10

7.9K 988 79
                                    

Tak ada yang tau siapa Hana sebenarnya kecuali Ian Kaisar di Negeri Rosemord, dirinya termenung didalam sel bawah tanah dengan temannya Sona yang seharian ini melindunginya, rasa ngilu dan juga lapar sudah lama dia rasakan, begitu dinginnya tempat ini membuat mereka harus bisa bertahan sampai hasil akhir hukuman mereka berakhir.

"Hana aku lapar..."

"Seharusnya kau tidak seperti ini Sona, lihatlah karena kelakuan mu, kita bernasib sama."

"Hehehe habisnya aku tidak senang melihatmu diperlakukan seperti ini, Hana ternyata orang di zaman ini kasar-kasar ya."

"Kau baru tau ya? Sona ini baru sebagain, sebenarnya hal seperti ini belum ada apa-apanya."

"Owh ya?"

Hana terdiam menatap wajah Sona, jika membaca sebuah buku tetang kerjaan rasanya memang menyenangkan, seorang pangeran yang jatuh cinta pada gadis desa, kaisar yang akhirnya menemukan cintanya, semuanya memang nampak indah, tapi jika kau sendiri yang menjalaninya pasti ada rasa ingin kembali, dibanding hidup di zaman ini pasti kalian akan lebih memilih hidup di zaman moderen dimana hukuman dan keadilan sudah berlaku untuk itu.

~*~

Disalah satu ruangan yang berada di Istana, sosok laki-laki berbadan tinggi dengan rambut berwana perak membuka sebuah pintu ruangan yang memperlihat sosok gadis cantik sedang duduk dimeja kerjanya.

Gadis itu adalah Erin Rosemord putri Mahkota di kerjaan Rosemord, sedangkan laki-laki yang ada dihadapannya ini Evan Rosemord, kakak dari Erin sekaligus Putra Mahkota di kerjaan Rosemord.

"Ada apa?" tanya Erin saat melihat Evan datang dengan buru-buru.

"Erin! Soal perempuan yang kau tangkap siang itu, apakah benar dia seorang pelayan?"

"Kenapa kau begitu penasaran?" tanya Erin.

Evan jalan mendekati Erin, wajahnya terlihat datar saat berhadapan langsung dengan adiknya.

"Ku dengar perempuan itu tertangkap basah berada di dalam kamar Yang Mulia, apakah itu benar?"

"Iya itu benar," jawab Erin dengan datar.

"Saat itu, aku begitu penasaran saat mendengar ada suara perempuan didalam kamar Yang Mulia, suara perempuan yang sedang bertengkar, awalnya aku biasa-biasa saja karena ku pikir mungkin itu suara pelayan yang sedang merapikan kamar," ucap Erin.

"Tapi ternyata bukan! Pelayan yang biasanya merapikan kamar Yang Mulia baru saja datang saat itu, melihat pelayan Yang Mulia ada diluar, sudah pasti orang yang ada didalam kamar Yang Mulia sedang melakukan sesuatu yang tidak baik, tanpa pikir panjang disaat pintu kamar Yang Mulia terbuka, disitu mata ku langsung terbuka dengan lebar, apa kakak tau apa yang saat itu aku liat?" tanya Erin.

"Aku melihat dengan jelas perempuan itu memakai pakaian yang tidak pantas di kamar Yang Mulia, melihat itu aku langsung marah, tanpa pikir panjang aku langsung memanggil kepala Dayang, untuk menghukum pelayan yang kurang ajar itu."

"Sekarang ada dimana pelayan itu?" tanya Evan.

"Entalah mungkin di ruang bawah tanah, atau sedang melewati masa hukuman," jawab Erin acuh.

Evan mengepalkan kedua tangannya setelah mendapatkan berita itu dari Erin, dirinya dengan cepat langsung melangkah menuju penjara bawah tanah, pikirannya melayang entah kemana jantungnya berdetak sangat kencang, langkah kakinya terhenti saat dia sudah berdiri didepan pintu penjara bawah tanah.

"Selamat siang Yang Mulia Pangeran," sapa prajurit di sana.

"Bisa antarkan aku, ke penjara pelayan itu."

"Ya?"

"Pelayan yang baru saja tertangkap oleh Putri," ucap Evan lagi.

"Baik Pangeran silahkan ikuti saya."

Evan langsung menganggukkan kepalanya dirinya dengan patuh berjalan mengikuti prajurit itu menyusuri lorong bawah tanah yang begitu dingin dan lembab.

"Ini penjaranya Pangeran."

"Terima kasih, kau bisa pergi sekarang."

"Baik."

Evan terdiam menatap Sona dan Hana yang sedang tertidur pulas, baju Hana yang begitu tipis memperlihatkan beberapa luka yang begitu jelas dia liat.

Tangan Evan terkepal melihat kondisi tubuh Hana yang seperti ini, sorot matanya berubah dingin, dia mengepalkan kedua tangannya dengan kuat.

"Pangeran."

Mata Evan langsung terbuka lebar saat ada seseorang yang sedang memanggilnya, dirinya langsung menoleh ke arah orang itu, sosok pria berbadan tinggi sedang berdiri dihadapannya.

"Tuan Kevin?"

Kevin yang merupakan adik dari Ian ini sedang berdiri dihadapan Evan, sorot matanya langsung jatuh pada Sona dan Hana, melihat kondisi dari kedua gadis itu membuat Kevin tau bahwa mereka baru saja melewati masa hukuman.

"Tuan Kevin, anda tenang saja, dua perempuan ini biar_"

"Saya saja."

"Ya?" tanya Evan bingung.

"Biar Saya saja yang mengurus dua perempuan ini, Anda tenang saja Pangeran hukuman tetap berlaku bagi mereka yang sudah berbuat salah."

Tangan Evan terkepal kuat mendengar ucapan dari Kevin, bukan ini maksud ucapannya, tapi ada sesuatu yang harus Evan pastikan dan dia tidak mau Kevin tau.

"Aku merasa marah saat tau perempuan ini ada di kamar Yang Mulia," tekan Evan.

"Saya tau rasa kesal Anda Pangeran, tapi biarkanlah masalah ini saya yang mengurusnya."

"Egh... Ah... Tuan tampan!"

Mata Kevin dan Evan langsung terbuka lebar saat mendengar ada suara Sona, mereka langsung menatap ke arah Sona yang saat itu baru saja sadar.

Hana ikut membuka matanya secara perlahan, rasa sakit dan ngilu masih dia rasakan, matanya langsung terbuka lebar saat melihat ada sepasang kaki sedang berdiri dihadapannya.

"Pangeran..." lirih Hana menatap wajah Evan.

Evan menatap datar wajah Hana, dirinya langsung berjongkok dihadapan Hana yang terlihat begitu lemah.

"Apa kau orang yang telah lancang masuk ke kamar Yang Mulia?" tanya Evan.

"Saya memang ada di kamar Yang Mulia, tapi saya masuk dengan izin dari beliau," jawab Hana.

"Hah apa? Izin?" tanya Evan terkekeh.

Mata Evan langsung melirik ke arah Kevin yang sedang berdiam diri menatap Sona, mata Kevin yang berwana biru terang itu begitu jelas memancarkan sebuah kemarahan pada Sona.

"Kami tidak bersalah tuan," ucap Sona penuh mohon.

"Ku dengar kau tidak ada sangkut pautnya dengan ini," Kevin langsung berjongkok dihadapan Sona dengan sorot mata yang begitu tajam.

"Aku beri kau dua pilihan, kau... Ingin tetap disini atau keluar dari sini?" tanya Kevin.

"Apa?"

"Yang bersalah adalah teman mu, kau hanya korban disini, kau masih punya_"

"Tidak!" tekan Sona.

"Saya tidak akan keluar dari sini, jika teman saya juga tidak keluar!" ucap Sona yang sudah mengeluarkan air mata.

"Saya kesini bersama dengan dia Tuan, mana mungkin saya yang sebatang kara ini meninggalkan teman saya, yang sudah saya anggap kelurga sendiri."

Kevin mengepalkan kedua tangannya menatap wajah Sona.

"Apa aku bersiap diberi hukuman atas dosa yang telah teman mu perbuat?"

"Mau cambukan atau pun pukulan kami sudah siap Tuan, bila perlu kami dihukum mati pun, kami berdua siap Tuan," ucap Sona menatap wajah Kevin dengan dalam.

"SONA!" pekik Hana.

TBC.

Cinta Untuk Kaisar "Tamat"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang