-2-

3 0 0
                                    

•••

Dari jauh aku bisa melihat lampu hijau untuk pejalan kaki, tanpa sadar tubuhku memacuku untuk berlari mengejar beberapa detik tersisa sebelum rambu itu mengubah warna nya. Naas nya, saat aku tepat di pinggir jalan, rambu itu berubah warna menjadi merah.

"Ahhh, nyaris!" Ujarku sambil menghentakan kaki, mencoba mengeluarkan rasa kesal.

"Kak Lani?" Aku menunduk melihat seorang anak kecil dengan mata lebarnya. Dia membawa tas ransel berwarna kuning lengkap dengan tangan dan kaki, tas minon.

"Oh, halo Salsha?" Sapa ku sambil mengacak rambut anak kecil ini. Anak ini teman adikku. Adikku juga masih TK seperti Salsha ini. Saat aku berangkat bersama adikku, aku sering bertemu dengan Salsha ini.

"Mana teh Andin?" Tanya ku. Teh Andin ini kakak nya Salsha, dia lebih tua dariku. Kebetulan juga Teh Andin itu bekerja sebagai guru TK Salsha dan adikku.

"Teteh masih ada urusan. Katanya, aku suruh nunggu disini nanti ketemu kakak." Aku tertawa garing. Aku memang selalu lewat jalan ini setiap hari dan hampir dijam yang sama dan sering bertemu dengan orang-orang yang sama setiap harinya.

"Yaudah, kakak anter ke TK Salsha. Oke?" Salsha tersenyum dengan mata polosnya sambil mengangguk senang.

"Kakak gak sama Kenna?" Aku mengusap tengkuk ku.

"Kenna gak mau sama kakak, Sal." Jawabku dusta, Salsha memiringkan kepalanya. Ah, gemes banget liat anak ini. Aku suka anak kecil yang tidak nakal. Adikku itu nakal sekali. Membawa nya bersama ku setiap pagi hanya akan membuat suasana hatiku memburuk. Kenapa sih adik orang-orang menggemaskan tapi adikku minta dipites?

"Kenna disekolah sering marah-marah." Lampu rambu berubah warna menjadi hijau tepat setelah Salsha mengatakan itu. Aku meraih tangan kecil nya dan menuntun nya untuk menyebrang.

"Marah kenapa? Kalau Kenna nakal, pukul aja kepala nya. Bilang ke dia, ini perintah kakaknya." Ujarku. Salsha tertawa mendengarku bicara seperti ini.

"Katanya kakak yang sering nolak Kenna pas berangkat sekolah. Kakak sering kabur."

Aku menelan ludah. Ah, selain aku mengatakan kebohongan, aku juga mengajari anak kecil ini untuk berbuat kekerasan. Wibawaku sebagai kakak yang baik hilang.

"Ah, Kenna ngibul." Jawabku, sekarang aku berjalan ke arah kanan mengantar Salsha ke TK yang tidak jauh pula dari sini. Kalau arah sekolahku tinggal lurus aja dari zebracross tadi.

"Kakak sama Kenna gak akur ya?" Tanya Salsha.

"Akur kok," kalau ada mau nya aja anak itu.

"Kak, bohong itu dosa loh." Aku merengut kesal.

"Salsha jahat. Nanti pipi Salsha kakak cubit loh." Ancamku, aku merasa sangat direndahkam oleh anak kecil ini beberapa kali pagi ini.

"Salsha kan ngasih tau kakak." Jawab nya dengan nada polos khas anak kecil.

Aku mengembungkan pipiku. Aku tidak bisa membalas ucapan nya. Ini kekalahan telakku. Beberapa langkah setelah itu, aku melepas genggamanku dari Salsha.

"Salsha belajar yang rajin ya? Biar gede nanti jadi pinter. Kakak mau berangkat sekolah dulu. Byebye!" Seru ku sembari berlari menuju sekolah.

"Terimakasih Kak Lani!" Teriak Salsha saat aku sudah berbalik, aku tersenyum dan mengacukan ibu jariku setinggi-tinggi nya membalas terimakasihnya.

5 menit lagi gerbang di tutup, aku harus bergegas.

•••

Zebracross Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang