Undécimo

6.3K 783 207
                                    

MELENGUH pelan, Haechan lantas membuka perlahan kedua kelopak mata. Lelaki tan itu terusik dari tidur nyenyaknya bukan karna cahaya mentari yang berhasil mengintip dari celah gorden dipagi hari, melainkan karna lelaki itu merasa lapar. Perutnya yang terasa begitu kosong berhasil melemparnya dari alam mimpi; ia harus mengisi perut, tak perduli dengan waktu yang mungkin masih terlalu dini.

Namun ternyata sekarang telah pukul 04:32 Pagi.

Haechan menoleh kesamping, dan tak ada seseorang yang tidur disampingnya. Lalu pandangannya beralih ke penjuru sudut kamar. Tapi tetap saja, ia sama sekali tak menemukan sosok yang ia cari.

Apa Mark sudah pulang?

Karna seingat Haechan, malam tadi ia dibawa oleh Mark ke apartemennya. Ia mengingat itu dengan jelas. Haechan juga ingat bagaimana murkanya seorang Park Minhyung karna tingkahnya semalam di Bar bersama Hwang Hyunjin. Lalu dengan jiwa tanpa beban, ia malah memasuki alam mimpi setelah dibawa oleh sang kekasih ke kamar ini dengan tubuh polos yang hanya ditutupi jas sang pria.

Oh, atau mungkin sekarang dia masih telanjang bulat dibawah selimut?

Haechan tersentak kecil. Dengan cepat ia membuka sedikit selimutnya-dan Ya, dia memang masih bertelanjang.

Menghela nafas, Haechan lantas menduduki dirinya. "Untung saja aku pandai memperkirakan waktu." gumamnya pelan. Tangannya terangkat mengusak surainya sendiri dengan sedikit frustasi.

Entahlah, Haechan hanya tak bisa membayangkan jika semalam Mark telat atau bahkan tak datang ke Bar dan mendobrak pintu kamar yang ia dan Hyunjin tempati, mungkin sekarang ia telah terbangun di ranjang Bar dengan Hyunjin yang tidur bertelanjang disamping tubuhnya.

Ugh, membayangkannya saja sudah membuat Haechan bergidik tak sudi.

Untung saja rencananya berjalan sempurna dan tersisa melihat apa yang akan terjadi setelah ini. Haechanpun tak perduli-apakah berdampak buruk atau baik untuknya nanti, yang pasti ia sudah membuat Mark kacau dengan berbagai macam fikiran hanya dalam satu malam.

Ya, sebenarnya Haechan memiliki sedikit dendam pada si penerus terakhir Phoenix itu karna sudah membuatnya menangis tempo lalu.

Membuang apa yang berada didalam fikirannya, kini Haechan menuruni ranjang dan melangkah kearah lemari untuk mengambil baju disana.

Perutnya sudah semakin lapar, jadi ia harus segera keluar kamar untuk makan. Kebetulan juga ada beberapa makanan didalam lemari esnya yang hanya tinggal ia panaskan lagi.

***

"Rupanya kau sudah bangun."

Haechan tersentak mendengar suara berat itu; sedikit terkejut. Lalu dengan cepat ia menoleh kearah suara. "Mark?" Haechan mengerutkan kening. Meskipun lampu yang berada dilantai dasar ini tak dinyalakan, tetap ia bisa mengenali sosok didepannya sana.

Tapi tunggu, benarkah itu kekasihnya? Mengapa Mark duduk seorang diri disana seperti hantu? Demi Tuhan, Haechan sedikit merinding melihat kekasihnya yang duduk didalam kegelapan -meski tak terlalu gelap- sembari menatap tajam kearahnya.

Menelan ludah, Haechan melangkah mendekati saklar di dinding untuk menghidupkan lampu. Kemudian ruangan yang langsung diterangi oleh cahaya lampu itupun berhasil membuat Haechan dapat melihat jelas wajah kekasihnya.

Oh, sepertinya rencanyanya semalam berdampak buruk untuknya. Bukan tanpa alasan, tapi saat ini wajah Mark terlihat memerah menahan emosi dengan kedua tangan yang mengepal kuat diatas paha.

After Our Cruel ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang