KANTOR ITU DI MALAM HARI (BAGIAN 2)

11 3 0
                                    

Saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar, Ibu seringkali mengajakku dan adik ke tempat bekerjanya. Perbedaan usia kami hanya tiga tahun dan bersekolah di tempat yang sama. Lokasi kantor ibu tepat di seberang sekolahku. Aku senang setiap kali diajak ibu ke tempat kerja karena terdapat halaman rumput luas dan pepohonan rindang. Kami tidak ingin mengganggu pekerjaan Ibu, sehingga selalu bermain di rerumputan terdekat sampai waktu bekerja Ibu selesai. Biasanya kami bermain sekitar satu atau dua jam. Tidak banyak yang kami lakukan, hanya melempar kulit buah mahoni ke udara agar terlihat seperti baling-baling, merebahkan diri di rerumputan menatap berkas cahaya matahari menerobos daun rimbun sembari mengobrolkan film kartun atau mainan kesukaan, dan sesekali bermain kejar-kejaran.

Suatu hari Ibu menjemput kami dari sekolah, mengajak ke tempat bekerjanya. Aku tidak bisa ikut karena harus mengerjakan tugas kelompok di sekolah. Aku pun meminta izin pada Ibu, Ibu mengizinkan dan akan menjemputku sepulang bekerja. Adikku ikut dengan Ibu. Ia bermain sendiri di lahan rumput. Ketika sedang asyik bermain seorang diri, santai terlentang di atas rumput, melemparkan sebatang ranting kecil ke udara. Tidak lama kemudian ia duduk dengan kebingungan, merasa ada hal janggal. Ranting itu seharusnya terjatuh kembali dengan bantuan gravitasi Bumi, namun rantingnya menghilang begitu saja di udara. Bahkan lemparan itu tidak sampai ke pepohonan untuk bisa tersangkut di sana.

Lima menit berpikir, ia tidak menemukan jawaban logis dan memutuskan menghampiri Ibu di dalam ruangan. Belum genap ia berdiri sempurna, sebuah benda mengenai dahi. Terasa sedikit sakit, namun rasa sakit tidak menjadi pikiran karena rasa takut menjalari setelah melihat seakan dalam mode lambat benda itu bukan terjatuh tetapi muncul tiba-tiba lalu seperti dilempar ke arahnya. Itu adalah sebuah ranting kecil. Benda yang sebelumnya menghilang di udara secara ajaib. Adikku berlari secepat mungkin ke tempat Ibu berada, menceritakan dengan tergagap-gagap kepada Ibu. Ibu memberi segelas teh hangat, menenangkan. Untunglah waktu kerja Ibu berakhir tidak lama kemudian. Mereka segera pulang.

Kisah mistis lainnya datang dari Ibuku. Malam itu Ibu ditemani seorang rekan wanita terpaksa harus bekerja lembur demi mengejar deadline. Pukul delapan malam rekannya memutuskan untuk pulang. Ibu merasa sisa pekerjaan memang bagiannya dan akan selesai sesaat lagi sehingga mempersilakan rekannya untuk pulang. Hanya suara mesin komputer, keyboard dan detik jam terdengar di ruangan itu. Pekerjaan Ibu selesai tidak sampai lima menit kemudian. Tepat ketika Ibu mematikan komputer, angin berhembus kencang ke dalam ruangan. Ibu tidak mau ambil pusing, menarik tas lalu berjalan ke luar dan mengunci pintu. Esok pagi rekan Ibu mendatangi. Bertanya dengan wajah cemas mengenai apakah ada hal buruk terjadi ketika ia pulang semalam. Ibu menggeleng, kebingungan. Sang rekan bercerita bahwa saat ia meninggalkan kantor, baru sepuluh meter dari pintu kantor, ia berpapasan dengan sesosok makhluk transparan dengan tubuh hanya memiliki perut, dada, tangan, leher, dan kepala, melesat cepat ke lokasi Ibuku. Rekannya tidak punya nyali untuk kembali, hanya terus berdoa dalam hati agar Ibu diberi keselamatan. Mungkin doa tulus itu di dengar oleh Yang Maha Kuasa. Ibu mendapatkan perlindungan hingga pekerjaan selesai dan sampai di rumah dengan selamat.

Lain hal dengan pamanku yang tidak luput dari teror makhluk ghaib penunggu wilayah perkantoran itu. Paman dan Ibu bekerja di kesatuan militer yang sama meskipun berbeda bagian. Suatu malam beliau mendapat jadwal jaga malam di salah satu pos penjagaan bersama satu rekan ASN dan tiga prajurit tentara. Siang dan malam perkantoran yang dibawahi oleh Departemen Pertahanan ini selalu mendapatkan penjagaan maksimal. Tidak mudah untuk seseorang ke luar masuk sesukanya apalagi jika tidak memiliki kepentingan.

Paman sesekali berkeliling bergantian memastikan kondisi tetap aman terkendali. Tibalah ia di depan gedung olahraga (GOR). Gedung ini biasa dipakai untuk bermain bulu tangkis oleh para pegawai sekaligus difungsikan sebagai penyimpanan peralatan marching band. Lamat-lamat terdengar tabuhan drum disusul dengan suara nyaring terompet. Paman dengan sigap menuju ke GOR, membuka kunci dan pintu. Suara alat musik berhenti, gedung ini gelap gulita. Paman menyalakan senter, menyorot ke sudut gedung, tempat penyimpanan peralatan marching band. Sepi, tidak ada siapa-siapa. Paman menyorot ke segala arah memastikan tidak ada orang bersembunyi di kegelapan. Gedung ini benar-benar kosong, tidak ada seorangpun, tidak juga seekor kucing liar menyusup. Paman berbalik, menutup pintu. Tepat saat pintu di tutup, terdengar drum kembali ditabuh. Paman segera membuka pintu menyorotkan senter , sepi dan kosong. Kali ini Paman mencoba berkomunikasi.

"Ada siapa di situ?"

Hening.

"Halo?"

Hening.

"Selamat malam, ada siapa di dalam?"

Hening.

Karena tidak kunjung mendapat jawaban, paman ke luar gedung, menutup pintu. Kembali lagi hal itu terjadi, suara drum ditabuh berkumandang, suara terompet bersahutan. Paman segera mengunci pintu, berlari ke pos penjagaan. Paman sadar ini bukan ulah manusia. Ia sampai di pos, hanya satu prajurit keheranan saat paman datang dengan terengah di situ karena tiga petugas jaga lain belum selesai berkeliling.

Paman membelakangi pos, menegapkan posisi berdiri, mencoba menghirup udara sebanyak mungkin, lalu tepat dari arah GOR dua makhluk berwujud wanita berambut panjang melesat ke arahnya. Kepala mereka terkulai di bahu kanan, seakan tulang leher mereka patah. Paman menutup mata, tiba-tiba saja lehernya terasa tercekik. Kebingungan, ia berusaha menghempas tangan tak terlihat itu. Hempasannya hanya terasa menabrak udara dingin. Sang rekan menghampiri melihat keganjilan. Berseru-seru panik menatap Paman. Paman terus menutup mata, berdoa pada Sang Maha Kuasa agar diberikan bantuan menghadapi makhluk ghaib ini.

Beberapa detik berselang, Paman bisa bernafas kembali, cekikan terlepas. Dengan terbatuk-batuk Paman membuka mata. Dua wanita tadi sudah menghilang. Temannya membopong Paman ke dalam pos. Teror malam itu tidak akan pernah bisa dilupakan oleh Pamanku. Ada baiknya kita selalu berdoa di mana pun dan kapan pun. Memohon perlindungan pada Sang Maha Kuasa agar dijauhkan dari mara bahaya dan gangguan mereka yang tak kasat mata.

ADATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang