DARI KEGELAPAN

18 12 1
                                    

Angga dan Yudi, mereka berteman sejak sebelumnya pernah bekerja di satu tempat yang sama. Namun setelah perusahaannya gulung tikar, mereka bekerja secara terpisah. Tentu saja mereka tetap berteman, lagipula rumah mereka berdekatan. Angga telah menikah dan memiliki 2 orang anak, begitu pula dengan Yudi. Dan aku adalah istri dari Angga.

Malam itu aku dan Angga sedang mengobrol santai di depan rumah, Yudi lewat dan menyapa. Kami mempersilakan Yudi untuk mampir ke rumah. Yudi pun duduk di sebelah Angga dan mulai asik mengobrol. Yudi berkata bahwa di dekat rumahnya ada kontrakan yang kosong. Kami memang berencana untuk pindah rumah, dan rasanya pindah ke dekat orang yang kami kenal itu cukup menyenangkan. Tidak perlu basa – basi soal sosialisasi dengan tetangga baru lagi. Mendengar kabar itu, kami meminta Yudi mengantar ke sana untuk melihat-lihat. Yudi pun mengiyakan.

Area tempat tinggal Yudi adalah area kontrakan 5 pintu, 2 di lantai satu dan 3 di lantai dua. Di lantai dua juga terdapat tempat untuk menjemur pakaian yang cukup luas dan sisi – sisinya diapit oleh 2 tempat penampungan air. Yudi tinggal di lantai dua, pintu nomor 1, tepat disamping tangga dan kontrakan kosong yang Yudi sebut tadi itu tepat di sebelahnya. Kami hanya bisa melihat dari luar melalui jendela kaca karena pemiliknya sedang pergi dan kuncinya dibawa. Kami lanjut mengobrol di depan rumah Yudi ditemani cangkir-cangkir kopi hitam panas yang Yudi suguhkan pada kami. Di sinilah kami 3 anak manusia membicarakan banyak hal seputar hidup yang tampak sangat ramai setelah kami dewasa. Melompat dari masalah satu ke masalah lainnya hingga berujung ke mereka yang tidak tersentuh dan tidak terlihat oleh mata. Penghuni dimensi lain yang seringkali bersinggungan dengan dunia kita tanpa kita sadari.

Perasaanku memang tidak nyaman begitu memasuki pagarnya, Ada rasa sesak yang aneh. Tetapi aku hiraukan karena bisa saja ini hanya perasaan berada di tempat baru yang belum pernah kudatangi. Selagi kami mengobrol mataku seakan tertarik ke satu sudut gelap di mana penampungan air berada. Samar aku melihat sesosok bayangan gelap dengan rambut berantakan mengintip dari balik penampungan air. Aku memicingkan mata mencoba memperjelas apa yang kulihat tetapi makhluk itu menarik dirinya mundur sehingga aku tidak dapat melihatnya lagi. Jantungku mulai berdegup tidak teratur, rasa sesak yang sedari tadi kurasakan pun tak kunjung hilang. Aku sudah tidak fokus lagi mendengarkan obrolan kami. Aku melirik ke arah Angga dan Yudi, mereka terlihat begitu santai. Yudi sedang menggambar sesuatu di buku yang dia pegang sambil berbincang dengan angga yang sibuk menyesap sebatang rokok sambil sesekali meneguk kopinya. Melihat itu aku menenangkan diri, meyakinkan bahwa yang kulihat sebelumnya hanyalah halusinasi.

Aku mulai kembali mencoba mendengarkan percakapan Yudi dan Angga. Yudi bercerita bahwa suatu malam saat listrik dimatikan karena ada kerusakan di daerah ini, penghuni nomor 3 dilantai dua berada di dalam, tidak ke luar rumah mencari sedikit cahaya bulan seperti yang lainnya. Ia sendirian ditemani cahaya lilin namun tiba-tiba ia merasa ada yang memperhatikannya dari arah kiri, ia pun menoleh tapi tidak ada apapun, lalu dari arah kanannya kembali terasa ada yang menatap kepadanya, seperti sebelumnya ketika ia menoleh ke kanan tidak ada apapun. Ia pun mencoba tidur menghadap ke arah langit – langit. Begitu mulai menutup matanya ia merasa ada yang kembali mengawasinya dari arah atas. Tanpa pikir panjang lagi, ia pun berlari ke luar. Tidak hanya itu saja, istri Yudi pun pernah mendengar ada suara yang memanggil-manggil dari luar ketika hujan lebat, saat itu Yudi pun mendengarnya, Yudi ke luar tetapi tidak ada apa-apa. Yang lebih jelas lagi, suatu malam ketika Yudi kesulitan tidur dan memutuskan untuk duduk di depan rumah, begitu Yudi membuka pintu, Yudi melihat ada sesosok makhluk yang menyebrangi tempat jemuran lalu diam di dekat penampungan air. Yudi berhenti bercerita dan lanjut menyelesaikan gambarnya.

Aku semakin tidak nyaman mendengar berbagai kisah itu. Tetapi aku tahu Yudi menceritakan itu semua agar kami bersiap untuk apa yang mungkin akan kami hadapi jika memutuskan tinggal di situ. Dan Yudi mengenal kami bukanlah orang – orang yang akan ketakutan begitu saja dan melakukan hal yang akan mencelakai diri sendiri seperti berlari melompati pembatas lantai dua atau menuruni tangga dengan terburu – buru setelah "ditampakkan" oleh mereka. Aku menatap kembali ke arah penampungan air, dan perlahan sosok yang aku lihat tadi memajukan kepalanya, mengintip kembali dari balik penampungan air, dan kini bahkan aku melihatnya dengan lebih jelas. Rambut berantakannya, dan senyumnya yang menyeringai. Aku terdiam, rasa ngeri mulai menjalariku tetapi aku tidak sanggup memalingkan pandanganku dari makhluk itu sampai Yudi berkata "Nih Angga, yang aku lihat malem – malem pas ga bisa tidur." sambil menunjukkan gambarnya. Aku melirik kea rah gambar itu dan itu mirip dengan makhluk yang aku lihat tadi.

Aku mengajak Angga untuk pulang, rasanya sudah cukup pengalaman misteri yang aku hadapi, lagipula ini sudah larut malam. Tepat setelah aku keluar pagar, rasa sesak itu hilang. Aku menyadari sesuatu, perasaan ini bukanlah rasa ketika mendatangi tempat baru, tetapi perasaan bahwa mereka ada dan mungkin ingin berkomunikasi dengan kami, sekedar menyapa dan menunjukkan eksistensinya. 

ADATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang