Langit kelam menggantung belum berganti menjadi putih. Di dunia virtual tidak ada yang tahu kapan pagi berganti malam. Suasana bergantung pada latar gim. Jika pada saat bermain terjadi di siang hari, maka setelah bermain suasana tetap siang walaupun sebelumnya adalah malam hari.
Dalam keadaan hening, berbeda dari beberapa jam lalu yang sempat ribut akibat terlibat saling tembak dengan makhluk virtual nyasar, kini manusia yang sudah berpindah rumah ke sebelah itu tengah beristirahat. Miky, Mahen, serta Wira saling bergantian menjaga situasi, takut kejadian seperti tadi terulang. Mereka tidak melibatkan kedua perempuan yang tengah tertidur pulas dalam program penjagaan ini.
Wira menepuk pundak cowok berseragam hitam di sebelah kanan pintu, memberi kode agar berganti tugas. Melihat Mahen mengangkat jempol, cowok berwajah kecil itu tersenyum singkat, lalu merebahkan diri di atas tikar.
Mahen menguap berulang kali, matanya melirik ke kiri. Seulas senyum miring terbentuk ketika menatap wajah Miky dari samping.
"Si keras kepala yang percaya diri," gumamnya.
"Gue denger."
Mahen menegakkan punggung, sedikit membelalak karena tidak menduga cowok sipit yang berada di sisi kiri pintu tiba-tiba menyahut.
"Ya iyalah, lo punya telinga," jawab Mahen sarkas.
Keadaan kembali hening, menyisakan deru napas saling bersahutan. Mahen menggaruk kening, tidak menyangka Miky tidak tidur, padahal dia sangat yakin tenaga cowok itu banyak terkuras.
"Lo tadi ngira gue yang ketembak, kan?" Kali ini Miky buka suara ketika mengingat nyawanya hampir melayang terkena peluru. "Andai gue kena peluru itu, apa yang bakalan lo lakuin?"
Mahen tertawa singkat, lalu menoleh sekilas. "Gak ada. Gue bakal biarin lo sekarat, jadi gue gak punya saingan game developer terhebat di kampus."
"Gak nyangka seorang musuh muji lawannya." Miky terkekeh. "Lagian orang hebat kayak gue gak bakalan kalah secepat itu. Lo lihat tadi? Gue berhasil nembak dia lebih cepat sebelum dia nembak gue duluan, dan peluru si musuh malah nyasar ke tembok."
Mahen tidak menjawab secara langsung, dia membenarkan dalam hati keberanian dan kehebatan Miky, tetapi di satu sisi dia juga kesal karena sikap sombong cowok itu sama sekali tidak berkurang dan terkadang membuatnya lelah sendiri berada di dekat Miky.
***
Sejauh ini sudah ada dua permata terkumpul. Satu ditemukan oleh Vichi, satunya berkat pergerakan cepat Mahen menembakkan peluru ke arah tiga musuh yang hampir merenggut nyawa Gea.
Kali ini taktik menyerang acak menjadi pergerakan mereka, sama seperti ketika pertama kali bertemu Wira dan Vichi. Gea ikut bersama Vichi dan Mahen ke sisi barat, sementara Wira dan Miky ke selatan. Sesekali mereka bertemu di satu titik tanpa sengaja dan menghabisi musuh, lalu berakhir tertawa bersama debar jantung ketika berhasil menumbangkan musuh, tetapi juga takut usaha kali ini gagal.
"Mik, yang senjata api milik lo." Wira menepuk pundak Miky seraya menggerakkan dagu ke depan, bermaksud menunjuk tiga musuh yang tengah berlindung di balik rumah.
Miky mengangguk. "Samurainya dihabisin, Bang," ucapnya, tak lupa menambahkan embel-embel bang setelah tahu Wira lebih tua setahun darinya.
Mereka bergerak berlawanan arah, satu ke depan, satu ke belakang. Miky menekan arloji, bermaksud menambah peluru, tetapi pergerakan cepat dari musuh membuatnya urung. Hujan peluru menyambut suka cita, mau tidak mau dia harus bermain tikus-tikusan lagi.
"Barat, clear," lapor Vichi di seberang. "Kita cuma dapat satu tambahan diamond," lanjut gadis itu.
Miky mengangguk. "Selatan, kita butuh bantuan, nyawa gue udah krisis."
KAMU SEDANG MEMBACA
Game (L)over✓
FantasyMiky dan Mahen adalah sepasang sahabat yang rela bermusuhan untuk mendapatkan gelar Gamers Sejati di angkatan prodi mereka, Game Application and Technology. Nasib baik maupun nahas selalu membersamai, termasuk terjebak ke dalam dunia gim, bertemu se...