Nara menatap tak percaya melihat sekelilingnya, ruangan dengan cat bernuansa earth tone itu dipenuhi oleh berbagai foto dirinya. Bukan dirinya sebagai Jeon Nara, melainkan Arin yang begitu mirip dengannya.
Sejak awal yang ada dibayangan Nara hanyalah mirip sekedar hampir sama saja, entah dari rambut, bibir atau lainnya, bisa juga ada orang yang saling mirip satu sama lain hanya dalam beberapa angle tapi jika posisinya berubah kemiripan itu jadi berkurang. Tak pernah ia bayangkan ada orang semirip itu dengannya, benar ia pernah mendengar soal didunia ada beberapa orang yang persis tapi ia tak pernah menemukan hal itu dalam hidupnya, orang disekitarnya pun belum juga.
Rasa ingin tau menarik kaki Nara untuk melangkah lebih dekat, melihat puas foto itu satu persatu, hingga ia meneteskan airmata lalu ia menghapusnya dengan cepat.
Ada perasaan iri dalam hatinya kala melihat foto Arin yang terlihat bahagia. Ada yang tersenyum manis, ada juga yang sumringah, Nara menggenggam tangannya kuat, menahan rasa yang perlahan membuat dadanya sesak.
"Aku sangat mencintaiku istriku Nara, entah darimana kau mendapatkan foto itu atau siapa yang mengirimnya, yang jelas aku tidak seperti yang kau pikirkan. Tidak ada apa-apa disini." Jelas Seokjin, penuturannya begitu tenang.
Ia beralih pada meja disudut kiri, ruangan ini tidak terlalu besar, hanya ada beberapa meja dan lemari disana, tapi semua tertata rapih seperti dirawat, nyatanya memang seperti itu, karena ia pernah melihat maid tertua, keluar masuk kesini.
"Aku bukan pembunuh."
Nara enggan merespon, tapi melihat bagaimana Arin dan Seokjin terlihat baik-baik saja dibanyak foto itu membuatnya sedikit percaya, tapi foto yang dikirimkan padanya juga butuh penjelasan agar tidak ada rasa takut seperti sebelumnya.
"Tapi aku memang membunuh Arin." Ucap Seokjin pelan. Seketika Nara langsung membalikkan badan, jantungnya seketika ingin meledak, baru saja ia mulai tenang.
"Kau lihat diberita kan? Istri dari pemilik Senabright dikabarkan tewas akibat kegagalan ujicoba di laboratorium suaminya sendiri, topik itu muncul dimana-mana beberapa bulan lalu, aku yakin kau pernah mendengarnya setidaknya sekali."
Nara mengangguk pelan, namun karena bukan ranahnya berada di lingkungan dimana hal tersebut menjadi pembahasan publik, ia hanya mendengar hal itu sekilas. Dirinya lebih perlu dikasihani daripada tertarik dengan berita semacam itu. Namun kali ini ia harus tau.
"Apa yang terjadi sebenarnya?" Tanya Nara, memberanikan diri menatap Seokjin.
Seokjin menunduk, tak mampu melihat bola mata bulat segelap malam itu.
Nara kembali bertanya. Alisnya menukik tajam. "Kau benar-benar membunuhnya?
Seokjin memejamkan matanya sesaat, sembaru Nara menunggu sahutan.
Nara butuh penjelasan untuk menghempas segala keraguan dan kecurigaannya, namun bukannya menjawab Seokjin masih betah terdiam, Nara tak begitu yakin akan ekspresi apa yang Seokjin berikan dalam wajahnya yang berusaha ia tenggelamkan itu, tapi yang setidaknya Nara bisa pastikan, Seokjin tampak seperti merasa bersalah, seolah semua beban dunia ada dalam pangkuan bahunya. Beruntung Nara sedikit lebih pendek dari pria itu sehingga ia bisa menyelinap sedikit mencari tahu apa dibalik kepala yang tertunduk itu.
Nara memundurkan tubuhnya perlahan. "Jadi, benar, kau yang membunuh istrimu."
Keheningan masih menyelimuti keduanya, seolah terkunci Seokjin tak membuka mulutnya untuk bicara. Ia hanya mengangguk perlahan.
Spontan mata Nara melotot kaget, tubuhnya seketika merinding , dan detik itu juga ia memilih untuk meninggalkan Seokjin selagi ada kesempatan, dengan cepat ia meraih pintu, melarikan diri dari sosok yang baru saja mengaku sebagai pembunuh itu, Tak peduli soal kisah yang mungkin saja dapat merubah cara pandangnya, bisa selamat adalah tujuan utama saat ini, pikiran Nara sudah kemana-mana.
"Dia merindukan keluarganya," ucap Seokjin, tanpa berbalik badan.
Nara berhenti disana, baru memegang knop pintu yang ingin dibukanya lebar-lebar agar leluasa untuk ia lewati.Sebuah kalimat singkat dari keheningan panjang itu sukses menggerakkan tubuh Nara memutar arah, diikuti oleh Seokjin yang membuat posisi mereka saling melihat walau tak begitu dekat.
Seokjin dan Nara berhadapan.
"Sebuah proyek teknologi canggih yang marak diperbincangkan bernama AI, aku mengelolanya dengan menggabungkan inovasi hologram yang dapat menampilkan sosok seperti sungguhan, proyek itu terinspirasi dari istriku yang merindukan keluarganya dan selalu berharap untuk bertemu mereka dalam keadaan bahagia.
Aku ingin membuat istriku terkesan sekaligus mewujudkan mimpinya yang tak kunjung datang itu, menampilkan sosok yang Arin rindukan itu tepat dihadapannya....Aku menciptakan sebuah teknologi dimana sosok itu dapat muncul sesuai dengan apa yang penggunanya pikirkan, jadi aku menuntun Arin dan menghubungkan peralatannya pada kepalanya. Berharap alat itu bisa membaca pikiran Arin sedikit saja.
...Aku hampir berhasil, tapi sial aku melakukan sebuah kesalahan karena membiarkan Arin menjadi orang pertama yang mencoba proyek itu.
...Tak lama setelah teknologi itu diaktifkan, Arin tersetrum dan meninggal ditempat."
Airmata Seokjin lolos turun mengalir melewati pipinya, Ia pun tertunduk lesu sembari mengusap mata.
"Aku memang membunuhnya, Nara. Aku membunuhnya." Ucap Seokjin menatapnya sembari terisak.
Pertama kali ia melihat wajah dingin itu tampak begitu sesak dan tersiksa. Bahu kokoh Seokjin yang lebar seluas samudra seolah luruh menghantam daratan.
Pria itu menangis dihadapannya, Spontan membuat Nara segera memeluknya.
Seokjin terisak melepaskan segala dorongan airmata yang dari tadi ingin keluar, suaranya begitu lirih. Sungguh Nara tak pernah menyangka, akan begini jawaban dari rasa takut dan penasarannya
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Destiny
FanfictionKehidupan Jeon Nara sebagai wanita penghibur disebuah club malam berubah total saat CEO muda terkenal bernama Choi Seokjin menyewanya dalam jangka waktu satu tahun. Seokjin menarik Nara masuk jauh kedalam skenario tak beralur, membuat keduanya tersa...