°°°
Aku penasaran.
Hari ini pun aku bertemu dengan nya, Allen. Dia tersenyum sekilas ke arahku. Aku membalasnya. Yang membuatku heran itu, dia benar-benar berada di jalan yang sama denganku tapi aku tidak pernah menyadarinya.
Di sini sudah ada beberapa orang selain Allen. Ada anak-anak kecil yang mau sekolah di seberang. Ada juga anak SMP dan SMA sepertiku. Aku jadi mengingat kata-kata kak Teya.
Kenapa ya aku tidak menerima undangan di sekolah elit itu? Jika dipikir lagi bukankah aku juga akan berada difasilitas yang sama dengan anak 2A jika aku berada disana. Aku menghela nafas, mobil melewati kami beberapa kali. Alasan nya karena jalan ini.
Aku mendengus, apa dia tidak sadar jika dia sudah membuatku sangat terikat dengan jalan ini? Bahkan ini membuatku kesal. Setahun lagi aku akan lulus dan pergi dari lingkungan ini mencari tujuan hidupku tapi kenapa sampai detik ini pun dia tidak pernah muncul menepati janjinya? Aku--
"Rambu sudah berubah, mau sampai kapan mendengus dengan wajah kusut itu?"
Allen berjalan sambil menepuk pundakku, menyadarkan ku dari lamunanku. Aku menyamai langkahnya dengan tergesa-gesa.
"Terimakasih sudah membangunkanku."
Dia tertawa kecil karena ucapanku.
"Kamu bergadang? Sampai tidur dijalan gitu, tidak baik lho."
Katanya, aku mengeklik lidahku sembari menatapnya kesal. Dia, punya sisi seperti ini juga?
"Kamu tau pengandaian tidak?"
Dia tertawa memamerkan wajah cerah nan tampan nya itu. Semakin kesal saja aku melihat wajahnya itu, kalau seperti itu aku mana bisa kesal? Ah, berteman dengan lelaki tampan itu memang super menyenangkan. Mataku terasa disucikan berulangkali.
"Kenapa menatapku seperti itu?"
Karena kamu tampan.
"Terima kasih."
Mataku terbelalak, tunggu jangan bilang dia bisa membaca pikiran ku? Wajahku memerah, pipi dan dahiku terasa hangat. Dia terkekeh melihatku shock dengan wajah memerah.
"Apa perkiraanku benar? Kalau iya aku tersanjung."
Dia tertawa lagi, aku semakin ingin menenggelamkn wajahku. Tanpa sadar aku memukul lengannya.
"Allen, kamu ternyata menyebalkan ya?"
Dia tertawa ringan, kami sudah berada di seberang jalan. Ada dua laki-laki yang mendekat ke arah wanita yang melihat-lihat toko, mataku menyipit saat gelagat mencurigakan kedua orang itu.
Salah satu dari mereka tiba-tiba menarik tas perempuan itu dan yang satunya lagi berlari kearah lain, mengecoh. Wanita itu kebingungan dan panik. Salah satu lelaki itu berlari kearahku dan Allen. Aku tanpa basa basi melepas tasku dan memukulnya dengan keras kekepala lelaki itu.
Ngomong-ngomong, tasku sangat berat. Ada 5 buku tebal dan beberapa buku tulis. Aku juga membawa toples alumunium sebagai bekal jajan ku disekolah. Dia mengaduh, Allen juga membantuku dengan menendang lutut bagian belakang lelaki itu sampai tersungkur. Timingnya hampir bersamaan jadi orang itu langsung tersungkur menabrak trotoar.
Kami, jadi bahan tontonan disitu. Allen dengan sigap menduduki punggungnya dan aku meraih tas wanita yang dicopet tadi. Aku dan Allen saling berpandangan lalu kami sudah melakukan pekerjaan masing-masing. Aku kewanita itu dan memberikan tasnya. Sedangkan Allen, aku tidak tau apa yang dia lakukan tapi lelaki yang mengambil tas wanita ini sudah jatuh pingsan. Allen mengikatnya dengan tali yang diberi oleh penjual toko disekitar.
"Terima kasih, sungguh terima kasih." Aku mengalihkan pandangan ku ke arah wanita ini. Aku tersenyum.
"Bukan apa-apa. Syukurlah kalau Kakak baik-baik saja."
Dia menggenggam tanganku.
"Tidak. Tolong terima rasa terima kasihku. Bisakah kamu dan lelaki itu menerima sesuatu dari ku?"
"Ehh? Tidak apa-apa, kami senang bisa membantu kakak kok."
Gadis itu menggeleng keras dan menyerahkan 2 tiket film di bioskop pada hari minggu. Aku mengerjap.
"Ini berlebihan."
"Tidak, di tas itu ada uang tertulis di check, itu biaya untuk rumah sakit adikku. Sungguh aku berterima kasih pada kalian. Tiket ini, hadiah dari pacarku tapi aku bisa bilang padanya nanti. Itu bukan apa-apa."
Aku sungguh kewalahan dengan reaksi ini, Allen dengan wajah bingung nya menghampiri kami. Kakak ini langsung menjabat tangan Allen dan memberikan 2 tiket itu sembari berterimaksih kembali dan pergi. Aku maupun Allen saling memandang. Bingung.
Beberapa detik kemudia kami tertawa karena perasaan aneh yang terasa terhubung ini sungguh menghibur dan menggelitik. Dia menarik tangan nya dan meminta melakukan high five, aku menyambutnya dengan senang.
"Kamu keren."
Puji kami bersamaan pada satu dengan yang lain. Puas dengan hasil tangkapan pagi ini, kami berjalan kesekolah sambil mengulang cerita mendebarkan barusan. Pencopet itu di urus oleh bapak-bapak di toko itu, para warga yang melihat ada yang langsung memanggil polisi. Kami para pelajar diberi reward oleh kakak tadi dan beberapa penjual dipinggir jalan. Katanya kami keren sekali.
"Aku merasa seperti hero."
Ujarku sembari tertawa, Allen hanya menatapku lama lalu mengangguk tersenyum.
"Iya, kamu keren banget."
Aku mendadak salah tingkah dengan ucapan nya.
"Bu-bukankah kamu juga keren langsung menjatuhkan nya?"
"Tanpa tas bomb mu itu, dia tidak akan linglung."
"Ta-tapi kamu menahan nya."
"Dan kamu dengan gesit mengambil tas nya dan berlari ke Kakak itu."
Wajahku memerah. Apa-apaan Allen ini.
"Ki-kita berdua keren!"
Seruku. Allen tertawa renyah melihatku salah tingkah lalu mengangguk dan melebarkan 2 tiket untuk menonton di akhir peka itu.
"Kamu akan datang kan?"
Tanya nya mengenai tiket itu. Aku menatapnya dan menatap tiket itu selanjutnya. Lalu mengalihkan pandanganku ketempat lain.
"Mau bagaimana lagi? Kan itu hadiah kita."
Jantungku berdetak kencang saat mengatakan itu. Bukankah ini terdengar seperti aku menerima ajakan kencan dari seseorang?
KAMU SEDANG MEMBACA
Zebracross
Teen Fiction06.45 AM. di jalan dan waktu yang sama. di 30 detik yang sama. setiap hari. ••••••••••••• Jika kamu membaca ini, kamu harus melihat sampai ending. Karena pengenalan tokohnya ada di ending. Hehehe, semoga kalian suka❤️