-5-

0 0 0
                                    

•••

Aku menoleh saat seseorang menepuk pundakku, lalu aku tersenyum.

"Kak Leo." Sapa ku, orang itu membalas senyumku.

"Berangkat sekolah?" Aku mengembungkan salah satu pipiku. Apa perlu aku membalas pertanyaan yang jawaban nya sudah jelas seperti itu? Maksudku... Aku ini pake seragam sekolah loh, pake tas ranselku yang warna merah, pake sepatu juga. Memang nya aku begini buat ke pemakaman?

Kak Leo seperti sadar akan pertanyaan nya lalu tertawa kecil sambil menepuk dahinya.

"Aku ganti pertanyaanku deh, semangat buat sekolah?" Katanya.

"Semangat dong. Alani kapan si gak semangat buat ke sekolah?" Kak Leo manggut-manggut.

"Memang sih." Gumamnya. Aku menatap jalanan yang ramai pagi ini lalu mendongak menatap kak Leo lagi.

"Kakak tumben jalan kaki." Kak Leo menyedekapkan tangan nya.

"Sepeda kakak, rusak. Jadi jalan kaki." Aku berdehem panjang.

Kak Leo ini tetangga ku sekaligus sepupuku. Dia kuliah di kampus yang jauh nya sekitar 5 km lah dari kawasan rumah. Biasa nya dia naik sepeda motornya. Tapi, kali ini dia jalan kaki. Dia gak jalan kaki sejauh 5 km. Dia hanya berjalan sampai halte bus yang ada di dekat sekolahku. Rute bus nya melewati kampus kak Leo.

"Oh, gitu."

Rambu pejalan kaki berubah warna menjadi hijau. Aku berjalan beriringan dengan kak Leo.

"Ah, sepertinya asik juga kalau setiap hari jalan," katanya disela-sela perjalanan kami. Aku mengacungkan ibu jariku padanya.

"Benarkan? Asik!" Jawabku dengan riang. Beberapa langkah lagi kami sudah berada diseberang. Walau begitu kami tetap berjalan bersama sampai menuju ke sekolah. Tentu saja bukan karena dia mengantarku, tapi dia ke halte bus di dekat sekolahku.

"Setiap hari, di tempat tadi... Aku bertemu banyak orang. Bicara ringan dengan beberapa orang. Kadang aku diberi coklat atau permen atau snack dari orang-orang yang setiap hari ku temui."

Kami sudah berada di sebrang jalan dan kami juga mulai melangkah pergi menuju arah sekolahku.

"Kalau bisa menikmatinya, hal sesederhana seperti senyuman bisa membuat hati beberapa orang menjadi ringan." Aku melanjutkan ucapanku.

"Memang seperti Alani sekali." Aku menoleh kearahnya.

Tentu saja seperti aku, kan ini aku. Dia tertawa kecil.

"Dari TK kamu juga sudah lewat jalan itu kan? Kamu bahkan tidak minta diantar sampai beberapa kali aku harus mengawasimu." Aku mengernyit tidak suka. Masa sih? Aku tidak ingat sama sekali. Aku memang merasa sedari kecil sudah lewat zebracross tadi sampai sudah terbiasa.

Aku juga sengaja mencari sekolah yang melewati zebracross itu. Mungkin aku terdengar konyol, tapi aku sangat bahagia saat melewati nya. Bertemu dengan orang-orang yang kukenal. Berbicara ringan sampai kesebrang lalu berpisah atau bersama seperti sekarang.

"Kenapa juga kakak harus mengawasiku?" Kak Leo mengedikan bahu nya sambil tersenyum kearahku.

"Kenapa ya?" Dia malah bertanya padaku.

"Bercanda ya?" Jawabku kesal, dia malah tertawa renyah.

"Mama mu sering memintaku untuk mengawasimu di jalan tadi. Jaga-jaga kalau kamu nyebrang saat lampu pejalan kakinya masih berwarna merah atau jika seseorang hendak berbuat jahat padamu." Dia menjelaskan.

Oh, Mama meminta tolong kak Leo. Ah, Mama malah merepotkan orang lain. Lagi pula kenapa juga aku dulu tidak suka diantar? Aneh sekali.

"Aku merepotkan kakak ya?" Kak Leo mengusap kepalaku.

Beberapa langkah lagi aku harus berbelok ke kanan menuju gerbang sekolah. Sedangkan kak Leo masih harus berjalan lurus ke halter yang beberapa meter dari gerbang sekolahku.

"Tidak. Lagipula kan SD ku dekat dengan TK mu." Jelas nya. Aku ber'oh'ria lalu mengangguk.

"Kalau gitu, terimakasih kak Leo." Aku melambai kearah nya, dia juga melambaikan tangan nya padaku sambil tersenyum.

"Sampai jumpa lagi, Lani. Senang bicara dengan mu pagi ini."

Aku tersenyum lebar.

"Aku juga senang!"

Kak Leo berjalan menjauh menuju halte. Aku mengusap leher belakangku. Ah, setelah dewasa kak Leo terlihat ... Berbeda. 

"Eh, Lani. Itu pacarmu ya?"

"Apa?" Aku menoleh dan mendapati teman kelasku sedang menatapku dengan tatapan menggoda nya.

"Enggak! Dia tetanggaku!" Seru ku mengelak.

Dia merangkul ku sambil tertawa lebar. Jantungku berdesir tidak nyaman digoda seperti ini. Aku juga tidak bisa tidak tersenyum melihat wajah teman ku ini padahal dia sedang menggodaku.

"Ah, kamu bohong. Wajahmu memerah loh." Aku dengan panik menutup wajahku.

"Enggak kok. Beneran. Yana mah gitu."

Zebracross Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang