04: Archer and Swordmanhcer

30 10 18
                                    

Samar-samar suara batuk terdengar hingga membuat kedua cowok yang masih betah memejam seketika mengernyit, lantas ikut terbatuk. Tak berselang lama mereka duduk sambil mengerjap, berusaha beradaptasi dengan cahaya di sekitar.

Angin kencang menerbangkan butir pasir, membuat mata tidak bisa terbuka sempurna. Terik cahaya matahari menambah penderitaan, membakar kulit. Miky dan Mahen berusaha bangkit, mencari satu objek.

"Healer?" Mahen mencoba mendekat meski susah payah, setiap membuka mata, pasir selalu mencuri kesempatan untuk masuk.

"Cari tempat aman dulu." Gadis yang masih dianggap sebagai makhluk virtual itu memberi saran, sudah tidak sanggup berada di tengah padang pasir.

Distrik gurun pasir dikelilingi rumah-rumah yang terbuat dari tanah liat berdiri kokoh di depan mata. Jaraknya tidak begitu jauh, tetapi embusan angin membawa partikel kecil berwarna cokelat menghadang perjalanan. Mereka terseok-seok, berat mengangkat kaki karena keadaan belum sepenuhnya pulih.

Banyak pertanyaan menggumul di otak dan tak bisa disampaikan sekarang. Miky dan Mahen bahkan tidak pernah membuka suara lagi selama menuju salah satu rumah terdekat hingga embusan napas lega lepas begitu saja sesaat setelah tiba di depan pintu terbuat dari kayu.

Hati-hati Mahen menggedor pintu rumah berbentuk persegi tersebut, takut ada sesuatu di dalam. Dia menopang tubuh pada lutut, memicing ketika mencoba melihat keadaan di dalam sana melalui lubang kecil di papan. Akan tetapi, tak ada cahaya sama sekali.

Miky sudah tidak tahan, dia ingin segera merebahkan diri. Tidak perlu berpikir panjang tangannya langsung mendorong pintu tersebut dan masuk begitu saja tanpa rasa takut. Dia sibuk menyibak korden-korden yang menutupi empat jendela berbentuk penjara kecil itu.

"Buruan masuk," sambar Miky seraya menidurkan diri di salah satu tikar anyaman di tengah ruangan karena sudah tidak sanggup naik ke atas ranjang kecil di ujung sana.

Pintu ditutup, deru angin samar-samar terdengar. Udara cukup panas di dalam rumah, membuat cowok yang tengah terbaring sigap terduduk.

"Eh, makhluk virtual gimana caranya kalau pengen minum? Gue haus." Miky menatap gadis berambut sebahu di depannya, menunggu jawaban.

Mata bulat gadis itu mengerjap. "Gue bukan makhluk virtual, gue manusia."

"Btw, kalau pengen minum kalian tinggal cari di jam tangan itu. Pilih tulisan 'Bowl', lo tinggal pencet aja. Tapi persiapan air juga bisa habis, makanya saat main gim jangan lupa cari cahaya putih, itu air."

Miky dan Mahen kompak berteriak, kaget luar biasa. Mereka mengerubungi si gadis dengan wajah penasaran luar biasa setelah mendapati sebotol air ada di genggaman. Anggapan hanya ada sepasang musuh di dunia nyata terjebak di sini terpatahkan, nyatanya ada manusia lain.

"Kenalin, gue Geatri. Greatri nama akun gim gue dan di sini gue sebagai healer, penyembuh, doang, dan hanya bisa membela diri pakai shuriken."

Hening, kedua cowok itu saling pandang. Mahen menepuk-nepuk dagu, berpikir mengenai penyebab mereka terjebak di sini.

"Kenalin gue, Mahen. Kenapa lo terjebak di sini?" Mahen mulai menampakkan raut serius, sesekali meneguk air.

Gea memeluk lutut. "Kecelakaan. Gue ingat banget saat gue main gim untuk pertama kali. Waktu itu gue di dalam mobil teman, terus ada mobil yang nabrak." Jeda sejenak, "Setelah itu gue gak tau ada apa tiba-tiba aja gue di sini."

"Lo terjebak di sini karena kecelakaan pada saat main gim. Apa karena kita kecelakaan makanya ada di sini?"

Miky mengacak rambutnya frustrasi. "Mana ada yang kayak gitu, gak ada teorinya."

Game (L)over✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang