Ruko di Pertigaan Jalan

21 9 4
                                    


Ini terjadi saat aku masih berusia 16 tahun. Aku yang senang sekali bersosialisasi dengan banyak orang mengikuti suatu organisasi remaja. Kami seperti remaja yang lainnya, senang sekali bermain, bahkan rapat evaluasi pun kami rencanakan di kota kecil yang tidak jauh dari Bandung letaknya, hanya sekitar 3 jam jika ditempuh dengan mobil. Salah satu anggota kami memiliki tempat yang bisa kami pakai tanpa harus menyewanya, transportasi berupa mobil pun sudah disiapkan.

Tibalah hari di mana kami akan berangkat untuk rapat evaluasi. Kami berencana untuk pergi selama 3 hari 2 malam. Pagi hari kami sudah berkumpul ditempat yang disepakati sebelumnya. Tidak lama menunggu, mobil pun datang dan kami semua berangkat. Hanya aku dan Mei perempuan yang ikut, yang lainnya tidak diijinkan oleh orang tuanya, selebihnya adalah 5 laki-laki yaitu Gun, Rif, Tyo, Rick, dan Eddy. Begitu sampai di lokasi, kami menyimpan barang-barang kami sebelum akhirnya bersiap untuk makan siang. Rumah yang disiapkan berada di tengah kota, tepat di pertigaan jalan yang cukup ramai. Area depan digunakan untuk usaha orangtua Gun, yang menyediakan tempat untuk kami menginap. Ada ruang keluarga dengan televisi dan jam klasik besar, kamar dan kamar mandi disusul dengan dapur di belakang toko. Di lantai 2 terdapat dua kamar tidur yang dipisahkan oleh satu kamar mandi dan mushola tempat para karyawan beribadah. Rencananya para perempuan mendapatkan 1 kamar di atas dan para lelaki 1 kamar di bawah, namun karena kamar di bawah cukup sempit akhirnya mereka memutuskan mengambil 1 kamar yang tersisa di atas karena kamar itu cukup luas. Kamar yang disediakan untuk aku dan Mei berisi 1 kasur luas, lemari 2 pintu dan meja rias lengkap dengan kacanya, sementara kamar untuk para lelaki hanya berisi kasur  dan matras yang digelar sesuka hati mereka.

Setelah menyimpan barang bawaan, kami segera menuju dapur karena Ibu Gun sudah menyediakan makan siang untuk kami. Kami semua makan di meja makan yang ada di tengah dapur. Ibu Gun sangat baik, beliau menerima kami dengan begitu ramah. Selesai makan siang kami memulai rapat evaluasi kami agar setelahnya kami bisa berjalan-jalan berkeliling kota sesuka hati karena tujuan utama kami sudah tercapai. Rapat selesai di sore hari. Kami ke luar rumah untuk melihat-lihat pemandangan kota kecil itu. Malam harinya kami kembali ke rumah itu disambut dengan denting jam klasik yang cukup kencang bunyinya. Karena merasa belum lelah, kami menyibukkan diri dengan bernyanyi diiringi gitar yang sengaja kami bawa dari Bandung, mengobrol, bercanda, dan tertawa sambil sesekali melihat ke jalanan di bawah dari teras lantai 2. Setelah cukup larut, aku dan Mei pamit istirahat. Yang lainnya pun berkata bahwa mereka juga akan tidur.

Sebelum tidur aku mengobrol dengan Mei dan samar – samar terdengar suara gitar diikuti nyanyian. Mungkin teman-teman kami yang lain sulit tidur, pikir kami karena kami pun begitu. Sesekali aku melirik ke arah jendela yang ada tepat di sebelah pintu kamar, aku terkejut ketika tanpa sengaja aku melihat bayangan yang lewat di luar jendela itu. Namun kemungkinan itu adalah teman kami yang akan turun tangga karena tangga ada di depan kamar ini.Tidak mau ambil pusing aku pun mencoba tidur namun berkali-kali aku terbangun ketika baru saja tertidur. Sayup-sayup aku mendengar ada langkah kaki yang menuruni tangga, diikuti suara televisi di bawah yang menyala. Mungkin itu Gun, pikirku.

Pagi harinya setelah kami semua bangun, terjadi suatu insiden. Pintu toko yang merupakan pintu geser dari logam itu tidak mau terbuka padahal dikunci oleh gembok dari dalam. Jika kami tidak dapat membukanya, tidak akan ada yang bisa ke luar dari situ. Setelah berkali-kali dicoba oleh Gun dan Eddy pintu itu tidak bergeming. Rif turun dan ingin mencoba membuka. Secara ajaib, dengan sangat mudah Gembok besar itu segera terbuka. Mereka bertiga bertatapan merasakan hal yang ganjil, tetapi mereka tidak mau terlalu memikirkannya.

Kami semua berkumpul di atas menanti Gun, Eddy dan Rif dengan cemas, sampai akhirnya mereka datang dan membawa kabar baik soal pintu itu. Setelah bercerita, Eddy bertanya kepada kami, "Yang pake kamar mandi bawah siapa Oy?Kagak ditutup lagi pintunya." Kami semua memandang heran ke arah Eddy, karena tidak satu pun dari kami turun ke bawah selain mereka bertiga. Eddy pun menduga mungkin dia salah lihat, mungkin pintu itu memang terbuka sedari sebelum mereka mencoba membuka pintu toko.

ADATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang