Sehabis makan malam, Jeon Nara yang baru merasakan betapa empuknya kasur milik orang kaya, tertidur lelap hingga tanpa sadar seseorang memasuki kamarnya.
Langkah kaki yang nyaris tak bersuara serta deruan nafas yang tenang mungkin memang tak mengganggu telinga Nara sama sekali hingga tak dapat menyadari Seokjin yang sudah duduk ditepi ranjangnya.
Entah apa yang membuat Seokjin memasuki kamar orang lain pukul 2 pagi seperti ini, dirinya sendiri pun tak mengerti.
Seokjin hanya duduk diam memandangi wajah Nara dengan begitu lekat, ia memperhatikan jelas bagaimana wajah itu terpahat persis seperti istrinya.
Orang-orang sering membicarakan bahwa didunia adalah tujuh orang yang berwajah sama, Seokjin berusaha menganggap Nara dan istrinya sebagai salah satunya.
Seokjin mulai membanding-bandingkan, semasa istrinya hidup, ia sering memperhatikan wajah yang istri ketika tertidur, wajah polos tanpa polesan apapun, dan bibir merah muda yang lembab yang masih teringat jelas didalam memorinya, kini berbeda dengan yang biasa ia lihat, Nara masih memakai perias mata bahkan ketika ia tertidur, bibirnya tampak kering dan mengelupas, mungkin karena produk bibir yang salah, entahlah. Tangan Seokjin terulur untuk menyentuh bibir itu.
Seokjin mengusapnya perlahan,
"Kau membutuhkanku tuan choi?" Ucap Nara tiba-tiba membuka mata. Ternyata ia tidak tidur
Seokjin tersentak, ia menarik tangannya dengan cepat.
"Tidak, siapa bilang?" ucap Seokjin, jelas gugup.
"Lalu?" Nara masih belum merubah posisinya, masih berbaring.
"Hanya ingin memastikan kau nyaman tidur disini."
Nara tertawa. "Kau menyeludup kekamar orang lain pukul dua pagi, dan mengusap bibirnya hanya untuk memastikan orang itu tidur dengan nyaman?" Tanya Nara sarkastik
"Ya, memang kenapa?" Seokjin tau itu tidak terdengar baik, tapi ia harus mengangguk untuk mempertahankan harga dirinya.
Nara bangkit dari posisinya, dan duduk diatas ranjang. "Kemarilah"
"Apa?"
"Duduk disini." Ucap Nara, menepuk sisi ranjang didepannya.
"Kenapa aku harus duduk disana?"
Nara menarik tangan Seokjin, memaksa pria itu untuk duduk didepannya, diatas ranjangnya.
"Kau tidak bisa tidur kan?"
Seokjin hanya diam.
"Sama, aku juga, sehabis makan, aku bingung ingin melakukan apa, aku akui kasurmu memang nyaman, tapi entah kenapa aku tidak bisa memejamkan mata, mataku seolah menolah untuk tidur, padahal aku mengantuk sekali."
Seokjin masih diam.
"Kau mau bermain?"
"M-main apa?"
"Santai saja tuan, maksud bermainku kali ini benar-benar. TOD, mau?" Tanya Nara antusias
Seokjin menjawab datar "Terlalu kekanakan."
"Benar juga, kau kan sudah tua." Ucap Nara
"Apa katamu?"
"Sudah tua."
"Yak!"
"Makanya ayo main, pertama aku dulu, kita hanya main truth saja, dare tidak usah."
"Lalu kenapa kau menyebutnya TOD padahal kau hanya ingin memainkan truth nya saja?!" Seokjin protes.
"Apa aku cantik?" Tanya Nara, sudah memulai permainan.
Seokjin tampak sinis, sedangkan Nara tersenyum manis.
"Ayo jawab!"
"Iya."
"Ah terima kasih, sekarang giliran kau."
"Aku tidak mau." Seokjin masih menolak, jelas permainan kekanakan pikirnya.
"Tuan, ayolah, kau bisa tanya apapun aku janji akan jawab jujur." Rengek Nara
"Tidak, aku tidak ingin tanya apapun." Seokjin menuruni ranjang, beranjak pergi.
Namun Nara menahan tangannya
"Ayolah, aku tau kau juga tidak bisa tidur, setidaknya bermainlah agar lelah dan lekas tidur. Temani aku, aku tidak ingin bergadang tanpa melakukan apapun semalaman."
Seokjin diam beberapa detik sambil menatap wajah Nara yang merengek padanya. Wajah itu tampak lugu dan polos, berbeda dari yang biasanya sangat sensual, semakin mengingatkannya pada sang istri.
"Aku ingin memelukmu, dan itu Dare, kau tidak bermain Dare." Ucap Seokjin pelan, sambil melepaskan tangannya dari tangan Nara yang menahan, dan pergi dari sana.
Nara benar-benar merasa asing dihadapkan dengan situasi seperti ini, ia berhasil dibuat terdiam oleh penuturan Seokjin, dirinya dibuat membeku tanpa bisa mencegah pria itu keluar dari kamarnya.
Nara kembali berpikir jernih, mengingatkan dirinya kembali pada kewajiban pekerjaannya, Ia mengejar Seokjin.
Saat keluar dari pintu kamarnya, ia melihat Seokjin sedang menaiki tangga menuju kamarnya yang berada diatas, dengan cepat Nara menyusul pria itu dan memeluknya dari belakang.
Seokjin sontak terkejut, ia melihat kearah bawah, diperutnya sudah melingkar tangan Nara yang sedang memeluknya.
Ia memutar tubuhnya, membuat Nara melepaskan pelukan, lalu kembali menarik Nara dan membawanya masuk kedalam dekapan dadanya yang nyaman.
Seokjin memeluk Nara dengan erat, ia memejamkan matanya sambil membayangkan sedang memeluk istrinya yang telah meninggal.
Seokjin sangat merindukan sang istri, dan sepertinya Jeon Nara benar-benar sesuai untuk mengisi kerinduan itu, hingga pelukan saja rasanya tak cukup.
Seokjin melepaskan pelukannya setelah beberapa lama, dan ia berkata,
"Kau benar, malam ini aku membutuhkanmu." Ucapnya kemudian menggendong Nara menaiki anak tangga, menuju kamarnya.
----
Ajsndnermfnndndjsjxnx, mepet bgt, udh stengah 2 siang, ak kerja jam set 3, mau siap2 dulu😚 bsk ak masuk pagi, klo gak lembur, ak bakal nulis lagi❤❤
Tungguin nextnya ya🤗
Perjalanan crita ini masih panjang😫 konflik belum mulai, semoga suka 👀
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Destiny
FanfictionKehidupan Jeon Nara sebagai wanita penghibur disebuah club malam berubah total saat CEO muda terkenal bernama Choi Seokjin menyewanya dalam jangka waktu satu tahun. Seokjin menarik Nara masuk jauh kedalam skenario tak beralur, membuat keduanya tersa...