Hal pertama yang tertangkap mata ketika terbuka adalah langit-langit sebuah ruang berdebu, penuh jaring laba-laba, terlihat sangat tak terawat. Wira mengerjap-ngerjap, berusaha mengenali sekitar. Setahunya selama hidup dia tidak pernah menginjakkan kaki di tempat seperti ini.
Cowok berhidung mancung itu terduduk, lantas membuang napas kasar. Dia masih di dunia virtual. Selama ini dia sudah berandai-andai setelah keluar dari distrik padang pasir dia akan melihat orang tuanya lagi. Wira merasa sudah seminggu berada di tempat ini. Aneh rasanya harus hidup tanpa perasaan lapar, bahkan mandi pun tidak. Bisa-bisa dia lupa akan itu semua.
Wira mengguncang tubuh Mahen yang tak jauh darinya, berharap cowok itu segera sadar dari hibernasi. Namun, justru Miky yang menggeliat. Wira segera menghampiri cowok itu, dia berjongkok tepat di depan tubuh Miky sehingga ketika laki-laki berumur dua puluh satu tahun itu terduduk dia sigap memundurkan badan.
Mata sipitnya masih sedikit tertutup, dia belum sepenuhnya sadar. Cowok yang lebih tua di depannya meniup telinganya, oleh karena itu dia sedikit membelalak. Miky berdecak sambil membuang napas panjang. Kenyataan bahwa sesi terjebak belum musnah membuatnya meringis dalam hati.
Harus sampai kapan gue di sini.
"Mik, kita di mana?"
"Gak tau, Bang."
Entah sejak kapan Wira berpindah tempat, cowok berumur dua puluh tiga tahun itu berdiri di depan pintu baja yang telah berkarat termakan usia. Bukan usia, melainkan si pengembang gim yang memilih prahara berkarat dan semua tentang gim WFD. Jika nanti dia berhasil keluar, Miky berjanji akan mengumpati seniornya, si pembuat permainan penuh kesalahan ini.
Kerusakan sistem yang terjadi sangat membahayakan nyawa. Namun, jika dipikir-pikir seniornya pasti tidak tahu menahu perkara terjebak ini. Miky mengucek mata, lelah. Apa kabar dengan tubuhnya di dunia nyata? Tidak mungkin jika saat kecelakaan tubuhnya langsung menghilang di tengah jalan.
"Lo ada masalah?"
Lamunan Miky buyar ketika mendapat pertanyaan yang menurutnya berat dijawab. Masalah taruhan sangat tidak elok diceritakan, bisa-bisa Wira menghabisinya di sini. Sebenarnya dia tidak tahu apa hubungan Wira dengan Vichi, tetapi melihat kedekatan kedua orang itu membuatnya mengambil kesimpulan bahwa mereka memiliki ikatan erat, mungkin kakak dan adik.
"Mungkin masalah gue adalah ... gue suka sama Vichi." Pada akhirnya dia hanya mengucapkan kalimat itu.
Wira tertawa. Cowok itu masih saja menepis. "Gak usah pakai mungkin. Sebagai cowok gue bisa nebak perasaan lo, tindakan lo yang seolah-olah gak peduli padahal khawatir tingkat tinggi."
Miky menggaruk tengkuk. "Gak sampai khawatir tingkat tinggi juga. Tapi, gue ... ya gimana ya," decaknya.
"Labil. Suka, mah, suka aja. Gak usah ngeles."
Ya, seharusnya dia cukup mengatakan suka dan tidak perlu bertingkah aneh. Dia jadi tahu rasanya jatuh cinta. Selama ini yang dia tahu hanyalah gim. Pagi, siang, malam selalu tentang gim. Pacaran? Miky meringis, dia hanya pernah sekadar dekat dan berakhir ditinggalkan karena tidak pernah memberi kepastian.
Separah itukah dirinya? Dia benar-benar tidak tahu apa-apa selain desain visual, karakter, pembangunan dunia gim. Jumlah teman terbatas, dia hanya tahu sejurusannya saja. Memperluas koneksi dengan mahasiswa jurusan lain? Omong kosong. Dia terlalu sibuk dengan dunianya sendiri.
Dia tidak tahu apakah harus bersyukur karena bertemu Vichi di sini atau malah mengumpat karena tidak tahu bagaimana cara pulang. Akan tetapi, jika dipikir-pikir semenjak terjebak dia jadi banyak merenung tentang kesehariannya, terlalu fokus pada satu titik hingga tidak dapat menikmati hidup yang nyatanya menyuguhkan banyak keindahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Game (L)over✓
FantasyMiky dan Mahen adalah sepasang sahabat yang rela bermusuhan untuk mendapatkan gelar Gamers Sejati di angkatan prodi mereka, Game Application and Technology. Nasib baik maupun nahas selalu membersamai, termasuk terjebak ke dalam dunia gim, bertemu se...