pesan untuk mengatakan sesuatu pada Klub 513."
"Apa kau ingat apa pesan itu?" Tanya Eric.
"Itu sudah sangat lama, aku tak ingat persis apa yang dia katakan padaku, namun aku cukup yakin itu adalah sesuatu yang menjadi petunjuk tentang pelakunya dan rancangan yang ia buat. Maafkan aku nak, aku sudah terlalu tua untuk mengingat apa yang ia katakan kala itu." Jawabnya.
Eric menggeleng lalu tersenyum, "kami saja yang datang terlambat. Ini bukan salahmu."
"Apakah tempat tinggal Seonghwa kala itu juga menjadi tempat ia menyelesaikan proyek-nya?" Tanya Jeno.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Klub 513 | Universe | Ep.1 : Ajisaka
FanfictionJeno : "Sumpah Eric, sampai kapan kita harus ada di posisi sialan kayak gini?" Eric : "SAMPAI MATI!!" * Setelah pindah ke Rusia, Jeno dan Eric sangat yakin jika hidup mereka akan kembali damai. Tanpa kegiatan yang mengancam nyawa dari Klub 513 a...