PERSAMI atau perkemahan sabtu minggu bukanlah hal asing di telinga para anak PRAMUKA. Acara ini diadakan bukan hanya untuk melatih kemandirian tetapi juga untuk lebih mengakrabkan para anggota PRAMUKA. Aku April, dan aku duduk di kelas dua SMA. Aku salah satu anggota PRAMUKA yang cukup menyukai kegiatan ini dan beruntungnya sekolahku rutin mengadakan PERSAMI. Sekolahku merupakan salah satu sekolah swasta yang berada di kota Bandung. Gedung tempat aku bersekolah memang tidak terlalu besar dan harus berbagi dengan SMP sehingga aku dan teman-temanku baru dapat memulai sekolah di siang hari. Meskipun demikian, kualitas sekolah ini tidak kalah dengan yang lainnya. Kedisiplinan sangat utama karena sekolah ini berada di dalam kompleks militer.
Pada saat itu kami mengadakan PERSAMI di sekolah pada hari sabtu malam dan rencananya hari minggu pagi akan berangkat ke salah satu danau yang berlokasi tidak terlalu jauh dari kota Bandung. Acara itu berjalan dengan lancar. Anggota kelas satu mengikuti rangkaian acara dengan baik, anggota kelas dua mendampingi dan memastikan rangkaian acara berjalan sebagaimana mestinya serta keselamatan para peserta tetap terjaga, beberapa anggota kelas tiga datang di malam hari untuk melihat jalannya kegiatan karena mereka tidak diijinkan oleh pihak sekolah untuk terlalu melibatkan diri di ekstrakurikuler lagi karena mereka harus mempersiapkan diri mengikuti ujian nasional.
Rangkaian kegiatan hari itu ditutup oleh api unggun dan para peserta kelas satu diijinkan beristirahat di kelas-kelas yang telah disulap menjadi lokasi untuk tidur yang cukup nyaman. Kami sengaja tidak mendirikan tenda karena sudah menjadi kebiasaan PRAMUKA sekolah kami untuk melakukan PERSAMI dan menjadikan ruang kelas sebagai tempat beristirahat. Lagipula mengingat lokasi sekolah kami, tenda di tengah lapangan yang berisi anak-anak remaja aktif dikhawatirkan akan membuat keributan. Oleh Provos pun kami selalu diingatkan untuk tidak gaduh di malam hari. Untuk tahun ini sengaja tidak diadakan jurit malam karena digantikan oleh perjalanan ke danau, jadi demi kebaikan semua, para peserta PERSAMI harus beristirahat yang cukup. Para Anggota kelas dua melaporkan jalannya acara ke beberapa anggota kelas tiga yang hadir. Tiba-tiba salah seorang kakak kelasku itu memiliki ide untuk mengadakan jurit malam dadakan, untuk meningkatkan keberanian katanya, tetapi bukan hanya kelas satu saja, kelas dua pun harus mengikutinya. Kami yang ada di situ terkejut karena kami sudah pernah menjalaninya saat kami kelas satu dulu. Entah apa motif kakak kelas itu, tetapi teman-teman seangkatannya menyetujui. Salah seorang temanku yang bernama Ati mengajukan keberatan tetapi kelas tiga tidak menanggapi.
Merasa kesal Ati berlari ke bawah salah satu pohon besar yang mengitari sekolah kami sembari meneriakkan protesnya. Aku menyusulnya karena merasa khawatir. Di bawah Pohon itu Ati terus berteriak melepaskan amarahnya. Berkali-kali kucoba menenangkan temanku ini, tetapi tidak berhasil bahkan teriakannya semakin menjadi-jadi. Tiba-tiba saja rasa ngeri merayapiku, aku menatap ke atas pohon besar itu. Dari atas sana kulihat seorang kakek memperhatikan kami. Aku yakin itu bukan manusia. Takut yang kurasakan kini membuatku kalap dan menampar Ati. Aku tidak mau kakek itu turun dan merasuki Ati yang seakan mengganggu wilayahnya. Ati sedikit terkejut dan akhirnya mulai tenang bertepatan dengan datangnya provos yang menegur kami karena terlalu gaduh. Aku pun meminta maaf dan membawa Ati ke ruang guru yang saat itu kosong. Aku meminta seorang teman wanita untuk menemani Ati di ruang guru sementara aku pergi menemui yang lain untuk mengetahui bagaimana kelanjutan rencana jurit malam itu. Baru saja sampai di ruangan rapat, dari kejauhan kudengar suara teriakan memanggilku. Aku berbalik dan kulihat teman yang menunggu Ati berlari sambil memanggilku dan berkata kalau Ati berteriak-teriak kembali. Spontan aku berlari kembali ke ruang guru diikuti oleh Kiki yang mendengar hal itu.
Sesampainya di ruang guru, kudekati Ati yang sedang mengamuk itu. Tiba-tiba Ati mencengkram tangan kananku begitu kencang sambil berbicara memakai bahasa sunda yang meskipun tidak terdengar jelas tapi aku yakin ada kalimat yang dalam Bahasa Indonesia artinya "Dia telah mengganggu". Kiki yang sudah sampai di ruang guru terkejut melihat kondisi itu. Ati kerasukan kakek penunggu pohon besar tadi. Kiki memang cukup bisa berkomunikasi dengan makhluk halus lalu meminta maaf dan meminta agar tidak merasuki Ati lagi. Kakek tersebut menyetujuinya dengan syarat disediakan Rokok dan Kopi hitam. Kiki menyanggupinya dan tak lama kemudian syarat dari makhluk tersebut terpenuhi. Ati pun sadar dan terlihat begitu lemas. Ati enggan berdiam di ruang guru, jadi kami mengajaknya ke ruang rapat. Di depan ruang rapat yang sudah kosong aku dikejutkan kembali oleh penampakan seorang wanita di sudut ruangan. Tanpa berpikir lagi aku menggiring Ati untuk duduk di kursi yang ada di luar ruangan itu. Aku khawatir Ati kerasukan kembali. Aku pernah mendengar jika manusia yang pernah kerasukan akan mudah dirasuki kembali. Dengan terus menahan rasa takut, aku tetap mengajak ati berbicara dan menenangkannya. Kiki saat itu terlihat berbicara dengan kelas tiga di halaman. Beberapa menit kemudian, kekhawatiranku menjadi kenyataan. Ati mulai tertawa menyeramkan persis seperti suara kuntilanak yang sering kudengar di cerita radio atau di film. Dan sialnya, tangan kananku dicengkram kembali kini.
Aku berteriak memanggil kiki, Kiki berbalik dan lalu berlari ke arahku seperti tahu apa yang terjadi pada Ati. Kiki membawa Ati ke dalam ruang rapat, dengan aku terseok-seok mengikuti mereka karena tanganku tidak kunjung dilepas oleh ati. Komunikasi yang dilakukan Kiki tidak berjalan lancar kini. Sosok wanita yang merasuki Ati menolak keluar karena menyukai Ati katanya. Dia ingin membawa Ati ke alamnya. Kiki akhirnya menyerah dan memanggil kenalan kami di pesanten dekat sekolah ini yang memang seringkali membantu jika terjadi hal di luar nalar saat acara sekolah di malam hari.
Pukul dua lebih tiga puluh menit, bantuan kami datang. Dua orang pemuda mengenakan sarung, baju muslim pria lengkap dengan peci memasuki ruang dimana Ati berada. Mereka mulai melantunkan doa-doa dan tak berapa lama Ati pun tersadar kini dengan wajah yang semakin terlihat lelah. Kami berterimakasih kepada dua pemuda itu dan Kiki mengantar mereka sampai gerbang sekolah. Belum sampai di gerbang sekolah, Ati kembali dirasuki. Suara wanita tua berbahasa sunda kuno keluar dari mulut ati. Kiki dan tamu kami kembali ke ruangan itu. Mereka berkomunikasi dengan nenek yang merasuki Ati. Nenek itu hanya ingin memperingatkan kami agar tidak sompral apalagi ketika berkunjung ke danau esok hari, agar tidak terjadi hal yang buruk. Pukul tiga tepat, dengan segelas teh manis dan sirih nenek itu pun keluar dari raga Ati. Ati terlihat sudah tidak memiliki tenaga saat itu dan tertidur. Tanganku sudah di lepasnya. Kami membiarkan Ati beristirahat dengan ditemani beberapa orang.
Acara jurit malam gagal diadakan karena kepanikan yang ditimbulkan oleh Ati itu. Paginya kelas tiga pulang dan membiarkan kami melanjutkan acara ke danau. Sebelum berangkat kami memberi penyuluhan kepada semua peserta. Agar mereka terus berhati-hati saat berada di danau nanti dan terutama pesan dari nenek yang merasuki Ati itu kami tekankan. Jangan sompral. Tanpa sadar perilaku dan perkataan buruk kita dapat mengganggu penghuni alam gaib di sekitar kita. Tetaplah sopan, itu hal yang baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADA
HorrorAku tidak ingin melihat mereka, tapi aku tahu mereka ada. Bersiaplah, karena kisah ini mungkin akan kalian alami juga. BERDASARKAN KISAH NYATA