-8-

1 0 0
                                    

•••

Dari sekian minggu berlalu, aku sudah menduga jika hal ini akan terjadi. Aku juga sudah menerka-nerka akan kembalinya sosok menyebalkan yang selama ini tidak ada di rumah. Dia, seseorang yang sekarang berdiri di bibir pintu kamarku, memperhatikanku yang sedang berkaca.

"Adikku mau berangkat sekolah ya?" Aku melihatnya dengan ekor mataku lalu kembali menata rambutku.

Aku mengikatnya menjadi satu dan kusampirkan disebelah kanan agar terkesan jatuh. Aku juga tidak lupa merapikan poni rambutku ke arah kanan. Aku juga tidak berniat menjawab pertanyaan yang sudah sangat jelas apa jawaban nya kepada kakak menyebalkan ku satu ini.

"Alaaaaani!" Dia merengek seperti anak kecil dibibir pintu kamarku sembari menghentakan kakinya seperti adik lelaki ku Kenna yang merajuk tidak mau dibelikan mainan baru. Oh, dia ini sudah tua. Dia berumur 4 tahun diatasku loh. Artinya dia ini sudah berkepala 2 tahun ini.

"Kak Teya kenapa pulang?" Tanyaku setelah mengambil ransel merahku. Aku melangkah pelan kearahnya, kak Teya memanyunkan mulutnya lalu menggenggam tanganku.

Aku menatapnya horor, dia tetap merajuk. Salah satu alasan aku sangat membenci kehadiran manusia ini dirumah, sifat siscon nya yang sudah mendarah daging seperti saat ini. Sifat manja dan kekanakan nya yang lebih mengesalkan dari pada Kenna.

"Kakak kan pulang karena kangen adik kakak, gak boleh?"

Aku segera melepas tangan nya dan berlari.

"MA, KAKAK SUDAH GILA!" Seru ku saat sampai diruang makan, Mama dan Papa hanya tertawa melihatku yang ketakutan. Tentu saja hal ini sudah menjadi kebiasaan yang menyebalkan saat dia datang. Kenna hanya tersenyum miring ke arahku. Oh, anak iblis satu ini.

"Anate kan kangen Lani, kenapa setakut itu?" Mama berujar seakan-akan sikap kak Teya itu sangat wajar. Apa kah aku harus memberitahu Mama tentang siscon nya kak Teya? Dia seperti menyukai adiknya sendiri, aku sampai mengira kalau kak Teya akan menikahiku jika aku dewasa nanti karena dia belum juga punya pasangan sampai saat ini.

"Lani jahat!" Dia muncul.

Aku segera bersembunyi dibelakang kursi Papa. Menatap kak Teya horor. Walau aku akui dia adalah sosok kakak yang di idam-idamkan sejuta umat diseluruh jagat raya karena dia sungguh sangat perhatian dan kakak yang dapat diandalkan. Tapi, aku tetap mempertimbangkan tentang sifat kekanakan dan siscon nya ini.

"Papa, Anate Yasassi gak salah kan kangen sama adek perempuannya yang manis?" Rajuk nya lagi. Aku mendengus kesal lalu menggoyang-goyangkan pungguh Papa.

"Kak Teya tu, Pa. Gak waras." Aku juga ikut merajuk karena kehadiran manusia satu ini. Mataku sempat melirik kearah sudut ruangan untuk memeriksa jam. Jarum panjang jam menunjuk angka 7 artinya sudah jam 6.35 AM.

"Kalian berdua duduk dan sarapan. Jangan gaduh." tidak ada nada marah dalam ucapan Papa, beliau juga tidak membentak bahkan tidak juga meninggikan volume bicara nya. Dia hanya mengatakan itu dengan normal.

Tapi...

Kak Teya menarik kursi disamping Kenna dan mulai mengisi piring dihadapan nya dengan nasi dan beberapa lauk pauk diatas meja. Aku nyengir, memang Papa adalah cowok terkeren yang pernah ada.

"Kenapa kamu gak duduk?" Papa menoleh kearahku, aku langsung melakukan jurus andalan ku yaitu nyengir.

"Lani berangkat sekolah aja deh, gak laper,  Pa." Aku sudah membalikan tubuhku dan berjalan keluar rumah, aku mendengar suara Mama yang menyerukan doa padaku 'hati-hati dan sukses' aku hanya membalas seruan nya dengan kata 'Yuppy'.

Aku mengambil sepatuku dan menggunakan nya, hari ini langit sedang tersenyum kearah bumi. Buktinya di atas sana tidak ada satupun kabut yang menghangi nya untuk unjuk gigi terhadap bumi. Selesai mengganti alas kaki, aku mulai berjalan dengan senandung pelan dari tenggorokan ku.

"Lani?! Kakak antar ya?" Aku berdecih kesal.

Belum juga aku bereaksi terhadap teriakan kak Teya, dia sudah berada disampingku. Merangkulku dan mengacak rambut yang sudah ku tata dengan rapi tadi didepan cermin. Dengusan sebal lolos dengan indah dari mulutku.

"Kak Teya gak usah berantakin rambutku! Lagian aku sudah SMA!" Aku melepas rangkulan kak Teya dan menata rambutku. Aku sngat yakin jika ini tidak akan sama dengan yang sudh ku tata sebelum nya.

"Kakak kan juga pengen jalan-jalan." Aku mengembungkn pipiku kesal.

"Harusnya kakak nganter Kenna, bukan aku." Kak Teya nyengir lalu bersedekap.

Langkah kami sudah sampai di ujung gang dan sudah berjalan di trotoar menuju zebracross didepan sana.

"Kenna bareng sama Papa. Lagian Lani kan cewek." Aku berdecih tidak begitu mengubris ucapan kakakku ini.

Mood pagiku cukup suram karena kak Teya. Dia memang libur saat hari sabtu dan minggu. Dia pulang pagi-pagi buta dari kota sebelah, makanya sampai di rumah juga masih pagi. Dia pasti ngebut dijalan.

"Kak Teya, jangan ngebut kalau motoran." Kataku memecah hening sekaligus memecah obrolan sebelum nya. Sengaja. Aku sengaja sekaligus juga aku sedikit khawatir. Kak Teya sangat menyeramkan kalau sudah kebut-kebutan dijalan.

Aku sedikit takut karena kecerobohan nya itu, dia pernah menghantam tubuh mobil saat tikungan tajam. Waktu itu salah satu kakinya patah tulang dn kaki lainnya Terkena knalpot sepedanya sendiri. Bagian tubuh lain nya lecet termasuk kepalanya. Aku hanya tidak ingin melihat hal semengerikan itu lagi. Apalagi, kak Teya jadi harus berbaring selama lebih sebulan karena kakinya yang patah.

"Gak kok, cuma agak cepet aja dari biasanya." Aku memukul lengan nya, dia tertawa lalu kembali mengacak rambutku. Oh, ayolahh aku sudah menata nya barusan. Kenapa diberantakin lagi? Aku bukan kucing yang di elus makin manja.

"Kak Teya!" Seruku karena ucapan sekaligus tindakan nya.

Kaki kami sudah berada ditepi jalan disebelah rambu jalan, terlebih dihadapan 30 garis zebracross.

"Kakak penasaran, kenapa kamu menolak sekolah di sekolah unggulan sebelah. Kamu dapat undangan nya kan?"

"Aku hanya tidak suka sekolahnya." Jawabku asal. Kak Teya mengedipkan beberapa kali matanya.

"Gedung nya bagus loh."

"Tapi tidak nyaman dan terlalu luas. Pusing."

Rambu pejalan kaki berubah warna menjadi hijau. Aku dan kak Teya mulai melangkah maju sembari melanjutkan obrolan singkat kami.

"Fasilitas lengkap." Katanya masih promosi.

"Di SMA Satunusa juga lengkap."

Saat aku berdiri di trotoar tadi, aku merasa melihat seseorang yang begitu tidak asing. Aku yakin orang ini berjalan dibelakangku dan kak Teya saat ini.

"Apa karena jalur perjalanan ke sekolah?" Kak Teya kembali bertanya, aku tidak bisa langsung menjawabnya. Kak Teya mulai menyelidik memeriksa mimik wajahku.

Aku sangat yakin jika aku saat ini hanya memasang wajah datar, sedatar tripleks. Tapi, merasa percuma karena memang bakat ekspresifku yang sangat jujur dengan suasana hatiku ini tidak bisa menipu sama sekali.

"Sudah kuduga." Katanya lalu mengeluarkan senyuman miring, ah wajah menyebalkan kak Teya muncul.

"Aku belum menjawab!" Seruku tidak terima walau pada kenyataan nya, kak Teya tidak salah menebak.

"Aku hanya penasaran. Yah kurasa aku mau mampir ke toko Paman Yoo." Aku mengangguk lalu kak Teya mulai memasuki toko elektronik tepat beberapa meter sebelum ke sekolah ku. Aku menghela nafas panjang.

"Lani, semangat belajarnya!" Kak Teya mode sisconnya berseru sebelum hilang dibalik pintu.

Aku memandang jalanan yang lenggang lalu melanjutkan langkah kaki ku ke sekolah.

Zebracross Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang