Dari awal episode, aku menyadari betapa kurangnya pengenalan karakter tentang siapa Seokjin ini, aku hanya menuliskan sisi gelapnya saja bukan? itu karena cerita ini dimulai setelah tragedi malang menimpanya. Berhubung kita sudah mulai masuk kepertengahan awal, kurasa ada baiknya karakter Seokjin kita bongkar perlahan.
So, happy reading, semoga suka ya ✨💕
ada hal mengejutkan disini😏baca perlahan-lahan💗
---
Sesampainya dirumah, Nara memilih untuk melanjutkan tidurnya, sementara Seokjin memilih untuk menyicil beberapa pekerjaan yang bisa ia lakukan, perusahaannya sedang sibuk akhir-akhir ini, itu karena ia sedang mengembangkan sebuah proyek kecil untuk menunjang kekosongan sebelumnya.
Sebagai perusahaan yang bergerak dibidang teknologi, Seokjin tak jarang disebut sebagai seorang software developer. Ia pernah menciptakan sebuah program aplikasi berbasis komunitas yang dibuat untuk mendekatkan idola dengan penggemarnya, Severse. Proyek bernama Severse itu sukses besar, banyak agensi hiburan yang menjalin kerja sama dengan menggunakannya.
Dan kali ini, ia ingin menciptakan hal serupa, bedanya kali ini dalam bentuk permainan
Terinspirasi dari Nara yang senang bermain game, Seokjin ingin menciptakan sendiri sebuah progam permainan untuk Nara.
Seokjin itu senang memberikan sesuatu untuk orang terdekatnya, sama seperti yang ia lakukan pada istrinya dulu, Program AI yang ia kerjakan dulu, sempat membuat gempar Sekorea Selatan. Namun sayangnya karena gagal, kini ia trauma untuk kembali mengerjakannya sehingga proyek besar itu benar-benar ia hentikan dengan kerugian yang tak sedikit.
Seokjin menghela nafasnya. Memori dimana Arin sang istri sering menyelinap masuk keruang kerjanya sembari membawa teh hangat dan beberapa biskuit manis melayang-layang diudara. Belum lagi ingatan tentang omelan ringan dari Arin yang ia terima karena sering bekerja larut malam, semuanya terasa semakin merindukan.
"sayang, ini sudah malam." ucap Arin halus.
"sedikit lagi, ya?" pujuk Seokjin.
Arin menggelengkan kepalanya. "tidak boleh, sudah cukup kerjanya." ucapnya manja, sembari melanjutkan. "jangan bekerja terus, nanti kau bisa sakit, aku akan sedih jika kau sakit."
Jika sudah begitu, Seokjin tak bisa apa-apa lagi selain menyerah.
Ia terkekeh mengingat betapa patuhnya dirinya ketika Arin sudah mulai memberi wejangan lembut, dengan cepat ia langsung menutup laptop dan memeluk wanita itu erat.
Dering telepon, memecah nostalgia nya malam ini.
Nama Kim Jiah tertera dilayar ponsel pintarnya.
"Hallo?"
"Choi Sajangnim, aku mengirimkan sebuah dokumen laporan padamu, bisa tolong langsung kau periksa, ini darurat." ucap Jiah disana.
"tentang apa?"
"tentang DYS tuan, aku sudah mengatur pertemuanmu untuk nanti malam, a-anda senggang kan?" tanya Jiah, terdengar hati-hati.
"a-apa? nanti malam? pertemuan apa? ini bahkan sudah masuk waktu malam, kau bercanda?!" Seokjin meninggikan nadanya, jelas ia akan marah.
"maafkan aku tuan, aku berusaha menghubungimu sejak sore, tapi kau tak menjawab. Kumohon maafkan aku."
"baik, akan kuperiksa."
"terima ka--,
Seokjin menutup panggilannya.
---
Sebuah restoran tiongkok mewah, bernuansa berwarna kecoklatan, dengan meja petak yang memiliki permukaan lebih halus dari kulit wajah hasil perawatan, Jimin meletakkan sumpitnya sehabis menelan olahan ikan buntal berkuah. Jimin memakan dengan lahap semua hidangan yang disajikan, seolah ingin mengeyangkan isi perutnya sampai benar-benar begah tak bisa jalan, sementara Seokjin memandangnya dengan tatapan dingin menusuk, rahangnya mengeras, jika tak pandai-pandai menahan, bisa jadi mangkok didepannya akan melayang menghantam wajah Jimin yang tampan dan manis itu.
"kau tidak makan, Choi Sajangnim?" ucap Jimin, sehabis mengelap tepi bibirnya dengan kain lap yang tersedia.
Seokjin hanya diam, menatap Jimin dengan wajah tak suka.
Jimin terkekeh pelan. "harusnya aku yang memasang wajah itu."
Seokjin membuang muka. Ia meneguk minuman didepannya, sekedar membasahi kerongkongannya yang sudah berapi-api ingin mengumpat berbagai makian.
Pasalnya, Seokjin selama berbulan-bulan sedang mencurigai seseorang, ia mengeluarkan banyak uang untuk mencari orang itu, tidak ada yang tau soal rencananya, Jiah hanya tau sekilas saja, itupun belum lama ini, sekitar sebulan terakhir saat Jimin mendatangi kantornya untuk menunjukkan hasil pencariannya sebagai mata-mata dengan membawa foto Nara ditangannya.
Seokjin sengaja tidak ingin melibatkan Jiah dalam upaya pencahariannya, ini berkaitan tentang dia yang juga mengerahkan beberapa mata-mata untuk mencari istrinya padahal jelas wanita itu sudah meninggal. Seolah ada yang Seokjin sembunyikan, ia melakukan segalanya sendirian dengan uangnya, dan sepertinya Jimin tau akan maksud tersembunyi itu.
"ayo, katakan apa keperluanmu. Kau mencariku kan?" ucap Jimin menyeringai.
"Siapa kau sebenarnya?" Tanya Seokjin.
Jimin menatap Seokjin sembari tersenyum manis, ia memiringkan kepalanya dengan satu tangan menangkup sebelah kiri pipinya. "Aku pemilik DYS, memangnya apalagi, kau ingin aku menjadi siapa?"
Seokjin mengepalkan tangannya, menarik atensi mata Jimin untuk beralih melihat kesana dan ia pun terkekeh ringan.
"dari yang Arin ceritakan, kau tidak sepemarah ini tuan?" ucapnya, terdengar seperti mengejek.
"siapa yang mengizinkanmu menyebut namanya? huh?!" Bentak Seokjin.
"woah, kau marah?" respon Jimin berlebihan, pun ia menyodorkan mangkuk berisikan menu lezat olahan ikan steam bawang putih pada Seokjin.
"ini makan dulu, kau tampak lapar. Kau pasti jarang makan ya? karena tidak ada masak? karena Arin sudah tiada? sudahlah jangan pura-pura." Lanjut Jimin.
Tanpa basa basi, Seokjin menarik kerah baju Jimin lalu mendaratkan satu kepalan kuat tangannya tepat di rahang Jimin yang sedari tadi sengaja memancing emosi.
Jimin tersungkur dilantai.
Ukuran meja yang lumayan sedang, membuat Seokjin harus mengitari meja tersebut untuk menghampiri Jimin, dan ia kembali menarik kerah pria itu.
Sudut bibir Jimin tampak berdarah, tapi ia masih saja tertawa. "aku masih tak mengerti apa yang Arin pikirkan sampai mau menjadi istrimu."
Buggh
Satu pukulan kembali Seokjin layangkan.
"tutup mulutmu sebelum aku merobeknya!" bentak Seokjin.
Jimin tak melawan, lagi-lagi ia tersungkur dilantai, terbatuk-batuk, dengan mulut berdarah.
"Tampaknya kau mengurungnya dirumahnya ya?aku sudah lama tak melihatnya. Kepalanya sudah sembuh? kau merawatnya dengan baik kan?" Tanya Jimin sembari menahan batuknya, seolah masih tak puas mengejek.
Seokjin mengerutkan dahi. "apa maksudmu? Darimana kau tau kepalanya sempat terluka"
Jimin terkekeh remeh. "Arin tak cerita? wah ini menarik sekali, ternyata dia memang benar Han Arin. Aku sempat meragukannya loh."
---
Kali ini akan kubawakan sosok Jimin pada kalian, sebelumnya pernah kuselipkan sedikit adegan yang ada Jimin nya kan? nah inilah tujuannya. Terima kasih sudah membaca Secret Destiny, sampai bertemu di episode selanjutnya ✨ Silahkan menebak-nebak dulu disini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Destiny
FanfictionKehidupan Jeon Nara sebagai wanita penghibur disebuah club malam berubah total saat CEO muda terkenal bernama Choi Seokjin menyewanya dalam jangka waktu satu tahun. Seokjin menarik Nara masuk jauh kedalam skenario tak beralur, membuat keduanya tersa...