13. Flowers

77 6 1
                                    

Seokjin merasa bersalah pada Nara, ia tak bermaksud mengekang wanita itu seperti yang dikeluhkannya sebelumnya, Seokjin benar-benar tak ingin sesuatu yang buruk terjadi lagi padanya.

Cukup mengejutkan mengingat Seokjin tiba-tiba jadi khawatir begini.

Untuk menebus rasa bersalahnya, Taman Everland, di provinsi Gyeonggi,do yang tak jauh dari Seoul menjadi tempat pilihan Seokjin tanpa perlu mengucapkan maaf berkali-kali.

Ia mengosongkan jadwalnya secara tiba-tiba hari ini hanya untuk membawa Nara jalan-jalan.

Nara tersenyum samar sembari berjalan santai disebuah taman bunga yang luas inibersama Seokjin disampingnya, Ingin rasanya ia meloncat-loncat kegirangan, tapi malu mengingat usianya sudah bukan anak-anak. Ia tak hanya merasa senang karena pada akhirnya pria itu menuruti keinginannya untuk berjalan-jalan, terlebih ketika taman yang indah ini menjadi tujuan, tapi juga karena berpergian seperti ini sudah lama ia dambakan.

Nara tak pernah punya waktu untuk menghibur sosok kecil dalam dirinya, sosok itu bahkan sudah dipaksa dewasa bahkan ketika umurnya masih belia. Hal-hal sederhana yang terkesan kekanakan justru malah jadi hal yang paling Nara sukai tanpa ada orang lain yang mengetahui.

Seokjin melirik bunga-bunga itu tanpa ada tatapan tertarik, pria itu datar saja menanggapi bentangan warna-warni yang indah itu. Berbeda dengan Nara, Seokjin sudah terlalu sering menikmati hal indah ini sejak kecil, mengingat ia berasa dari keluarga berada yang bahagia, ya setidaknya sebelum ia beranjak dewasa dan memahami bahwa ternyata orang tuanya bukanlah sosok yang bebas dosa.

Seokjin memilih untuk menunduk, memperhatikan setiap langkahnya karena merasa bunga-bunga itu mulai menyilaukan matanya. Terlebih mereka sedang berwisata disore hari dimana matahari masih belum menenggelamkan diri.

Perlahan sebuah tangan menyelip begitu saja, menggenggam telapak tangannya yang besar.

Seokjin menoleh dan melihat kini Nara mulai menggenggam tangannya. Pun ia menatap pemilik surai panjang itu tanpa ekspresi, sementara Nara hanya jalan kedepan seolah tak ada yang terjadi.

Seokjin tersenyum, "kau sudah tidak marah padaku, Nara-ssi?" tanyanya.

"kau membawaku ketempat seindah ini, mana mungkin aku masih marah." ucap Nara.

"kau suka?" Tanya Seokjin, satu alisnya naik ke atas.

Nara tertawa kecil. "tentu saja." ucapnya sembari memberikan kedipan nakal.

Seokjin hanya meresponnya dengan senyuman, ikut senang melihat Nara tersenyum lepas, tanpa sadar akan apa yang ia lakukan.

Seketika sikapnya jadi berubah seperti diawal, seperti sebelum istrinya meninggal.

---

Diperjalanan pulang, Nara tertidur karena kelelahan. Seokjin terkekeh pelan melihat wanita disampingnya terlelap pulas.

"ternyata dia bisa lelah juga." monolognya.

Sehabis membawa Nara berjalan-jalan ditaman, ia juga mengajak wanita itu makan disebuah restoran mewah.

Bukan Nara namanya jika tak ada hal yang menggelitik perut, terlepas dari segala kesulitan yang dilaluinya, Seokjin menemukan betapa lucunya sosok Nara yang tanpa sadar dikeluarkannya.

Seokjin masih mengingat jelas betapa polosnya wajah Nara saat melihat blackcard miliknya, wanita itu bertanya "kenapa hangus" hanya karena warnanya yang hitam. Seokjin sebenarnya menahan tawa saat itu, hanya saja karena tak ingin mengurangi wibawa sengaja ia tak menampakkannya.

Sama halnya dengan direstoran tadi, tak pernah Seokjin bayangkan Nara akan menggerutu saat makanan tiba, porsi kecil yang tersusun rapih penuh teliti itu Nara omeli karena tak sesuai harga katanya. Ia bahkan mengajak Seokjin pindah restoran karena tak kenyang menyantap makanan orang kaya.

Seokjin tersenyum sendiri jika mengingat-ngingat keluguan Nara.

Sampai pada akhirnya lampu merah menghentikan mobilnya, tanda ia harus mengerem untuk sementara.

Seokjin melirik Nara yang masih terlelap. Muncul rasa iba saat ia menatap gadis itu lebih lekat. Seokjin menangkap beberapa hal selama bersama Nara, mungkin jika dilihat sekilas semuanya tampak lucu karena keluguannya, tapi nyatanya reaksi itu keluar begitu saja karena Nara tak terbiasa hidup sepertinya.

Mengingat Nara sampai harus menjadi wanita penghibur saja sudah cukup dijadikan alasan betapa miskinnya dia.

Seokjin menghela nafasnya, ia meraih kepala Nara, perlahan mengelusnya lembut penuh perhatian.

"kuharap aku bisa membahagiakanmu." ucap Seokjin, sangat pelan.

Tanpa sadar lampu lalu lintas sudah berubah menjadi hijau. Nyaringnya klakson dari mobil dibelakangnya, menyadarkan Seokjin untuk segera melajukan mobilnya. Pun ia berangkat dengan cepat, sedikit lebih kencang dari biasanya agar segera sampai dan Nara bisa lebih nyaman tidur dirumah.


--

Menurut kalian mereka ini apa? Seokjin suka kah? atau hanya hanyut karena wajah Nara mirip istrinya kah? atau gimana? 🤔😋

Secret DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang