8. What do you mean?

83 9 6
                                    

Yang terjadi belakangan ini terbilang cukup memusingkan--lebih pusing dari sebelumnya. Berbagai pertanyaan memenuhi otak Jiah yang entah sampai kapan akan ia simpan sendiri tanpa berani mengeluarkannya. Sejak awal, Jiah masih tidak mengerti mengapa ia mengerahkan tim khusus untuk mencari istrinya yang jelas-jelas sudah meninggal. Bayaran yang Seokjin keluarkan cukup besar mengingat orang yang ia pilih merupakan tim terbaik dalam perusahaan mata-mata ilegal di korea.

Wajah Nara dan mendiang Istri Seokjin memang sangat mirip, mereka bahkan sama. Oleh karena itulah tim khusus yang kerahkan Seokjin seringkali menemukan Nara bukannya Istrinya. Seokjin tau jelas perbedaan mereka berdua, namun tidak dengan orang lain. Oleh karena itu tiba-tiba semalam datang pria bernama Jimin yang memberikan foto-foto Nara kepada Seokjin dengan beranggapan bahwa mungkin saja itu yang Seokjin cari.

tapi kenapa? kenapa ia mencari seseorang yang jelas sudah meninggal? bahkan ia sendiri sudah melihat jasadnya.

Jiah semakin bingung dan curiga, tampaknya ada yang Seokjin sembunyikan.

Belum lagi akhir-akhir ini Seokjin kembali menambah beberapa orang handal untuk menyisir negeri mencari identitas seorang pria yang Seokjin sembunyikan namanya dari Jiah.

Aneh, mengingat selama ini mereka selalu bekerja sama. Jiah mencoba positif mungkin Seokjin tidak ingin beban pekerjaannya bertambah, tapi terlambat karena Jiah sudah terlibat banyak dan malah penasaran jika ada yang tidak diketahuinya.

Warna langit mulai berganti, dari biru kegelapan, menjadi sedikit terang bersama dengan cahaya bak lampu sorot yang muncul dari persembunyian. Tanpa sadar Jiah sudah berada ditaman belakang rumahnya dari subuh sampai pagi tiba tanpa melakukan apa-apa selain berkelahi dengan pikirannya sendiri.

Jiah menghela nafasnya, "aku harus kembali bekerja."

Seokjin sudah merintahkan Jiah untuk menemui Nara di pagi hari, sekedar menemaninya saja diapartemen barunya dengan alasan agar Nara tidak bosan.

Setelah bersiap-siap seadanya, Jiah segera memasuki mobilnya menuju kediaman baru Nara. Sabuk pengaman sudah melekat ditubuhnya, dan pedal gas siap untuk diinjak, namun semua itu diurungkan karena sebuah mobil mewah berwarna biru terang yang tak asing mengklaksonnya dari kejauhan.

Jiah baru teringat. Ibu dari Seokjin selalu mengunjunginya sehari setelah sampai, ia sudah mengatakan hal itu semalam tapi karena banyak yang ia pikirkan semuanya terlupakan.

Jiah menuruni mobilnya, tidak jadi berangkat. Segera ia mendekat sebelum wanita paruh baya itu keluar dari sana. Jiah menyambutnya dengan senyuman, membungkukkan tubuhnya memberi penghormatan.

Ibu Seokjin bukan orang sembarang, bukan juga trophy wife kaya raya karena memiliki suami konglomerat, ibu Seokjin adalah seorang pejabat negara, Ketua umum kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, Korea Selatan. Cha Myung Hee.

"Selamat datang, Cha Eommonim." ucap Jiah memberikan salamnya.

Cha Myung Hee langsung memeluk Jiah saat keluar dari mobil, mengelus punggung wanita itu dengan lembut tak lupa senyuman yang terpampang nyata sedang melepas rindu lama tak bertemu.

"aigoo, rambutmu sudah panjang sekali, padahal baru tiga bulan kita tidak bertemu." ucap wanita itu menyambut baik Jiah yang sudah seperti putrinya sendiri.

***

Dalam sebuah ruangan bernuansa berwarna putih kecoklatan, Nara duduk diruang tengah sembari menelusuri sekelilingnya dengan penglihatannya, tangannya ikut bergerak seolah berhitung tanpa tau jelas berapa hasilnya, seperti biasa bukan Nara jika tidak menebak-nebak harga.

Nara ditinggalkan sendirian diapartemen ini, ia tak masalah, selagi ada cemilan dan jaringan wifinya lancar, lagipula ia sudah dilarang Seokjin untuk keluar, tentu ia tidak berani melanggar.

Namun nyatanya seharian berada dirumah tanpa melakukan apapun selain hanya berselancar di smartphone membuat Nara pusing dan bosan. Berbagai makanan sudah ia pesan, dan itu semua berserakan dimeja ruang tamu sampai keruang tengah.

Nara ingin mencoba menelpon Seokjin untuk mengajaknya jalan-jalan, berharap pria itu punya waktu walau rasanya mustahil karena Seokjin benar-benar pria yang sibuk dimata Nara, dan itu menjadi alasan utamanya mengurungkan niatnya.

Nara memilih untuk mandi dan bersiap-siap pergi sendiri saja, bermain game sepertinya lebih menarik dari pada mengganggu waktu orang, ia yakin Seokjin tidak akan masalah jika ia pergi ke warung internet didekat sini, asal jangan sampai bertemu ayahnya saja.

Dalam perjalanan menuju warnet, Nara benar-benar kebingungan akan daerah ini, ia mulai ketakutan karena hari juga sudah mulai gelap, ditambah perutnya yang lapar karena berjalan jauh, namun meskpun begitu kakinya tak pernah berhenti untuk melangkah melainkan terus jalan saja tak peduli lewat mana sampai hari benar-benar berganti menjadi malam.

Langkah kaki yang pelan mengiringi perjalanan Nara yang masih tetap melanjutkan dengan harapan ada orang didepan yang bersedia menolongnya.

Ia terus berjalan menelusuri gang demi gang hingga langkah kaki itu terdengar semakin nyaring dan sangat dekat, sampai pada akhirnya Nara sadar, seseorang sedang mengikutinya dibelakang sana.

Nara menoleh, dan seketika pandangannya menjadi gelap, sepasang tangan menutup mulut dan matanya, membuatnya perlahan lemas jatuh tak berdaya.

Ruangan tanpa cat berwarna--hanya semen saja, dan lampu kuning remang-remang menyambut pandangan Nara yang perlahan mulai terbuka.

Nara mulai ketakutan, apalagi setelah menyadari bahwa tangannya diikat kekursi tempat dimana dia duduk, bahkan bahu dan pinggangnya juga diikat, tak ada kesempatan untuk lari sama sekali.

"lepaskan aku!" teriak Nara, ia yakin saat ini dirinya sedang diculik dan menebak nanti akan muncul dipenculiknya sambil tertawa, Nara lumayan menggemari film bergenre thriller, adegan seperti ini banyak ia tonton, tapi tak pernah sedikitpun ia menyangka akan mengalaminya sendiri, jelas ia takut sekarang, ini bukan hal yang ia inginkan.

tiga orang berbadan besar lengkap dengan masker kacamata hitamnya, mendekati Nara perlahan-lahan.

Nara tersenyum miring, dugaannya benar.

"siapa yang menyuruh kalian?! apa yang kalian inginkan?! aku tidak punya uang! gaji ku belum diberikan! percuma menculikku, culik orang kaya saja sana!"

"aishh, berisik!" Bunyi tembakan tanpa peluru lolos melayang ke udara, membuat Nara seketika terdiam.

Pria itu mendekati Nara, dan berbisik. "yang pertama sudah kutembakkan, yang kedua peluru sungguhan."

"mau apa kau dariku?" ucap Nara pelan, ia memilih untuk menyerah saja.

Pria itu memundurkan tubuhnya, berdiri dihadapan Nara. "Dimana kau bersembunyi selama ini?" tanyanya.

"apa maksudmu?" Nara sama sekali tidak mengerti.


***

tebak-tebakan dimulai guys 🤭💕

Secret DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang