Two

3.5K 415 5
                                    

Pagi ini begitu sampai dikelas, Sakura langsung duduk dibangkunya mengabaikan Sai yang terus mengikutinya dari gerbang tadi. Sakura tidak akan tergoda dengan bujuk rayu Sai.

"Ayolah Sakura... Maafkan aku..." Kata Sai memelas.

Sakura menghela nafas lalu membuka tasnya dan mengeluarkan buku pelajaran. Gadis itu pura-pura membaca untuk mengabaikan Sai yang masih merengek padanya.

"Kan sudah ku bilang padamu... Malam tadi adalah hari ulang tahun Yuuki... Aku tak bisa mengabaikannya di hari ulang tahunnya..."

Mendengar nama Yuuki, kekasih Sai, Sakura menutup bukunya kasar lalu menatap Sai marah. "Kau bisa mendatanginya begitu kita selesai. Kalau dikerjakan berdua pasti akan lebih cepat selesai." Bentak Sakura kesal.

"Maaf..."

"Tidak mau..."

"Ah, kenapa?" Tuntut Sai frustasi. Mereka tak terbiasa berkelahi seperti ini. Sai tak pernah betah lama-lama bermusuhan dengan Sakura.

Sakura tersenyum manis mengingat sesuatu. "Jika seseorang meminta maaf, bukankah orang yang dimintai maaf harus merasakan kepuasan?"

"Apa-apaan itu?" Protes Sai tak terima.

"Aku tidak akan memafkanmu sampai aku puas..." Kata Sakura kembali membuka bukunya dan mulai serius membaca.

"Baiklah... Aku akan melakukan apapun agar kau memaafkanku." Kata Sai putus asa. Lebih baik menyerah lalu menyelesaikan permusuhan ini dari pada membiarkan Sakura mendiaminya seharian.

Sakura melirik Sai lalu kembali menatap bukunya. "Apa saja?" tanya Sakura kalem, memastikan. Meskipun hatinya bersorak gembira. Otaknya langsung berputar mencari apa yang sebaiknya dia minta pada Sai.

"Ya... Apa saja..."

Sakura kembali tersenyum manis lalu menutup bukunya. "Baiklah... Apa yang harus kuminta darimu, ya?" Tanya Sakura jahil.

"Apapun... Apa saja yang kau inginkan." Kata Sai lagi sambil bersandar pada bangkunya disebelah Sakura.

Sakura tampak berpikir keras sementara Sai masih terlihat santai disebelahnya. "Baiklah... Sudah kuputuskan. Kau kerjakan pekerjaan komite kelas untuk kegiatan bulan ini selama seminggu sendirian."

"Apa? Kenapa?" tanya Sai kaget. Laki-laki itu tak menyangka Sakura akan meminta hal seperti itu. Bukan meminta barang atau traktiran makan di restoran favorit mereka

"Karena kau meninggalkan ku malam tadi dan aku harus mengerjakan semuanya sendirian." Balas Sakura galak. "Kau kira enak menyusun berkas-berkas itu lalu menyatukannya sendirian? Aku mengerjakannya sampai larut malam, tau..."

"kau tidak ingin sesuatu yang lain saja Sakura? Tas? Make up? Baju? Atau sepatu? Berapapun harganya akan kuberikan." Tawar Sai lembut.

Sakura menggeleng tak percaya. "apa kau pikir aku seperti Yuuki yang sangat mendewakan barang-barang itu? Ckckck..."

"Yuuki tidak..."

Sakura meletakkan telunjuknya pada bibir Sai. Menghentikan apapun yang ingin disampaikan laki-laki pucat itu. Sekaligus mencegah laki-laki itu protes atau mengelak. "Sshttt... Aku ingin belajar... Lagi pula sisa minggu ini hanya tinggal tiga hari." kata Sakura melepaskan jarinya meletakkan di bibir Sai.

Sai masih menggerutu panjang lebar disebelah Sakura sementara gadis itu sudah menyibukkan diri dengan buku pelajaran meskipun hatinya sedang bersorak kegirangan.

Sakura akan bebas dari pekerjaan komite sekolah. Dan itu adalah surga...

***

Sasuke menatap Naruto dengan pandangan tajam. Seolah memberikan peringatan keras agar laki-laki itu menghentikan apapun yang sedang dia coba lakukan sebelum kesabarannya habis.

Sementara laki-laki yang menjadi objek tatapan mematikan milik sahabatnya itu hanya nyengir lebar sambil melanjutkan kegiatannya tanpa merasa terganggu. Bagi Naruto, selama Sasuke hanya memberikan peringatan lewat matanya yang tajam, itu berarti dirinya masih dalam posisi aman.

Memangnya apa yang sedang dilakukan pria pirang itu?

Sasuke memejamkan matanya, menahan kekesalan yang nyaris memuncak saat disekeliling mereka mulai berkumpul beberapa gadis yang kelewat bersemangat.

Panggilan Naruto yang super hangat mampu menarik para mahasiswi meski mereka berada dalam radius puluhan meter dari tempatnya. Ditambah lagi kehadirian sosok mengagumkan yang dikenal sebagai pria es, dingin tak tersentuh, disebelah Naruto itu membuat penghuni kampus yang berjenis kelamin perempuan dengan suka hati mendatangi ajakan si pirang meski Sasuke bereaksi menyeramkan.

Selama ada Naruto, mereka aman. Mungkin itu lah yang melintas dipikiran gadis-gadis ini.

"Santai saja, Sasuke... Dan buang jauh-jauh muka menyeramkan mu itu. Kau bisa mendatangkan badai petir di siang bolong yang cerah ini." Ledek Naruto tak menghiraukan peringatan Sasuke yang terlontar dari matanya.

"Apa yang kau rencanakan?" Suara berat Sasuke berbisik agar hanya Naruto yang bisa mendengarnya.

"Hai, Naruto..." Sapa gadis dengan rambut merah dan kacamata yang juga merah. Gadis itu melirik Sasuke malu-malu. "Hai... Sasuke..." Gumamnya dengan rona merah di pipinya.

"Karin..." Balas Naruto riang pada sepupu jauhnya itu. "Siapa saja wanita-wanita cantik yang sedang bersamamu ini?"

Karin tersenyum lebar lalu mulai memperkenalkan teman-temannya. "Ini Shion, Fu, Sasame dan Saara."

"Hooo... Mereka cantik-cantik, sama seperti mu. Benarkan, Sasuke?" Tanya Naruto sambil menaik turunkan alisnya menggoda sahabatnya itu.

"Hai, Sasuke-kun." Sapa para gadis kompak dengan mata berbinar dan pipi merona. Selama ini mereka hanya bisa bermimpi bisa berdiri sedekat ini dengan pria idaman nyaris seluruh siswi kampus.

Sasuke berdecih lalu berbalik meninggalkan Naruto dan kerumunan itu. "Menyebalkan."

Naruto tersenyum kikuk, merasa tak enak. "Maafkan dia ya.. Dia memang dingin dan penyendiri."

"Tak apa... Lain kali, ayo kita minum kopi bersama." Kata Karin mengedipkan sebelah mata sebelum pergi bersama teman-temannya.

Naruto menghela nafas. Niatnya untuk membuat Sasuke berpaling dari si gadis merah muda yang menjadi obsesinya itu gagal total.

Sementara itu, Sasuke yang langsung bad mood karena kelakuan sahabatnya menjauh dari gedung kampus meskipun mereka ada kuliah lima belas menit lagi.

Jika Naruto bukan sahabat satu-satunya yang dia miliki sejak taman kanak-kanak, mungkin dia sudah menghabisi laki-laki itu.

"Cih.." Decihnya sambil mempercepat langkah keluar gerbang kampus.

Sasuke membiarkan kakinya melangkah tanpa benar-benar memikirkan arah dan tujuan. Laki-laki berparas tampan itu berjalan sesuka hati sampai matanya terhenti pada gedung yang sangat dikenalnya selama setahun belakangan ini.

Gedung sekolah Sakura.

-To be Continued-

Pshyco? ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang