"Karina Galicia." Seseorang memanggil namaku di dalam ruangan yang gelap gulita dengan suara yang bergema.
Aku mencoba mencari sumber suara itu berasal.
"SIAPA?" tanyaku setengah berteriak.
Terdengar suara kekehan seorang pria "Kau memang selalu bersemangat ya. Aku adalah orang yang mengirim dirimu kemari, Karina."
"KENAPA ANDA MEMBAWA SAYA KE DUNIA ITU?" Aku mulai bertanya kepadanya dengan formal karena aku yakin dia bukanlah orang sembarangan.
"Karena kau adalah orang yang dipilih 'takdir', 'dia' dan 'mereka.'"
"APA MAKSUD ANDA?" Aku mengernyit heran.
"Aku membawamu kemari karena sebuah alasan dan salah satu alasannya, kau telah mengetahuinya."
"MAKSUD ANDA TUGAS UNTUK MENJADI SEORANG PEMIMPIN KOTA INI KAN?" Tanyaku menebak-nebak.
Dia terkekeh,"Ya kira-kira seperti itulah."
"LALU APA YANG SAYA DAPAT JIKA SAYA MELAKSANAKAN TUGAS ITU?" tanyaku lagi.
Suara itu terkekeh lagi.
Aku tidak peduli jika dia ingin aku menjadi pemimpin kota itu tapi di dunia ini tidak ada yang gratis dan aku akan meminta hal sebagai imbalan untuk sesuatu yang di 'perintahkan'-nya ini.
"Aku akan mengabulkam apapun yang kau mau."
"BERAPA BANYAK PERMINTAAN YANG AKAN ANDA KABULKAN UNTUK SAYA?" Aku memang selalu seperti ini.
Di bandingkan menanyakan siapa dia aku lebih baik menanyakan keuntungan yang akan aku dapatkan, bukankah itu bagus?
"Oh, kau cukup berani juga ternyata tapi aku menyukainya,"
Dia tertawa lantang padahal tidak ada yang lucu.
"Baiklah aku akan mengabulkan tiga permintaan untukmu."
"APAPUN?" Aku bertanya sambil berbinar senang.
"Tentu saja."
***
Aku di tempat asalku adalah seorang anak yang besar di panti asuhan. Aku yang sering di adopsi namun sering kabur ataupun di kembalikan karena berbagai alasan dan aku yang di adopsi seseorang yang begitu menyayangiku namun begitu cepat dia meninggalkanku, kira-kira itulah gambaran singkat hidupku.
"Nona, air mandi anda sudah di siapkan."
Aku mengangguk dan beranjak dari tempat tidurku.
"Aku pasti bisa." Batinku mengepalkan tangan.
"Berapa jumlah keseluruhan penduduk kota kita?" Aku menatap satu-satu orang-orang yang berada di ruang rapat ini.
"Memangnya itu harus dilakukan nona?" Tanya salah satu dari mereka.
Aku mengedip-ngedipkan mataku.
"Coba katakan sekali lagi? sepertinya telingaku salah dengar."
"Memangnya itu penting nona?" Orang itu mengulang kembali perkataannya.
Aku menepuk jidatku.
"Tentu saja itu sa-ng-at pen-ting~" aku mencoba memaklumi mereka. "Karena jika kalian tidak tahu jumlah penduduk maka kau tidak akan tahu jumlah penduduk usia produktif dan pertumbuhan kota kita tercinta~" aku sabar.
"Lalu apakah kita harus menghitung mereka satu persatu?"
"Ada tiga metode yang bisa kita gunakan,"
Mereka diam mendengarkan kelanjutan ucapanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akulah Sang Perdana Menteri
Fantasy"Nona Karin, sebelum pemimpin kota ini pergi kabur entah kemana, dia meninggalkan selir-selirnya disini." "Memangnya dia memiliki berapa selir?" "Dua belas selir pria dan tiga selir wanita." "APA?" Ngejiplak? siap-siap ane santet:>