.
.
.Sampai di Bandar Udara "Otto Lilienthal" Berlin Tegel, Eric melompat lompat girang sementara jiwa Jeno rasanya lepas dari raganya. Perjalanan udara itu hanya memakan waktu sekitar 2 jam 50 menit tapi rasanya Jeno baru saja keliling dunia saking capek nya mental dia dipermainkan oleh Eric.
Jeno akan mulai mempertanyakan kesehatan mentalnya karena pasrah mengikuti Eric sampai ke Jerman. Kali aja ternyata dia punya penyakit mental baru yang membuatnya menjadi pasrah sama Eric. Emang bener kata Jaemin, jadi saudara kembarnya Eric itu harus bener bener sedia mental apalagi Jeno orang mager dan Eric hiperaktif.
Tapi seenggaknya ada yang ia syukuri ketika sampai di Berlin. Dari SMA dia pingin dapet beasiswa ke Berlin, sampai dia bela belain nilai jangan sampai ada yang turun, terus orang tuanya juga berkecukupan, perusahaan keluarga Ajisaka juga ada di Jerman, tapi siapa sangka jika takdir membuatnya tetap ada di Indonesia setelah tamat SMA.
Jeno jadi membayangkan jika seumpama dia mendahulukan ego untuk tetap pergi ke Jerman mempelajari bisnis keluarga, mungkin dia ga bakal pernah tau soal ayah Sunwoo, ga bakal tau tentang Zahuwirya, dan ga bakal tau jika buku temuannya di perpustakaan yang leluhurnya sendiri tinggalkan untuknya akan mengambil andil besar dalam kisah kehidupannya. Alhasil, dia ga akan pernah tau jika dulu dia pernah benar benar kehilangan Eric untuk selamanya.
"Jen, kok lu kayak orang orangan sawah, sih? Raga ada jiwa gaada." Kata Eric."Ya menurut lu gua kayak gini karena siapa, anjir? Belom juga itu gua jambak rambut lu." Kata Jeno emosi.
Eric malah ketawa, "ya itu derita lu karena bucin ama gua."
"Nih anak kalo dijual di shopee laku berapa, ya?" Batin Jeno.
Jeno membuka hp-nya, ingin mencari hotel dengan harga terjangkau untuk dia dan Eric. Setidaknya Jeno masih waras untuk mengurus saudaranya itu. Coba kalo Jeno udah bodo amat, tidur di bawah kolong jembatan mungkin si Eric."Jen, nyari hotelnya nanti aja." Kata Eric.
"Nanti kalo ga kebagian tempat, tidur di teras toko mau emang? Gua sih, ogah." Balas Jeno.
"Kalo kita mesen kamar hotel sekarang kita malah buang buang duit." Kata Eric.
"Kenapa?" Tanya Jeno.
Eric menunjukkan layar hpnya, "alamat yang Kak Hwa tulis ini kayak tempat penampungan, Jen. Besar kemungkinan kita bisa tidur disana untuk beberapa hari. Kalo seumpama ga boleh baru kita pesen kamar hotel. Lagian lu ga mungkin bikin kita bolak balik Berlin-München, kan?"
"Kita ke München sekarang? Naik kereta aja sekitar 4 jam setengah, Ric. Kita sampai di sana bisa tengah malem." Kata Jeno.
"Nah, karena itu kita berangkat sekarang. Masa mereka tega biarin kita nyari hotel tengah malem?" Jelas Eric sambil melambaikan tangan, mencegat sebuah taxi.
Eric lalu mengatakan tujuan mereka pada sang supir.
"Kita beli perlengkapan mandi sama baju ganti dulu sebentar. Ingatlah kalo kita ke Jerman modal kartu hitam punya bunda, doang." Ucap Eric pada Jeno.
"Tumben otak lu berfungsi sama logika." Balas Jeno.
"Lu aja yang kebanyakan halu, Jen." Kata Eric.
"Gapapa banyak halu, lagian yang ngehaluin gua bejibun." Kata Jeno.
"Iya Jen, iyaa.." Balas Eric. Lalu dia kembali membuka halaman buku milik Seonghwa itu. Membaca halaman selanjutnya yang berisi sebuah gambar rasi bintang. Eric kayak pernah lihat tapi dia lupa.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Klub 513 | Universe | Ep.1 : Ajisaka
FanfictionJeno : "Sumpah Eric, sampai kapan kita harus ada di posisi sialan kayak gini?" Eric : "SAMPAI MATI!!" * Setelah pindah ke Rusia, Jeno dan Eric sangat yakin jika hidup mereka akan kembali damai. Tanpa kegiatan yang mengancam nyawa dari Klub 513 a...