12: Winner

18 7 14
                                        

Sesi pertama Miky dan Mahen masing-masing berhasil mengumpulkan dua permata. Pertarungan sangat didominasi oleh kedua cowok itu, menganggap tiga manusia lainnya tidak ada. Tingkat kefokusan bertambah berkali-kali lipat, tidak membiarkan bidikan terlepas dengan mudah.

Performa main semakin meningkat dari menit ke menit. Tidak ada lagi pergerakan lambat. Sekali melangkah, peluru langsung melesat cepat mengenai lawan. Jiwa ambisius terbakar oleh semangat membara. Mereka sama-sama ingin memenangkan pertaruhan, lantas mendepak yang terkalahkan.

Wira mematung melihat pergerakan Mahen yang secepat kilat. Dia bahkan tidak diberi kesempatan untuk melumpuhkan musuh. Lama dia terdiam, memahami apa yang sedang terjadi.

"Kak Wira, ada yang aneh sama Kak Miky." Gea di seberang memberi kabar.

Seketika kening cowok itu mengerut, mencoba mengaitkan kejadian yang ada di depan matanya dengan informasi dari Gea.

"Mahen juga aneh."

"Gue baru bunuh satu musuh di sini, selebihnya Miky yang urusin. Bahkan gue sama Gea tertinggal di belakang." Vichi menambahkan. "Menurut lo ... ada apa?"

Wira melontarkan anak panah sebelum menjawab, membantu Mahen dari jauh. "Kerasukan kali."

Tak ada jawaban, mungkin Vichi sedang menahan kedongkolannya di sana karena jawabannya barusan. Tidak ada yang dapat dia katakan sekarang. Lagi pula tidak ada kesempatan menanyakan hal ini pada Mahen secara langsung, cowok berseragam hitam itu terlalu bersemangat membumihanguskan siapa pun yang terlihat di depan mata.

Permainan berlangsung sengit, setidaknya untuk Miky dan Mahen. Namun, mereka harus menelan kekalahan ketika satu persatu temannya berguguran. Mereka hanya beristirahat barang sejenak, lalu kembali bermain setelah mendapat persetujuan dan kesanggupan dari ketiga temannya.

Mereka bermain, membawa tanda tanya besar di kepala. Selama jeda tadi tidak ada yang berani menanyakan apa yang sedang terjadi. Fokus kedua cowok itu tidak bisa teralihkan oleh apa pun. Sebagai cowok, Wira sedikit memahami arti tatapan sengit yang terlontar secara diam-diam dari netra Miky dan Mahen.

"Gue rasa ini ada kaitannya sama lo, Ci," ujar Wira seraya menatap kepergian Miky yang berlari ke kanan, Mahen ke kiri.

Vichi menahan pergerakan kakinya. Dia menoleh, menunggu Wira kembali buka suara. Akan tetapi, cowok itu malah berlari lurus membuat Gea yang tadinya hanya diam ikut berlari. Gadis itu mendengkus. Tidak seharusnya Wira meninggalkan pernyataan yang dia tak mengerti sama sekali.

Di tempat lain, Miky sudah membunuh belasan musuh. Satu membuahkan permata yang dicari. Panggilan Wira maupun Vichi tidak dia gubris. Terus bergerak, tidak terkecoh oleh jebakan. Dia telah melakukan banyak pertarungan, sedikit demi sedikit menghafal pola pergerakan lawan.

"Mik, kalau ada masalah ngomong, lah."

Miky memuntahkan peluru terakhir dari Shotgun, dalam hitungan menit Light Machine Gun sudah berada digenggaman. Sekali lagi Wira berceloteh di sana, cowok bermata sipit itu membuang napas kasar.

"Posisi, Bang?" Bukannya menjawab pertanyaan, dia malah melempar pertanyaan ketika melihat daerahnya sepi.

"Timur."

Miky mengangguk. "Tungguin gue."

"Cepetan. Kita butuh bantuan. Vichi udah kalah."

Tanpa basa basi tambahan dia segera melesat. Sebenarnya dia tidak mengerti akan perasaan ini. Terjebak dalam taruhan tentu bukan inginnya, tetapi Mahen berhasil menyentil emosi. Vichi, gadis itu berhasil membuatnya berada dalam masalah dan berakhir memperjuangkan dengan cara seperti ini. Entah apa yang akan Vichi katakan nanti.

Game (L)over✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang