20: Good Bye (END)

26 5 47
                                    

"Ci, Miky ke mana? Kok dia left?"

Susah payah Vichi menggerakkan tangan yang bergetar. Pedangnya beberapa kali tak mengenai samurai yang masih setia mengejarnya. Dia bahkan telah mundur, menjauh dari jembatan.

Gadis itu terdiam ketika menemui lorong bercabang empat dalam gedung bertingkat dua. Dia harus mencari tempat persembunyian terlebih dahulu sebelum menceritakan apa yang terjadi. Tak butuh waktu lama, dia memilih sisi kanan di ujung lorong dan terdapat dua buah pintu.

Vichi semakin mempercepat langkah sebelum makhluk virtual berhasil mendeteksi keberadaannya. Berhasil, pintu ditutup dan dia menyandari pintu usang itu seraya mengatur napas yang terus memburu. Sedikit sulit sebab sesak terasa mencekik leher. Udara seakan menjauh darinya.

"Ci, lo baik-baik aja, kan? Miky udah gugur?"

Suara Mahen muncul kembali beberapa menit kemudian. Kini otaknya tak dapat berpikir jernih. Melihat bagaimana Miky menolong dan bertahan berhasil memberikannya perasaan bersalah. Andai saja dia lebih berhati-hati lagi, cowok itu pasti masih berada di sini.

Vichi mencoba menarik napas dalam-dalam, meraup udara sebanyak mungkin. Meski jantungnya terasa sakit seakan ditusuk-tusuk jarum, dia tetap memaksakan diri. Perasaannya tak bisa tenang jika belum mengetahui keadaan Miky di dunia nyata walaupun dia telah mengusahakan agar percaya bahwa cowok itu baik-baik saja.

Miky, lo harus baik-baik aja. Lo masih harus cari gue setelah ini berakhir, lirihnya.

"Ci, aman, kan?" Kali ini Wira menginterupsi, "kita udah nemuin permata terakhir."

Vichi membuang napas panjang. "Kita ketemu di perempatan tempat kita pisah tadi," putusnya lalu bangkit, hendak keluar dari gedung ini.

Dia berharap tidak mendapat halangan berarti selama keluar dari sana. Sudah tak ada lagi tenaga, berjalan pun susah. Tujuan hanya satu, yakni menjumpai ketiga temannya dan memberi kabar bahwa Miky telah meninggalkan mereka lebih dulu.

Sampai tibalah waktu di mana mulut gadis itu mengunci mulut cukup lama. Tangis tanpa henti memberi tanda bahwa ada yang tak baik-baik saja. Tangan Vichi mendekap tubuh Wira seerat yang dia bisa ketika telah berjumpa.

"Ci, kenapa?" Wira mulai khawatir. Sebenarnya tak cukup sulit memahami arti tangisan itu.

Baik Mahen maupun Gea juga sedikit mengerti letak kesedihan Vichi. Maka dari itu Mahen tidak bisa bersabar lebih lama lagi.

"Miky kenapa, Ci?" Nada suara cowok berseragam hitam tersebut mulai tak terkontrol. Tubuhnya bergetar hebat, matanya pun memerah menahan tangis.

Vichi melepas pelukannya dan menatap wajah ketiga teman-temannya secara bergantian. Haruskah dia mengatakan fakta menyakitkan itu? Dia tidak sanggup.

"Mi-miky jatuh ke laut virtual."

Meski lidahnya kelu, Vichi tetap memaksa untuk berbicara. Bagaimanapun juga mereka berhak tahu. Vichi tidak mau sakit seorang diri.

Wira refleks memegang dahi, bergerak gelisah dari kiri ke kanan bak setrikaan. Gea kontan menutup mulut dan berjongkok, tenaganya tiba-tiba hilang. Mahen? Cowok itu membatu, tidak bisa berkata apa-apa. Sarafnya lumpuh, matanya hanya bisa berkedip-kedip, menjatuhkan setetes, dua tetes air mata.

Belum sempat menikmati perih lebih lama, suara tembakan membuat mereka sadar. Bukan hanya itu, para samurai mulai bergerak lincah mendekati zona istirahat.

"Gak bisa. Kita gak boleh gagal kali ini. Gue harus ketemu Miky!" teriak Mahen frustrasi. Dia segera bergerak cepat, berlari sekuat tenaga dan diikuti teman-temannya.

Game (L)over✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang