Puntang (Part 2)

10 3 0
                                    

Aku bekerja di kantor pusat sebuah perusahaan swasta. Perusahaan ini memiliki cabang di beberapa daerah di Indonesia. Bukan hanya di pulau Jawa saja tetapi juga Sumatera dan Kalimantan. Manajemen yang baik membuat perusahaan berkembang pesat dan secara otomatis membutuhkan tambahan karyawan. Ketika dirasa cukup banyak karyawan baru, perusahaan memutuskan untuk melaksanakan latihan kepemimpinan di gunung Puntang selama tiga hari dua malam. Aku sudah sedikit melupakan kisah mistis bersama Senny, namun mendengar lokasi training, seketika memutar kembali memori di benakku, cukup untuk membuat bulu kuduk berdiri.

Sehari sebelum kegiatan berlangsung, aku bersama Dinda, Rena, dan Sari membeli keperluan untuk pelatihan, sepulang kerja. Setelah selesai berbelanja, kami beristirahat di salah satu minimarket. Terdapat beberapa kursi dan meja di depan minimarket sehingga kami bisa duduk sambil mengobrol ditemani beberapa cangkir kopi, minuman dingin dan camilan.

"Puntang itu agak menyeramkan. Aku beberapa kali mendengar kisah hantu dari teman-teman yang pernah ke sana." Rena membuka percakapan.

"Yang benar?" Dinda menimpali dengan wajah penasaran.

"Namanya juga gunung, bukan hal aneh lagi kalau banyak penunggu." Sari ikut dalam pembicaraan.

Sementara aku, diam mendengarkan, tidak berniat membagi kisahku karena hanya akan membuat mereka ketakutan selama di Puntang. Obrolan itu tidak berlangsung lama karena kami harus pulang, menyiapkan berbagai perlengkapan dan mengistirahatkan diri agar esok pagi tidak terlambat. Kantor adalah titik kumpul sebelum bersama-sama dengan karyawan cabang berangkat ke lokasi pelatihan. Jadwal kegiatan sudah dibagikan oleh panitia. Di situ tertulis bahwa pukul enam kami sudah harus berkumpul.

Esok harinya, aku tiba beberapa menit sebelum jadwal kumpul. Tiga truk berwarna hijau tua berbaris rapi di jalan raya depan kantorku. Suasana sudah ramai sekali bahkan beberapa orang tidak kukenali wajahnya. Kurasa mereka karyawan baru dari kantor cabang. Seorang panitia yang adalah senior di kantor, Bu Reva menggiringku ke suatu kelompok. Kami memang dibagi ke dalam beberapa kelompok berjumlah kurang lebih sepuluh orang. Di dalam kelompok ini banyak sekali wajah asing. Hanya tiga orang yang kukenal. Aku berkenalan dengan teman sekelompokku agar suasana lebih santai. Setelah semua peserta pelatihan berkumpul, kami diarahkan untuk naik ke atas truk. Sopir truk segera tancap gas saat panitia memberi aba-aba untuk berangkat.

Tiba di titik pemberhentian, kami turun satu persatu dari dalam kendaraan itu. Beberapa panitia menanti lalu memberi penyuluhan mengenai kegiatan selanjutnya. Briefing selesai, seorang panitia memandu jalan kami menuju perkemahan. Cukup jauh kami berjalan menanjak, melewati semak, pepohonan rimbun, dan sungai. Aku ingat sungai ini adalah salah satu lokasi yang kusuka. Airnya begitu jernih dan menyegarkan dihiasai bebatuan. Sungguh jauh sekali jika dibandingkan dengan sungai di perkotaan yang airnya kecoklatan berhiaskan sampah di sana sini. Andai seluruh masyarakat sadar untuk membuang sampah pada tempatnya dan bahu membahu menjaga kebersihan lingkungan bersama pemerintah, kurasa sungai di kota pun akan sejernih ini bahkan bencana banjir bisa diminimalisir karena kudengar ketika orangtuaku kecil dulu, sungai di kota pun bersih sekali kondisinya.

Peluh mengucur deras ketika kami akhirnya tiba di lokasi perkemahan. Tiga tenda besar yang kurasa dapat menampung puluhan orang dan dua tenda berukuran sedang telah berdiri kokoh. Dua tenda besar dipersiapkan untuk peserta perempuan karena jumlahnya memang lebih banyak dari peserta pria. Satu tenda besar untuk peserta pria dan dua tenda sedang milik panitia. Kami dipersilakan untuk menyimpan barang bawaan lalu segera berkumpul di sebuah lapangan. Kegiatan berlangsung sesuai jadwal. Mungkin karena kami baru saja tiba, maka tidak ada kegiatan yang menguras tenaga. Sebagian besar acara berisi ceramah oleh beberapa motivator. Malam pun menjelang, kami dapat beristirahat setelah membersihkan diri di kamar mandi darurat, khusus dipersiapkan untuk acara ini. Sebenarnya di dekat perkemahan ada dua bilik kamar mandi yang telah dibangun secara permanen tetapi untuk acara dengan peserta sekitar seratus orang, tentu saja itu tidak cukup.

ADATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang