Perkantoran selalu ramai pagi hingga sore, namun lain halnya ketika malam hari. Masuk akal jika dikaitkan dengan rata-rata jam kerja karyawan berkisar antara pukul delapan hingga pukul tujuh belas. Meskipun begitu, bukan berarti keberadaan manusia di sana seketika lenyap lewat dari waktu itu. Beberapa karyawan melakukan lembur mengejar deadline atau memang bertugas menjaga gedung ketika malam hari.
Gedung perkantoran umumnya dijaga oleh satpam, sangat berbeda dengan perkantoran militer yang dijaga oleh para prajurit. Ketika malam hari tiba, para prajurit ini dibantu oleh aparatur sipil negara berjenis kelamin pria melaksanakan apa yang dikenal dengan sebutan 'piket jaga malam' untuk menjaga keamanan dan ketertiban Markas Komando mereka. Untuk suatu wilayah berhektar-hektar dengan bangunan terpisah berisikan dokumen super penting dan perlengkapan militer, serta diselingi pepohonan rimbun sangatlah wajar jika banyak anggota dilibatkan dalam kegiatan rutin ini.
Aku adalah anak dari keluarga yang berprofesi di bidang militer secara turun temurun. Kakek dan Ayah adalah tentara, Ibu dan Paman aparatur sipil negara di salah satu kesatuan militer kota Bandung. Meskipun sejak aku sekolah dasar Kakek dan Ayah sudah pensiun, aku tetap merasa dekat dengan dunia ini karena mereka seringkali menceritakan berbagai pengalaman ketika bertugas. Mulai dari awal mula kakek mendaftarkan diri sebagai tentara saat tiba di Jakarta pertama kali, merantau dari kampung halamannya, Ambon, sampai kisah perjuangan ayah di hutan melatih para prajurit muda. Aku terkagum-kagum setiap mendengar kisah mereka. Terkadang Ayah menyelipkan kisah mistis yang dialami. Salah satunya masih melekat jelas dibenakku karena kala itu kisah ayah membuat aku kesulitan tidur di malam hari.
Hari itu Ayah mendapat tugas piket jaga malam di salah satu pos penjagaan dengan dua orang rekan. Beberapa jam sekali mereka memutuskan untuk membiarkan salah seorang beristirahat agar tetap segar dan awas menatap sekitar. Ayah mendapat giliran jaga pertama. Setelah berkeliling di area penjagaan dan memastikan semua aman, Beliau kembali ke pos. Tengah malam, gilirannya beristirahat. Sang rekan sudah segar setelah beristirahat menggantikan posisi Ayah, menjaga pos lalu berkeliling pada waktu tertentu bergantian dengan seorang rekan lainnya.
Ada sebuah kasur lipat dengan bantal disediakan di dalam pos. Ayah merebahkan tubuh di atas kasur tersebut, menopangkan kepala di atas bantal bersarung putih. Mungkin karena lelah, dalam hitungan detik ayah tertidur. Tak berapa lama, Ia terbangun, mengerjap-ngerjap menghilangkan awan kantuk di pelupuk mata. Dengan setengah kesadaran ia menatap jam dinding, dini hari.
Sisa waktu istirahat tidak boleh disia-siakan. Ayah hendak kembali ke alam mimpi ketika sebuah tangan dingin membelai rambut cepaknya. Mencoba tetap tenang, disela ketidakteraturan degupan jantung dan udara yang mendadak terasa mencekam, menyesakkan, Ayah mendongak. Betapa terkejut saat dilihatnya sesosok wanita berparas cantik namun pucat mengenakan gaun putih gading lusuh, berambut ikal pirang tersenyum menyeramkan. Bantal putih kini berubah menjadi pangkuan seorang Noni Belanda. Ayah segera sadar bahwa makhluk ini bukanlah manusia. Tubuh Ayah sulit digerakkan, hanya mampu menutup mata, tanpa henti berdoa dalam hati memohon perlindungan pada Tuhan. Perlahan belaian di kepala menghilang, ayah pun jatuh tertidur kembali baru benar terjaga ketika rekannya membangunkan, waktu istirahat habis.
Ayah sengaja tidak menceritakan pengalaman menyeramkan saat jaga malam pada siapapun. Khawatir mereka akan ketakutan sehingga tidak maksimal dalam melakukan tugas. Cukup Ia saja yang berkenalan dengan sosok Noni Belanda penghuni pos penjagaan.

KAMU SEDANG MEMBACA
ADA
HorrorAku tidak ingin melihat mereka, tapi aku tahu mereka ada. Bersiaplah, karena kisah ini mungkin akan kalian alami juga. BERDASARKAN KISAH NYATA